Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian

25 Desember 2011   11:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan 3 petinggi kota Bandung (Walikota, Wakil Walikota serta Sekda Kota Bandung) tidak dapat datang karena bertepatan waktunya dengan festival Sungai Cikapundung. Nama Sungai Cikapundung tidak saja  lebih "bergema", masalahnyapun lebih kompleks  dibandingkan Sungai Cidurian yang namanya tidak nampak di google maps.

Apa relevansi kedatangan para tokoh seni, lingkungan dan pejabat dalam Pesta Rakyat Bantaran Sungai?  Karena tanpa kedatangan "orang penting", media mainstream enggan memberitakannya. Padahal media sangat berperan  untuk menyosialisasikan gerakan tersebut. Media mainstream juga sangat berperan dalam membantu akselerasi perubahan. Sehingga elemen-elemen masyarakat dari penjuru kota lainnya dapat datang untuk melengkapi.

Apa saja yang menarik pada acara ini selain Bapak Rekotomo yang harus nyemplung tadi? Banyak. Ada kesenian Karinding yang menyiapkan prosesi gunting pita. Grup Karinding Giri Sawargi Putra yang terdiri dari 30 anak-anak SD-SMP ini memainkan seluruh alat musik yang terbuat bambu. Yang menarik, anak-anak perempuan kecil tersebut melingkarkan selendangnya pada leher para tamu dewasa untuk bersama menari bak penari ronggeng. Sehingga acara menjadi cair dan menyenangkan.

Sungguh luar biasa stamina para penari dan pemain musik karinding ini. Mereka bermain musik dari pukul 08.00 hingga pukul 13.00 tanpa mengenal lelah. Walaupun ada beberapa penampil tari dan nyanyi sebagai selingan dari grup lain. Sesudah itu mereka tampil kembali.

[caption id="attachment_404342" align="aligncenter" width="392" caption="pemain Karinding, hanya berbekal bambu mampu meracik musik yang luarbiasa"]

14268609222002235856
14268609222002235856
[/caption]

Pertunjukkan selingan yang menjadi utama adalah penampilan ibu-ibu Komunitas Engkang-engkang dalam rampak sekar. Mereka menyanyikan 3 lagu daerah (Sunda). Mengapa menarik? Karena banyak ibu-ibu yang masih berkutat didapur ketika MC mengumumkan penampilan mereka. Karuan saja mereka tergopoh-gopoh berlari dalam balutan seragam kuning muda. Berdandan cantik tapi bersimbah keringat. Dan karena mereka baru berlatih 3 kali sebelum hari H maka penampilan mereka bernyanyi  mulus dan lancar patut diacungi jempol. Walau tentu saja sesuatu yang instan tetap memiliki kekurangan. Mereka masuk dan turun pentas agak serabutan. Tidak tertib layaknya grup paduan suara di pentas gedung kesenian. Bagaimanapun penampilan mereka untuk menggantikan anak-anak sekolah yang tidak bisa tampil karena sudah libur sekolah, layak diapresiasi.

Selain pertunjukkan seni, pengunjung juga bisa melihat berbagai macam hasil karya ibu-ibu Komunitas Engkang-Engkang seperti sajadah dari sisa potongan kain;  tikar, tas, dompet dari bahan bekas kemasan plastik dan tentu saja beragam tampilan tanaman berkompos hasil composting takakura.

Area urban farmingpun tak kalah menarik. Bersebelahan dengan area urban farming ada tampilan hasil karya Tita Larasati dalam bentuk komik "Merawat Sungai, Merawat Kehidupan"  di sepanjang tepian sungai. Komik tersebut belum selesai terbukti ada tulisan "to be continue" di sebelahnya. Tujuannya agar pengunjung datang untuk mengetahui kelanjutan kisahnya.

Di area urban farming, pengunjung bisa melihat berbagai pembibitan yang dilakukan warga. Dan melihat perbedaan nyata antara tanaman yang ditanam di tanah yang terdiri dari pasir kali dan tanah setempat dengan tanaman yang ditanam dengan tanah Lembang, Bandung. Tanaman cabai dengan media tanah asli setempat menjadi kerdil dan berbuah sebelum waktunya tiba.  Mungkin diperlukan lebih banyak input dari tenaga ahli pertanian untuk membantu mereka.

Tetapi yang paling menyenangkan warga bantaran Sungai Cidurian tentunya adalah acara "mancing bareng". Sekitar 2 kwintal ikan diterima dari dinas pertanian kota Bandung untuk disebar demi kemeriahan Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian. Sehingga setiap elemen warga masyarakat bantaran sungai bisa ikut larut. Memancing, bertani, menyanyi, berjoged dan makan-makanan non beras semua ada.

Makanan non beras memang merupakan salah satu agenda acara ini. Bagaimanapun harus ada tujuan urban farming yang realistis selain menanam sayuran. Salah satunya adalah ketahanan pangan. Akibat kebijaksanaan pemerintah orde baru yang mendikte masalah pangan, rakyat Indonesia melupakan  ada beragam alternatif pangan selain beras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun