Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Fiksi Mini: Warisan Kutukan

16 Februari 2023   09:59 Diperbarui: 16 Februari 2023   22:00 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rawpixel.com/Freepik

Warisan Kutukan!

Saya mewarisi kutukan. Saya mengatakannya demikian, sebab setiap hubungan yang jajal pasti ada-ada saja halangan. Kalau bukan ditinggal karena kurang perhatian, pasti ditinggal karena dianggap laki-laki golongan bawah, atau tidak punya pekerjaan! Saya kesal, tentu. Siapa juga yang tidak merasakan demikian.

"Ada ninja?" celetuk teman saya kapan hari saat bercanda.

"Atau satria FU?" lanjutnya.

Jangankan yang demikian, yang butut saja tak punya.

Memang serba susah. Zaman semakin edan saja. Modal cinta tentu tak cukup. Apalagi pertanyaan pertama kalau bertemu terdengar tak enak. Kerja di mana? Prett! Seolah pekerjaan menjadi keharusan menjalin hubungan? Ya betul, tapi orang kan butuh waktu untuk mendapatkannya? Apalagi zamannya lagi tidak sesuai harapan. Jauh dari persepsi!

Tapi, kali ini ini saya menjamin itu tidak terjadi. Saya sangat bahagia! Bagaimana tidak, ia bukan tipe yang peduli soal pekerjaan. Baginya, pekerjaan bisa dicari kemudian. Sekarang intinya saling cinta! Ini kan enak? Ya, tentu ini menjadi petualangan baru yang seru.

Seperti pesannya tadi pagi, rencannya saya menemuinya di warung Bu Ani. Saya bergegas dengan tampilan serba ada. Maklum saja, belum bekerja, masih menjadi anak mama, jadi tak bisa membeli pakaian mahal.

"Hai," saya menyapanya lembut.

Ia hanya tersenyum. Astaga, ia benar-benar cantik jelita, tidak beda jauh di beranda WhatsApp-nya. Ini benar-benar luar biasa. Sebelumnya saya tertipu, foto profil yang terlihat aduhai, ternyata aduh apa daya. Lain di foto lain di alam nyata. Yang ini tidak demikian.

Aku mendekatinya dengan perasaan yang bergejolak. Tak lupa aku memberinya kembang yang kucuri dari tetangga sebelah rumah.

"Will you marry me?"

Ia tersenyum dan merapatkan duduknya. Berbisik di telingaku.

"Ya."

Aku terenyuh. Habislah sudah kutukan yang menghantuiku selama ini.

Dari arah belakang, seoerang anak kecil berlari menghampiri.

"Papa ... Pa ... pa," panggilnya.

Aku terdiam menatapnya. Ningsih melepaskan peluknya. Ia melangkah mundur.

"Ya, ini, Papa, Pa ... pa," kata seorang perempuan muda sambil mengendong anak kecil 2 tahunan itu.

Aku mematung. Menatap Ningsih yang berlari kecewa. Aku terdiam, tak tahu harus apa. Antara mengejarnya, sementara tanganku digenggam anak kecil itu.

"Maaf, Om. Maafkan, anak saya. Papanya baru saja meninggal," katanya.

 Aku membeku!

"Nina," kenalnya.

***

15 Februari 2023

M. Hamse

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun