Bagai hidup di "kamar gas", seperti  itulah situasi  warga New Delhi, kota dengan polusi udara terparah di dunia. Dilaporkan media terbesar setempat, NDTV, Kamis (9/11/2017) Menteri Utama India Arvind Kejriwal menyebut polusi udara New Delhi sangat parah sehingga mirip kamar gas.
Istilah kamar gas digunakan untuk mendeskripsikan situasi mematikan saat banyak orang disekap dalam ruangan bergas yang membuat mereka mati secara perlahan. Seperti yang dilakukan Nazi terhadap warga Yahudi pada decade 1940-an.
"Warga sebaiknya menghindari jalan raya pada pagi hari atau beraktivitas di luar ruangan", demikian pernyataan Kementerian Kesehatan India. Polusi udara yang terjadi merupakan yang terburuk yang pernah terjadi di ibu kota India yang berpenduduk 40 juta orang tersebut selama hampir 20 tahun terakhir.
Saking  buruknya kualitas udara, jumlah kasus penyakit pernapasan di India tercatat tertinggi di dunia, dengan 159 kematian per 100.000 orang pada tahun 2012.
Bagaimana dengan Indonesia? Sama saja! Mengutip data World Health Organisation (WHO) tahun 2012, Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa setiap tahunnya terjadi 60.000 kematian di Indonesia akibat pencemaran udara.
Khusus Kota Jakarta, 57,8 persen warganya menderita sakit akibat terpapar pencemaran udara, sehingga harus membayar biaya berobat mencapai 38,5 triliun per tahun," ujar Karliansyah, di Jakarta, Senin (3/4/2017).
Konsekuensinya hanya gasoline dengan nilai oktan minimal 91, tanpa kandungan timbal dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm yang boleh didistribusikan Pertamina. Sedangkan syarat gasoil adalah dengan nilai Cetane 51, kandungan sulfur 50 ppm dan viskositas min. 2 mm/s -- maks 4,5 mm/s.
Penerapan regulasi KemenLHK tersebut sangat penting karena tidak ada negara yang membangun industri untuk  generasi yang sakit-sakitan, impoten bahkan sekarat akibat cemaran udara.
Regulasi KemenLHK berkaitan erat dengan Euro IV yang telah diberlakukan negara-negara di dunia. Bahkan Negara-negara Asean, seperti Thailand, Malaysia dan Filipina telah memulainya sejak tahun 2012. Bahkan Singapura lebih lama lagi, Euro IV diwajibkan sejak tahun 2006. (sumber)