Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anakku Dipukul Seorang Anggota TNI

11 Mei 2011   21:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:49 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sungguh tidak diduga, anak ke 3 kami, Bimo dipukul seorang anggota TNI kemarin, hari Senin sore tanggal 9 Mei 2011. Waktu itu seperti biasa Bimo menjemput pulang adik perempuannya Mabelle dari tempat les di jalan Sumatera Bandung. Area tempat les berada di daerah perkantoran dan pemukiman militer yang sudah banyak beralih fungsi menjadi factory outlet, cafe dan perdagangan lainnya. Sehingga ketika melalui jalan Gudang Utara yang sepi dan melihat seorang anggota TNI sedang berdiri  di ruas jalan tanpa berpikir panjang Bimopun tetap melajukan sepeda motornya. Tanpa curiga karena tidak ada tanda harus berhenti dan  aba-aba apapun dari sang anggota TNI. Tapi tiba-tiba : plak! Dia memukul kepala Bimo! (Untung kena helm dan Bimo tidak terjatuh), kemudian  membentak Bimo agar menghentikan sepeda motornya. Tentu saja Bimo menghentikan motornya dengan bingung. Tidak mengerti salahnya apa. "Hei,lain kali berhenti ya!" bentak Sang Anggota TNI sambil menunjuk kegiatan upacara bendera yang berjarak kurang lebih 20 meter dan hampir tidak terlihat dari jalan raya. "O, baik pak" "Ya udah sana!" Masih dengan bingung, Bimopun melanjutkan perjalanan. Di malam hari dia tidak menceritakan apa-apa pada kami karena Bimo memang pendiam dan cenderung introvert. Keesokan harinya barulah  Mabelle bercerita lengkap dengan kronologisnya. Shock, marah, bingung dan tidak rela rasanya begitu mendengar cerita Mabelle. Bimo bukan anak yang neko neko. Aturan sekolah seperti pakaian dan sepatu yang biasanya dilanggar murid lain, Bimo tidak berani melanggarnya. Bahkan kecelakaan motor yang dialaminya terjadi karena  ada pengendara motor ugal-ugalan memotong jalan dari tengah dan menabrak hingga sepeda motor  Bimo terlempar dan hancur. Dalam pelajaran mengemudi kendaraan roda empat Bimo mendapat pujian 2 jempol dari ayahnya karena tertib, disiplin dan fokus. Sehingga waktu pelajarannya paling singkat dan langsung melaju ke jalur luar kota. Jadi bak induk ayam yang tidak menerima anaknya dipukul sewenang-wenang oleh seorang anggota TNI, saya berusaha ke tempat kejadian untuk mengetahui duduk permasalahannya. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan. Sumber yang saya tanya adalah pemilik kios rokok, tukang parkir dan pemilik warung makan di daerah tersebut. Sebelumnya saya sudah menanyakan hal yang sama ke kedua kakak Bimo yang dulu  bersekolah di SMP dan SMA di area militer tersebut. Yaitu SMPN 2 dan SMPN5 di jalan Sumatera dimana lokasi sekolah bersebelahan dengan petinggi TNI. Demikian juga SMAN5 yang terletak ditengah-tengah area pemukiman anggota TNI. Kedua kakak Bimo tidak tahu bahkan tidak pernah ditegur ketika wara-wiri dengan kendaraan roda 2 atau roda 4 di area tersebut.  Jawaban teman-teman mereka idem-dito. Untunglah ada kenalan yang memiliki usaha bimbingan belajar di jalan Lombok bersimpangan jalan dengan TKP (jalan Gudang Utara). Darinya saya mendapat informasi lengkap bahwa setiap apel pagi dan sore, kendaraan yang lalu-lalang diharapkan berhenti untuk menghormati ketika sang Saka sedang dinaikkan (pagi hari) dan diturunkan (sore hari). Masalahnya area upacara bendera menjorok kedalam, tidak terlihat oleh pengendara kendaraan yang lewat. Kecuali orang tersebut adalah penghuni rumah daerah tersebut. Bahkan  tukang parkir dan pemilik warung yang sudah bertahun-tahun berdagang di area tersebut tidak mengetahui adanya tata tertib tersebut. Mereka hanya tahu bahwa setiap pagi dan sore ada apel, ada suara terompet. Lebih dari itu mereka tidak tahu. Menghormati Sang Saka adalah kewajiban setiap rakyat Indonesia. Apresiasi patut diberikan pada pihak TNI yang mengajak masyarakat menghormati Sang Saka. Tapi bukan dengan cara militer dan sewenang-wenang memukul remaja yang tidak mengetahui peraturan mereka. Tidak semua anak remaja yang berkendaraan sepeda motor adalah anggota geng motor yang "layak" ditampar dan dibentak. Apa salahnya dipasang tanda dilarang lewat atau harap berhenti? Apa salahnya memberi aba-aba dan berbicara baik-baik? Karena itu saya tidak mengerti manfaatnya banyaknya spanduk yang dipasang di hampir semua jalan strategis Bandung, seperti berikut : [caption id="attachment_108808" align="aligncenter" width="400" caption="Spanduk di Graha Siliwangi (dok. Maria Hardayanto)"][/caption] Isi spanduk  bertuliskan : SILIWANGI ADALAH RAKYAT JAWA BARAT. RAKYAT JAWABARAT ADALAH SILIWANGI tidak mencerminkan tingkah laku para anggota TNI yang manunggal dengan rakyat. Anggota TNI tetap merasa golongan ekslusif yang menggunakan caranya sendiri dalam berkomunikasi dengan rakyat. Tanpa peduli apakah dengan memukul seorang remaja akan berubah menjadi hormat? Takut? Atau justru benci dan muak? [caption id="attachment_108809" align="aligncenter" width="300" caption="Apakah Bimo tampak seperti berandalan yang layak dipukul ?"][/caption] [caption id="attachment_108810" align="aligncenter" width="500" caption="spanduk di atas TKP"][/caption] [caption id="attachment_108811" align="aligncenter" width="500" caption="Di depan TKP Dengan Spanduk Manunggal Dengan Rakyat "][/caption] sumber gambar :  -disini -Maria Hardayanto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun