Riuhnya jalan malioboro sore hari itu membuat siapapun tergoda untuk beristirahat. Jalan baru yang telah direnovasi menyediakan berbagai kursi nyaman untuk turis beristirahat.Â
Di sekitar itu, terlihat berbagai pedagang menjajakan pakaian, suvernir, maupun makanan. Terlihat satu gerobak penuh pengunjung di antara keramain jalan. Dibalik keramaian itu, seorang pria bertopi hitam melayani pembeli dengan cekatan.
Salim, begitu beliau meminta dipanggil. Pria kelahiran Banjarnegara tahun 1978, ini sekarang bekerja sebagai pedagang bakso tusuk di jalan malioboro. Berjualan sejak tahun 2006, beliau bisa mendapatkan hingga 2 juta rupiah setiap harinya. Namun, uang bukan menjadi alasan mengapa ia berjualan.Â
Sebelum berjualan bakso, beliau bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan di Jakarta. Tuntutan yang keras dari atasan dirasa seakan tidak sebanding dengan uang yang didapat. Terlebih beliau sudah memiliki anak yang butuh perhatiannya.Â
"Iya mbak, kalau jadi sales itukan susah, bisa sampai malam, nggak jelas kesana-kemari" jelas Pak Salim. Jengah dengan rutinitas di Jakarta, beliau akhirnya memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta. Atas kebaikan saudara, beliau diperbolehkan untuk membuka gerobak di lahan jatah saudaranya.Â
Dibantu sang istri, beliau mempersiapkan semua barang dagangannya dari rumah. Untuk membawa satu gerobak penuh, beliau mengolah kurang lebih 20kg daging untuk dijual. Dari rumahnya di daerah Bakpia Pathuk 25, Pak Salim mendorong gerobak kecilnya ke jalan Malioboro.Â
Berjualan dari pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB, Pak Salim kini memiliki lebih banyak waktu untuk keluarganya. Bakso pentol Pak Salim bisa ditemukan di depan bank BRI jalan malioboro.
