Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Baik, Baik Sekali!

20 Februari 2023   09:17 Diperbarui: 20 Februari 2023   09:19 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                                                                                                       Ayahku Baik, Baik Sekali

            Siapa yang tak mengenal ayahku? Tentunya orang itu pasti baru di kampungku ini. Semua orang mengenalnya dengan baik. Bahkan nama ayah diganti oleh orang-orang kampung, bos! Yang sebenarnya nama ayahku adalah Silvester. Panggilan itu sangat melekat di diri ayah. Maklum, ayah seorang pebisnis. Di depan rumah terdapat sebuah kios yang menjual sembako. Di mana semua warga kampung pasti berbelanja kebutuhan di situ. Setiap ada anak muda yang nongkrong di depan kios ayah, sekali disapa dengan panggilan bos, orang itu pasti dapat sebatang rokok. Ayah pasti tersenyum, ah, tidak, ayah tertawa lebar mendengar sapaan itu. Mungkin itu membanggakan ayah! Ayah memang baik. Baik sekali. Sebagai anaknya tentu aku bangga. Kebaikan ayah bukan main-main. Ia meminjamkan uang kepada siapa saja, khususnya warga kampung yang kesulitan membiayai pendidikan anaknya. Ayah bukan lintah darat atau tengkulak. Ayah tidak membungakan uang yang dipinjam. Ayah sangatlah baik. Lebih dari itu, ayah sering membelikan aku mainan. Sangat baik ayahku.

                                                                                                                                    ***

                      Pagi itu hari Minggu. Aku baru saja bangun, maklum libur. Aku habiskan waktu bermain dengan anak seusiaku. Usiaku masih 9 tahun. Artinya aku berada pada fase semantik. Aku sudah memahami konsep bahasa lumayan baik. Seperti pagi itu, aku mengerti betul, ayah ingin melebarkan sayap bisnisnya. Ayah berdiskusi dengan ibuku.

"Bu, Ayah pikir, sudah saatnya kita lebarkan bisnis," kata ayah meminta pendapat ibu.

Ibu hanya tersenyum.

"Kok hanya tersenyum, Bu?"

"Sejak kapan Ayah meminta pendapat Ibu?" ibu tersenyum lagi seperti biasanya.

Begitulah ibuku modelnya. Ia hanya tersenyum setiap kali ayah bertanya kepadanya.

"Terserah Ayah deh. Kan Ayah yang tahu betul konsep bisnis? Ibu kan tidak tahu apa-apa. Ibu bukan orang sekolahan," kata ibu disertai senyum renyahnya.

               Ayah diam dan tersenyum. Ya betul, ibuku bukan orang sekolahan seperti ayah yang menyandang gelar sarjana. Ibu hanya tamat SD. Hanya karena kecantikannya, ia dipinang ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun