Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Aman dari Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

7 September 2021   12:28 Diperbarui: 9 September 2021   16:53 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.theguardian.com

Instasi kerja yang tidak menyelesaikan persoalan pelecehan kerja di lingkungannya secara tuntas justru akan mengalami persoalan berkelanjutan. Berikut adalah persoalan psikologis yang dapat terjadi di lingkungan kerja yang tidak tuntas menyelesaikan pelecehan seksual:
1. menurunnya produktivitas kerja
2. meningkatnya konflik antar orang/tim kerja
3. menurunnya kepuasan kerja
4. turn-over tingi, atau kehilangan tenaga kerja
5. meningkatnya absen tenaga kerja
6. budaya kekerasan dan pelecehan seksual subur di lingkungan kerja
7. mahalnya biaya yang harus ditanggung (pengacara-peradilan jika terjadi tuntutan pidana, perawatan gangguan kesehatan) karena masalah berlarut-larut

Memperbaiki lingkungan kerja dan sikap pemakluman pelecehan seksual di tempat kerja

Pelecehan seksual dapat terjadi di berbagai konteks kerja, seperti: pabrik, sekolah/universitas, dan berbagai bidang bisnis. Industri jasa dan hiburan cukup menghadapi resiko pelecehan seksual yang cukup tinggi (Yeater, & O'Donohue, 1999). Misalkan, demi bisa mendapatkan pekerjaan menjadi artis, harus mau melayani keinginan seksual calon Bos; atau pelayan diminta mau melayani keinginan seksual tamu karena dijanjikan uang/hadiah.

Pelecehan seksual di tempat kerja dapat terjadi dalam relasi antar pribadi di dalam konteks lingkungan kerja; artinya, pelaku dan korban biasanya saling mengenal satu dengan yang lain, misalkan: atasan-bawahan, antara kolega, pemberi layanan-pengguna layanan. Namun dapat juga dilakukan oleh orang yang tidak dikenal yang juga berada di lingkungan kerja, misalkan: tamu hotel.

Ada beberapa persoalan budaya kerja yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya pelecehan seksual:
1. Perbedaan kekuasaan yang terlalu besar antara atasan dan bawahan; atau antara customer dan pelayan/penyedia jasa; atau antara senior dan junior. Perbedaan kekuasaan yang sangat mencolok disertai lemahnya jalur komunikasi terbuka untuk menyuarakan hak dan persoalan pekerja, membuat kekerasan bisa digunakan oleh pelaku (si pemilik kuasa) menjadi cara menekan korbannya, termasuk menggunakan kekerasan seksual di tempat kerja (Easteal & Judd, 2008).
2. Budaya permisif terhadap lelucon seksual. Sikap membiarkan dan memaklumkan terjadinya lelucon dan komentar seks yang melecehkan orang lain secara seksual, serta membuat perilaku seksual yang menyertai (misalkan sentuhan, pandangan); walaupun sudah tergolong merugikan/menyakiti/merendahkan orang lain (Samuels, 2003).

Jika hal-hal ini terjadi, maka perlu segera dilakukan intervensi/upaya memperbaiki faktor-faktor resiko di lingkungan kerja. 

Untuk mengurangi jarak kekuasaan yang terlalu besar, maka saluran komunikasi antara pekerja dan managemen harus dibuat terbuka dan luwes. Pekerja seharusnya memiliki saluran komunikasi yang dapat dipercayai ketika perlu melaporkan telah terjadinya tindak pelecehan seksual (tidak akan mendapatkan intervensi yang tidak adil dari pengelola/manajemen). 

Saluran komunikasi ini harus dikelola bersama baik pihak manajemen dan pekerja. Perusahaan juga perlu memiliki sistem aturan yang jelas mengenai disiplin kerja yang adil dan non-diskriminatif, serta menerapkan konsekuensi pelanggaran yang tegas bagi pelaku pelecehan seksual.

Sedangkan untuk merubah budaya permisif pelecehan seksual, perlu dilakukan pelatihan berkala untuk melatih kapasitas pekerja untuk mengidentifikasi dan mengelola secara tepat persoalan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungannya. 

Sikap seksis dan konservatif perlu dibongkar karena biasanya digunakan oleh pelaku untuk menjustifikasi perilakunya. Pelatihan kepekaan kekerasan dan gender, serta pencegahan pelecehan seksual sebaiknya diberikan bagi seluruh tenaga kerja untuk memahami peran, hak dan tanggungjawabnya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi semuanya.

Seluruh pekerja harus berusaha mencegah agar faktor beresiko tidak berkembang menjadi perilaku pelecehan seksual yang akan merugikan korban dan nama baik institusi kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun