Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kelabu di Masa Putih Abu-abu

19 Februari 2023   19:30 Diperbarui: 19 Februari 2023   19:34 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.cxomedia.id/art-and-culture/20230210153127-24-177954/review-dear-david-sebuah-rangkuman-atas-penerimaan-jati-diri-dan-gairah-muda

Siapa yang udah nonton film Dear David yang lagi viral banget di sosial media akhir-akhir ini? Kata netijen, nih film tuh nihil nilai moral bahkan dianggap menormalisasi penyimpangan. Hmm bener gak sih? Dear David sendiri bercerita tentang Laras, seorang murid berprestasi yang punya 'hobi tersembunyi' menulis cerita cinta di platform online. 

Cerita cinta buatan Laras bukanlah
cerita biasa layaknya novel teenlit, tapi cenderung mengarah ke fantasi seksual dirinya dengan David. Awalnya semua tampak baik-baik saja, sampai suatu hari Arya berhasil memanfaatkan moment ketika internet sekolah sedang lemot untuk mengintip cerita buatan Laras dan menyebarkannya di sosial media. 

Satu sekolah heboh dan guru-guru sepakat untuk menyita handphone semua siswanya sembari diinterogasi. Laras pun panik begitu ia menyadari keteledorannya selama jam pelajaran Komputer. Laras terpaksa mengaku pada David bahwa memang benar ia yang menulis semua cerita itu dengan syarat David mau merahasiakannya. Tapi seperti kata pepatah sepandai-pandainya menyimpan bangkai suatu saat baunya akan tercium juga, tindakan Laras pun lambat laun ketahuan oleh guru meski Dilla sempat jadi tersangka utama. 

Laras pun diminta untuk mengucapkan permintaan maaf secara terbuka kalau tidak ingin beasiswanya dicabut dan dikeluarkan dari sekolah. Menurut saya, poin terbaik film ini ada di pidatonya Laras. Laras dengan tegas mengkritik pihak sekolah yang hanya memberi hukuman kepadanya, namun sang penyebar konten bebas berkeliaran tanpa sedikitpun dihukum. Suatu tindakan yang luar biasa berani untuk anak seusianya. Kalau soal ini saya setuju, bagaimanapun pihak penyebar konten juga bersalah, apalagi menyebarkan konten pribadi seseorang ke media sosial tanpa persetujuan. 

Gak percaya? Coba baca UU ITE deh, bisa dipenjara lho itu. Oke balik ke kata netijen di awal yang bilang bahwa film ini menormalisasi penyimpangan. Maaf kata ya netijen Indonesia yang mahabenar, kenyataan seperti Laras ini memang benar-benar terjadi di masyarakat dan menurutku film ini hanya menceritakan kisah nyata saja bukan menganggap apa yang Laras lakukan itu benar. Sebagai seorang penulis, saya paham bahwa imajinasi liar itu bisa menghidupkan cerita dan terkadang bisa memantik 'gairah' pembaca.

Tapi bagi saya, kalau Laras hanya ingin melakukan hobi menulisnya saja, sebaiknya Laras sedikit mendramatisir kisahnya alih-alih menceritakan apa adanya karna disini aku kasian sama David yang jadi bahan bullying satu sekolah gara-gara cerita Laras. Aku tau meskipun David menyukai gaya cerita Laras dan selalu penasaran sama kelanjutan ceritanya, Laras kesannya jahat banget jadi orang. Pake ngorbanin penyakit David segala lagi. Kalau aku sebagai penulis, gak akan setega itu sih. 

Pelajaran keduanya adalah di film Dear David ini kita bisa melihat jelas bahwa korban pelecehan tidak hanya perempuan saja, tapi juga laki-laki. Ya meskipun tindak pelecehan terhadap laki-laki lebih jarang terjadi sih. Kalau dilihat, bentuk pelecehannya juga lebih smooth dibandingkan pelecehan terhadap wanita, bukan? Aku salut sama Winnie Benjamin yang berani mengangkat cerita dengan konsep yang gak biasa ini. Wajar sih kalo banyak orang yang 'gagal paham' sama value ceritanya terus main komen aja. Maybe, mereka butuh sedikit pencerahan agar punya keterbukaan pikiran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun