Mohon tunggu...
Margo Teguh Sampurno
Margo Teguh Sampurno Mohon Tunggu... Jurnalis - Freedom

Bergerak dalam "Kolom demi Kolom"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Analisis Wacana Kritis, Sebuah Alternatif (Part 5)

22 April 2019   21:01 Diperbarui: 22 April 2019   21:28 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis wacana digunakan untuk menguraikan struktur kalimat, bahasa, definisi suatu konsep. Menurut Eriyanto (2006: 4 ) analisis wacana digunakan untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu menggunakan perspektif kritis. Memahami suatu wacana dapat dilakukan dengan memberikan konteks historis sebuah teks, pengertian, teori, dan konsep. 

Model analisis wacana van Dijk dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis wacana kritis. Model analisis van Dijk disebut juga sebagai kognisi sosial yang mengikut sertakan alasan dibuatnya teks dan pengaruh faktor-faktor lingkungan sosial hingga wacana tersebut dimunculkan. 

Fokus yang diamati van Dijk meliputi percakapan, wawancara kerja, debat parlemen, propaganda politik, periklanan, artikel ilmiah, berita, foto hingga film (Ismail, 2008). Sehingga wacana dalam bentuk apapun pada dasarnya merupakan suatu konstruksi yang bersifat ideologis. Analisis wacana pula menekankan pada kaitan proses produksi wacana dan upaya pengulangan wacana tersebut dihasilkan.  
 
Catatan Akhir  Pemahaman dekonstruksi tentu menjadi hal baru dalam proses pencarian makna suatu konsep atau istilah. Gagasan dekonstruksi yang banyak diadopsi oleh filsuf post-modernisme, tentu menjadi kritikan terhadap pola berpikir rasional-empiris khas pemikiran modern. Pola pemikiran post-modernisme yang tidak hanya berpijak pada rasionalitas dan empiris, menghadirkan corak pemikiran seperti intuisi yang nantinya berpengaruh terhadap pemahaman konteks suatu wacana. 

Fenomena mahasiswa berprestasi yang dikaji menggunakan pendekatan post-modernisme dengan beberapa analisis dari karya Foucault "History of Madness" dan Roland Barthes berjudul "Mythologies", dapat disimpulkan bahwa pemaknaan suatu konsep atau wacana selalu berkembang, dan terdapat relasi yang kuat antara kekuasaan yang hadir dalam bentuk bahasa dengan proses mitologisasi agar dijadikan kebenaran umum.  

Hingga pada akhirnya, konstruksi wacana bergerak dinamis mengikuti kondisi sosial dan kepentingan kekuasaan. Tentunya pemahaman mahasiswa berprestasi sebagai suatu makna yang tunggal, maka pada saat tersebut pula dimunculkannya mitos dalam mempengaruhi wacana publik. 

Sehingga, upaya dalam menyadari motif adanya mitos modern tersebut, dengan menggunakan analisis wacana kritis dan penemuan makna baru, yang diperoleh dengan cara memberikan makna tersendiri terhadap suatu konsep atau realitas hidup sehari-hari. 

Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk defend dari arus wacana yang hanya dimaknai tunggal. Sebagai contoh diatas, istilah mahasiswa berprestasi yang hanya dimaknai tunggal tentu terdapat kebebasan individu dalam proses pemberian makna tersebut, agar tidak terjebak pada mitos yang dibuat oleh penguasa untuk menjaga dominasi mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun