Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Warung

18 November 2022   21:13 Diperbarui: 18 November 2022   21:25 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Warung

Matahari menggigit sekali siang ini. Serasa tubuhku bengkak-bengkak dibuatnya. Tajam giginya menganga mencubit. Bayangkan saja, aku melaju lumayan kencang di atas sepeda motorku melayang, sama saja, aku masih terpanggang. Sungguh kesal perasaanku siang yang berang ini. 

Terpaksa aku harus menepi, sejenak mendinginkan ragaku. Aku mencari-cari sesuatu dalam tasku yang berdebu, ah tidak kutemu. Sapu tangan pemberian ayahku mungkin lupa kubawa serta. Aku hendak menyeka keringat di raga. Terpaksa aku pakaikan salah satu baju kesayanganku untuk menyeka. Sepertinya ini belum cukup juga. Aku mengambil sebuah kardus bekas, menyobeknya dan menjadikannya kipas. Ah, aku merasa bangga. Sedikit tubuhku yang tergigit luput jua.

Itu kayaknya belum genap, sebelum aku menegak minuman dingin. Aku masuk warung di seberang, memesan es teh.

 "Satu gelas, es teh, Bu," pesanku kepada pelayan berbaju biru itu.

Aku menunggu dengan setia di meja. Sudah 30 menit berjalan, pesananku belum direspon. Pelayan sibuk menyendok makan. Mengantarkan kepada pemesan. Aku merasa mereka bertindak semena-mena. Mungkin saja karena bayaran es teh dinginku tidak semahal harga makan. 

Gerahku mulai muncul lagi. Aku sedkit kecewa, mau bagaimana lagi, warung sederhana itu disesaki penumpang yang berjubel-jubel. Bayangkan saja, di depan jalan terbuka, terparkir oto banyak sekali dengan penumpang yang banyak. Warung penuh sesak. Bau keringat membahana. Aroma berbgai parfum menyengat. Pusing kepalaku dibuatnya.

"Bu, pesananku belum ada," pintaku dengan senyum terpaksa, sebab aku sudah kecewa.

"Tunggu. Masih layan yang pesan makan," jawab pelayan itu judes.

Kecewaku makin tak terduga. Aku hendak memukul kaca pembatas antara pemesan dan pelayan. Tiba-tiba saja, gadis berbaju jingga memegang tanganku. Aku menjadi kaku. Tipis senyumnya mengingatkanku untuk tidak menggebrak meja kaca. Ia hanya tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Ia hanya melempar senyum tak terduga dan aku tanpa berkata apa-apa menangkapnya.

            "Ayam goreng, Bu," pesannya dengan suara merdu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun