Mohon tunggu...
Maria Da Costa
Maria Da Costa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Just be yourself

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maksud dibalik Burger King menjadi "Murder King"

27 Maret 2021   11:18 Diperbarui: 27 Maret 2021   14:29 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theconsciousresistance.com

Berbicara tentang junk food, tentu Anda semua tidak asing mendengar kata Burger King. Burger King merupakan salah satu makanan yang populer, termasuk di Indonesia. Burger King merupakan makanan cepat saji yang menyediakan kentang goreng, ayam, minuman, dan tentunya burger yang menjadi menu utama.

Berkaitan tentang Burger King terdapat logo yang mengganti tulisan Burger King menjadi Murder King. Ini merupakan salah satu contoh dari culture jamming. Culture jamming adalah konsep yang mengkritik sebuah brand atau merek melalui media dengan menggunakan cara parodi (Isal, 2015). Secara sederhana, culture jamming ini mengkritik perusahaan atau media massa dengan membuat parodi. Contohnya di sini adalah Burger King. Masyarakat mengkritik Burger King dengan mengubah logonya menjadi “Murder King”. Mengapa menjadi “Murder King”? Yuk kita simak lebih lanjut!

Masyarakat mengkritik Burger King dan mengubahnya menjadi “Murder King” karena perusahaan makanan cepat saji ini sering melakukan penyiksaan yang sangat kejam kepada hewan-hewan. Mereka melakukan pembantaian hewan secara sadis dan tidak manusiawi. Para pekerja Burger King memukuli dan menyetrum sapi dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit. Lalu sapi-sapi tersebut banyak yang menderita luka dan dibiarkan terinfeksi tanpa bantuan dan penganganan dari dokter hewan. Hewan-hewan yang disembelih dengan cara yang kejam dan tidak wajar inilah yang akan diproses menjadi bahan dari makanan cepat saji dan dijual kepada para konsumen. Oleh karena itu, masyarakat mengkritik restoran Burger King dengan mengubah namanya menjadi “Murder King”, di mana artinya mereka melakukan pembunuhan secara kejam terhadap hewan.

Lalu apakah ada hubungan culture jamming ini dengan konsep posmodernisme? Sebelum membahas hubungannya, terlebih dahulu kita mengetahui apa itu posmodernisme. Posmodernisme oleh Felluga dalam Ambar (2017), adalah suatu gerakan intelektual yang lahir sebagai respon terhadap tema-tema yang digagaskan oleh kaum modern (modernis) yang pertama kali diartikulasikan selama masa Pencerahan. Posmodern ini muncul setelah setelah era modernisme. Postmodernisme ini memiliki dua makna. Pertama, postmodernisme merupakan reaksi terhadap modernisme estetis pada abad 20 dalam arsitektur, seni, dan sastra. Kedua, postmodernisme merupakan reaksi terhadap tradisi modernitas yang sudah berlangsung selama Abad Pertengahan.

Dekonstruksi menjadi salah satu ciri konsep dari postmodernisme (Setiawan, 2018). Dekonstruksi artinya mengurai, melepaskan, dan membuka. Pemikiran dekonstruksi ini mencoba memberikan sumbangan tentang beberapa teori pengetahuan yang kebenarannya tidak bisa dibantah dan dinilai kaku, dalam hal ini adalah pemikiran modernisme. Jika dikaitkan dengan “Murder King”, maka masyarakat mencoba melakukan dekonstruksi atau menguraikan tentang makna sebenarnya dibalik logo Burger King. Artinya masyarakat ingin melakukan kritik atau membantah restoran Burger King karena telah menyiksa hewan secara kejam, di mana hewan-hewan ini akan diproses menjadi makanan cepat saji yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Selain dekonstruksi, relativisme juga menjadi salah satu ciri dari postmodernisme. Relativisme dalam postmodernisme dalam hal realitas budaya seperti kepercayaan, nilai-nilai, dan lainnya tergambar dalam teori yang dikembangkan oleh ilmu antropologi. Artinya, nilai-nilai budaya sangat beragam atau tidak ada yang sama. Sehingga bahawa, wilayah, agama sangat ditentukan dari adat istiadat dan budaya masing-masing. Maka dapat disimpulkan, dalam konsep postmodernisme, segala sesuatu itu relatif karena kita harus mempertimbangkan tidak hanya dari satu aspek saja melainkan dari segala aspek. Jika dikaitkan dengan culture jamming Burger King menjadi Murder King, maka kita sebagai masyarakat harus kritis. Kita tidak boleh menilai Burger King dari satu aspek saja seperti rasanya saja. Tetapi kita juga harus melihat, bahwa dibalik proses produksi makanan, mereka menyiksa hewan-hewan terlebih dahulu dengan sadis dan kejam. Sehingga kita sebagai masyarakat mengkritik mereka yang ditunjukkan dari tulisan "Murder King". Dengan begitu, restoran Burger King bisa lebih baik lagi dalam menyembelih hewan-hewan mereka tanpa menyiksanya atau membuat hewan-hewan tersebut kesakitan.

Dengan adanya culture jamming ini, artinya masyarakat berani mengkritik kebenaran-kebenaran yang ada dibalik logo dan rasa makanan yang bagus. Budaya yang dilakukan oleh Burger King ini sangat tidak baik sehingga muncullah culture jamming pada Burger King. Culture jamming ini juga menjadi bentuk perlawanan masyarakat terhadap hal-hal yang dilakukan oleh Burger King terhadap hewan-hewan yang akan diproses menjadi makanan mereka.

Daftar Pustaka:

Ambar. (2017). Teori Postmodern – Pengertian – Kritik. Diakses dari  https://pakarkomunikasi.com/teori-postmodern

Isal. (2015). Culture Jamming, Seni Kritik Media. Diakses dari https://salisil.web.id/culture-jamming-seni-kritik-media/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun