Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Bu MenKes, Mengapa Anda Tidak Berpihak Kepada Para Ibu ?

12 Februari 2011   18:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:39 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="" align="alignright" width="267" caption="tiap detik sungguh berarti doc. Galuh Sitompul"][/caption] Ibarat anak bertanya tentang seks kepada orang tuanya dan dijawab : " Sssstttt....pamali, jangan ngomong tentang seks ya nak, itu tabu ! Nanti juga kamu tahu", dan si orangtua ngeloyor pergi meninggalkan anaknya yang kebingungan. Tragedy itulah yang diperagakan Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih,  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kustantinah serta Istitut Pertanian Bogor (IPB), Dedi Muhammad ketika ditanya tentang daftar merek-merek susu formula hasil penelitian IPB sejak tahun 2003 hingga 2006 dan pernah dinyatakan mengandung  Enterobachter sakazakii dalam media intern mereka pada tahun 2008. Mereka malah menyatakan bahwa : Tidak ada Susu Formula yang Tercemar Bakteri. Pernyataan mana berlawanan dengan tulisan Kompasianer Widodo Judarwanto lewat tulisannya Daftar Merek Susu Terkontaminasi Sakazakii yang menyebutkan bahwa semua produk susu bubuk komersial memang bukan produk steril sehingga beresiko terinfeksi bakteri. Yang menyamakan kedua pernyataan itu adalah bahwa ada tindakan preventif yang dapat diperbuat yaitu dengan menyeduh susu dengan air bersuhu 70 derajat celcius. Masyarakat berharap banyak, khususnya karena ibu Endang Rahayu Sedyaningsih dan ibu Kustantinah adalah perempuan yang notabene mewakili suara para ibu sehingga tahu bahwa sangat tidak dianjurkan untuk seorang ibu membuat susu dengan cara menyeduh nya dengan air panas bersuhu 70 derajat celcius! Wah bisa-bisa si anak kepanasan dan tenggorokannya terbakar karena suhu paling tepat adalah sesuai suhu tubuh bayi. Atau menunggu air susu dingin ? Lebih aneh lagi, karena biasanya susu dibuat sesaat sebelum waktu minum susu atau pada waktu si bayi merengek minta minum susu. Umumnya susu formula tidak diseduh tetapi kedalam botol susu dituang air hangat yang sudah matang sesuai takaran yang diperlukan, kemudian dimasukkan sejumlah susu sesuai takaran sendok yang biasanya menyertai setiap kaleng susu formula. Terakhir susu dikocok dalam botol seperti membuat milkshake. Mengapa ? Agar susu larut sempurna. Apabila ke dalam botol dimasukkan air terlalu panas, serbuk susu akan menggumpal-gumpal, tidak larut sempurna dan anakpun menangis karena air susu yang diisapnya terhalang gumpalan susu. Ada cara lain untuk batita dan balita, yaitu susu di aduk dalam cangkir khusus bayi. Bercorong agar anak mudah minum susu tanpa tumpah sekaligus melatih minum menggunakan cangkir.  Tapi air yang digunakan untuk menyeduh tetaplah air hangat yang matang. Selain susu menjadi mudah larut, si anak bayi biasanya tidak sabar untuk segera minum susu. Bisa dibayangkan apabila susu panaslah yang dihidangkan ! Jelaslah tindakan preventif menyeduh air susu dengan air bersuhu 70 celcius, sulit dilaksanakan.   Jadi mengapa ibu Menteri Kesehatan, BPOM dan IPB bersikukuh tidak mau membeberkan daftar merek susu yang terkontaminasi Enterobacter sakazakii ? Mengapa tidak mempercayai bahwa masyarakat sanggup menilai dan mengambil keputusan untuk masa depan kesehatan anaknya?  Jawaban yang paling masuk akal adalah untuk melindungi gurita industri susu formula. Bagi seorang ibu yang melahirkan di Klinik Bersalin, biasanya tidak mudah untuk melaksanakan program menyusui anaknya dengan ASI. Keempat anak saya yang lahir di empat Klinik Bersalin yang berbeda,  mendapat perlakuan sama yaitu langsung mendapat susu formula sehingga colostrum atau jolong yang merupakan ASI pertama yang keluar dan banyak mengandung immunoglobulin lgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan penyakit, terbuang percuma. Nasib sama rupanya dialami anak dari teman saya yang melahirkan beberapa bulan lalu di suatu Klinik Bersalin yang sama dengan sewaktu saya melahirkan anak saya yang bungsu. Dia harus bersitegang dan ngotot tidak mau anaknya diberi susu formula. Sungguh disesalkan karena kampanye memberikan ASI intensif rupanya hanya sekedar kampanye karena produsen susu enggan kehilangan pangsa pasar. Dilain pihak para pembuat kebijakan lebih memihak mereka dibandingkan kepada masyarakat yang membutuhkan penjelasan. Seolah tidak percaya bahwa masyarakat "cukup dewasa" dalam menerima dan mencerna informasi. Berikut Kronologi Penelitian Susu Formula tersebut.

