Di balik ambisi Prabowo Subiyanto menjadi Presiden RI ternyata ada catatan kelam masa lalunya yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Pelanggaran itu dilakukan ketika dirinya masih menjabat sebagai Danjen Kopassus hingga berujung pada pemecatannya dari TNI.
Belakangan ini surat pemecatan Prabowo Subiyanto dari TNI beredar luas di media sosial. Terkait dokumen tersebut, Jenderal (purn) Fachrul Razi membenarkan substansi surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentants pemberhentian Letjen. Prabowo Subiyanto pada 1998 lalu.
Fachrul sendiri menilai bahwa Prabowo kurang pantas menjadi RI-1, karena rekam jejak mantan Danjen Kopassus itu di militer.
Ketika kasus penculikan aktivis merebak, DKP dibentuk untuk menyelidiki kasus tersebut. Tim ini dipimpin Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (Purn) Subagyo HS, yang kini juga merapat ke kubu Jokowi.
Surat keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo.
Prabowo dalam laporan DKP dipastikan mengetahui persis operasi penculikan yang dilakukan oleh anggota Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar. Tindakan Prabowo disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, bangsa, dan negara.
Fachrul adalah Wakil Ketua DKP yang ikut menandatangani surat keputusan itu. Awalnya, kasus ini akan dibawa ke Mahkamah Militer, namun atas kesepakatan bersama akhirnya diselesaikan melalui DKP dan berujung pada pemecatan Prabowo dari kesatuan TNI.
Rekam jejak itu pula yang membuat sejumlah purnawirawan TNI memilih Jokowi pada pemilihan presiden 2019 nanti.
Kita tahu bahwa politik dan militer adalah dua urusan yang berbeda. Namun loyalitas terhadap sesama purnawirawan harus dikalahkan untuk kepentingan bangsa.
Jadi, pilihan politik sejumlah purnawirawan di Pilpres ini berdasarkan pertimbangan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Itu berdasarkan alasan rasional mengenai pengetahuan, kemampuan dan rekam jejak calon presiden.