Ada banyak kejanggalan dari narasi pendukung 02 akhir-akhir ini. Mereka berusaha mendompleng isu, tetapi ketika dibongkar maka akan "ngeles" dengan cara yang tak masuk akal.
Misalnya, setelah mempolitisasi isu agama lewat rencana sholat Jumat di Masjid Kauman Semarang beberapa waktu lalu, pendukung oposisi kini beralih mempolitisasi isu narkoba.
Eksposure isu itu semakin kencang setelah Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief, tertangkap menggunakan narkoba. Mereka "ngeles" dengan menyalahkan pemerintahan Jokowi atas tertangkapnya Andi Arief tersebut.
Isu narkoba dituduhkan oleh kubu 02 kepada pemerintah karena dianggap gagal menghentikan penyebaran narkoba hingga mengakibatkan banyak korban.
Hal ini, tentu saja, agak lucu, pasalnya elit politiknya yang menjadi pengguna narkoba, kenapa pemerintah yang disalahkan? Seharusnya mereka instropeksi diri, bukan mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain.
Apalagi, baru-baru ini Prabowo turut menyebarkan kabar bohong. Ia mengatakan, ada 72 kartel internasional yang sudah masuk ke Indonesia.
Tak hanya itu, dia menyebutkan pengguna narkoba itu 5,9 juta jiwa. Bila dijumlah hingga sekarang kemungkinan ada 8 juta.
Padahal, kabar itu pun langsung dibantah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Humas BNN Kombes Sulistyo Pudjo menyatakan bahwa pernyataan Prabowo itu tidak benar. BNN tidak pernah sekalipun mengeluarkan data terkait adanya 72 kartel narkoba itu.
Bahkan, karena terlihat bohongnya, Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi sampai tergopoh-gopoh membela dan meluruskan pernyataan Prabowo itu.
Katanya, angka yang disampaikan Prabowo itu salah dan angkanya tidak sampai 5-8 juta, melainkan 3,5 juta berdasarkan data BNN. Dengan demikian, Yandri membongkar kebohongan dari Prabowo dan kesalahannya mengutip data.