  • 26 Februari 2008, Dekan Fakultas Hewan (FKH) IPB, I Wayan T. Wibawan menegaskan bahwa tidak ada kepentingan apapun dari penelitian tersebut. Ia juga menekankan bahwa dana riset berasal dana hibah bersaing Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
  • 29 Februari 2008 Berlangsung pertemuan antara pihak IPB, BPOM, DepKes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia di gedung Depkominfo. Menghasilkan 8 poin hasil keputusan bersama. Salah satunya adalah memberi jaminan bahwa susu formula dan makanan yang beredar di pasaran saat ini aman untuk dikonsumsi.
  • 28 April 2008 BPOM memastikan 96 sampel susu formula yang terdaftar di BPOM bebas bakteri "Enterobacter sakazakii". Penelitian atas 96 sampel mewakili merek terdaftar yang diambil dari pasar modern dan pasar tradisional dilakukan dengan metode US-FDA dan ISO/TS 22964:2006
  • 9 April 2008 David L.Tobing, ayah dua anak yang juga berprofesi sebagai pengacara menggugat Menkes, IPB dan BPOM karena tidak mengumumkan merek-merek susu yang diduga tercemar bakteri.
  • 20 Agustus 2008 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan David dan memerintahkan pihak tergugat untuk mengumumkan hasil riset tersebut.
  • 6 April 2009 PT DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan David.
  • 11 Juni 2009 BPOM mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
  • 26 April 2010 Mahkamah Agung menolak permohonan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Institut Pertanian Bogor untuk mempublikasikan hasil penelitian tim IPB.
  • 28 Januari 2011 Ketua MA menegaskan agar ketiga instansi tergugat harus segera mempublikasikan nama-nama produsen yang produksi susunya mengandung "Enterobacter sakazakii" kepada publik.
  • 4 Februari 2011 Komite Nasional Perlindungan Anak berniat akan melaporkan Menteri Kesehatan Ke Polri jika menteri tidak segera membuka informasi tentang sejumlah merek susu formula tersebut.

Membaca Kronologi Penelitian Susu Formula, kita bisa menyimpulkan bahwa Menteri Kesehatan, BPOM dan IPB berusaha mati-matian agar daftar merek-merek susu formula tersebut jangan sampai dipublikasikan. Tanya : Mengapa ? Karena rentang waktu yang begitu lama semenjak tahun 2008 hingga tahun 2011. Tahun-tahun pertama yang merupakan golden age untuk si anak. Begitu berartinya waktu. Hal  menarik lainnya adalah peranan David Tobing, pengacara penggugat penggunaan lambang Garuda di kaos Timnas. Bedanya dulu dia mendapat banyak hujatan, kali ini rupanya David akan menuai banyak pujian karena berkat kegigihannya hasil penyelidikan IPB mendapat legitimasi MA untuk dipublikasikan. Kasus ini tidak boleh dilupakan  seperti banyak kasus lain. Karena keputusan akhir sebetulnya ada pada masyarakat, apakah akan tetap mengkonsumsi susu formula atau tidak. sumber : Pikiran Rakyat 10 Februari 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun