Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nestapa dan Cahaya dalam Stereo

13 Oktober 2017   16:44 Diperbarui: 13 Oktober 2017   17:05 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://indoxxi.net/cinema-21

'Masa remaja adalah masa yang paling indah'. Ungkapan ini tentunya sudah acapkali kamu dengar baik di media cetak maupun elektronik. Tapi percayakah kamu kalau masa remaja yang katanya indah itu justru menggoreskan luka yang begitu mendalam dalam diri seseorang bahkan bagi kerabat dekatnya? Hal ini dibuktikan lewat buku karangan Jay Asher yang menjadi booming ketika diangkat menjadi film seri Netflix berjudul 13 Reasons Why baru-baru ini.

Film seri yang diproduseri salah satunya oleh Selena Gomez ini bercerita mengenai seorang gadis bernama Hannah Baker yang bunuh diri akibat tindak bullying dan percobaan pemerkosaan yang dialaminya semasa bersekolah di Liberty High School dan membeberkan latar belakang tindakannya tersebut lewat satu paket berisi 13 kaset yang dikirimkan kepada beberapa teman sekolahnya seperti Clay Jensen, Tony Padilla, Jessica Davis dan Justin Foley. Usai mendengarkan kaset tersebut, orang tersebut harus mengopernya ke orang lain. Jika tidak, maka satu kaset terpisah akan disebarkan kepada publik.

Alur cerita yang maju mundur dan terkesan lamban semakin mengulik rasa penasaran akan akhir cerita. Ditambah lagi, karakter kuat pemainnya seakan mengaduk-aduk perasaanmu dimulai dari rasa senang yang coba dibangkitkan oleh Katherine Langford, pemeran Hannah Baker ketika menjadi murid baru di Liberty High School dan berkenalan dengan orang-orang baru, mengikuti pesta dan menjalani kehidupan sebagai pekerja paruh waktu di bioskop bersama Clay Jensen.

Sejurus kemudian, kamu akan merasakan kesedihan, kemarahan sekaligus ketegangan luar biasa ketika satu persatu dari murid-murid Liberty High School melakukan bullying kepada Hannah melalui berbagai cara baik verbal maupun fisik seperti mengucilkannya, memberi label berkonotasi negatif berkaitan dengan tubuhnya, menuliskan berbagai kata-kata bernada makian di toilet wanita, percobaan pemerkosaan dan pelecehan, penyebaran foto rahasianya dengan sahabatnya, Courtney oleh fotografer buku tahunan, Tyler Down hingga penyebaran puisi bertemakan jeritan hatinya lewat sebuah majalah sekolah yang dikelola oleh Ryan Shaver. Hal ini jugalah yang menjadi alasan Olivia dan Andy Baker selaku orangtua Hannah Baker bekerja sama dengan Lainie Jensen, pengacara sekaligus ibunda Clay Jensen untuk menuntut sekolah atas penyelesaian kasus Hannah.

Tidak hanya ikut merasakan apa yang dialami Hannah, film seri yang berlatar di California, US ini juga memberikan atmosfer yang sama untuk kejadian yang dialami oleh teman-teman sekolah Hannah lainnya seperti pengeroyokan Alex Standall, pemerkosaan yang dilakukan Bryce Walker kepada Jessica disaat tengah tertidur usai meminum minuman keras dan dugaan kepada Clay Jensen atas kepemilikan dan penggunaan narkoba.

Dibalik adegan-adegannya yang dipaparkan 'secara blak-blakan' sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi di kehidupan nyata, banyak sekali pelajaran berharga yang dapat kita petik. Pertama dan yang utama, kubur dalam-dalam niat untuk melakukan bullying dan narkoba. Walaupun kata sebagian orang itu hal yang keren, tapi nyatanya, itu sama sekali tidak keren bahkan dapat menyebabkan dampak fisik dan psikologis yang luar biasa berat bagi orang yang merasakannya. Kedua yang tak kalah penting, mari hargai dan hormati karya indah Tuhan atas tubuh ini, gunakanlah sebaik mungkin serta kendalikan diri untuk tidak tergoda dengan keindahan tubuh orang lain dan melakukan hal yang tidak senonoh.

Ketiga, kendali emosi dan pertimbangan suara hati. Ini sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan seperti yang diperlihatkan Hannah saat ingin pergi ke pesta dan meminimalkan adanya tindak kekerasan seperti pengeroyokan Alex Standall tadi. Keempat, taati peraturan yang berlaku supaya tidak terjadi kasus seperti teman Hannah yang belum cukup umur dalam menyetir mobil. Kelima, kegigihan dan semangat mengikuti pelajaran dan kegiatan sekolah seperti yang diperlihatkan Clay, Tony, Jessica dan yang lainnya. Keenam, percaya diri seperti yang dilakukan Hannah saat menulis dan membacakan beberapa puisi di kelas puisi yang diikutinya bersama Ryan Shaver.

Ketujuh, rasa saling menguatkan dan meneguhkan seperti yang dilakukan orangtua Hannah dalam menjalani hari-hari usai kepergian putri semata wayang mereka secara mendadak dan pada saat mereka memperjuangkan tuntutan mereka atas Liberty High School. 

Nilai kerjasama juga dapat kamu teladani lewat penampilan Jessica yang cukup baik bersama teman-teman pemandu soraknya dalam pertandingan basket sekolah. Kejujuran juga menjadi poin utama dalam nilai moral serial ini yang sejak awal diperlihatkan Hannah melalui rekaman kasetnya dan diperlihatkan oleh Kevin Porter selaku guru BK Liberty High School saat membeberkan kondisi sekolah dan berinteraksi dengan para siswa/i pelaku kekerasan dan intimidasi di sekolah.

Meski mendapat rating yang cukup bagus menurut IMDb yaitu 8.4 dari 10 dan masuk ke dalam 'must watch list film television berkualitas' menurut saya, saya menghimbaukan para remaja dibawah 17 tahun untuk didampingi orangtua saat menonton dikarenakan banyak adegan kekerasan, mabuk-mabukan dan pemerkosaan yang tidak disensor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun