Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pornografi Mengancam Pribadi, Relasi, dan Komunitas (Bagian II)

4 Februari 2021   22:17 Diperbarui: 27 Oktober 2021   16:50 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adiksi Pornografi - salah satu kecanduan non-zat| startribune.com

Perempuan adalah obyek seks, misalkan, sering bercanda dan berkomentar kotor tentang bagian tubuh perempuan, mengobyektifikasi perempuan sebagai pemuas seks tanpa melihat pribadinya sebagai manusia. Jika perempuan tidak bisa memuaskan pasangannya, dengan mudah perempuan dibuang dan diganti perempuan baru (seperti perempuan di pornografi yang selalu bisa diganti atau jika bosan mencari figur/video baru).

Orang dari kelompok etnis minoritas (berkulit hitam atau dari negara berkembang/negara miskin) dan memiliki kecatatan juga digambarkan sebagai orang dari kelompok yang lebih lemah, mudah dimanipulasi dan bodoh, serta submissive. Sebagai akibatnya, pengguna pornografi yang mengakses tayangan yang melibatkan marginalisasi kelompok minoritas dan cacat bisa mengembangkan sikap dan perilaku yang melemahkan mereka.

Cara pandang negatif yang didapat dari pornografi ini bisa diaktualisasi baik secara sadar atau tidak disadari oleh pengguna pornografi. Namun, biasanya orang di sekitarnya, atau pasangannya bisa mengenali sikap dan perilaku negatif ini.

Pornografi menciptakan standar kecantikan fantasi
Dalam kepala pecandu pornografi, perempuan bisa menjadi "piala". Namun, agar layak dijadikan piala, perempuan perlu tampak menggairahkan, seksi; harus memenuhi kriteria menarik secara seksual bagi kebanyakan laki-laki. Pornografi bisa membentuk standar kecantikan perempuan. 

Kriteria kecantikan pornografi dikembangkan dari stimulus super-normal, maka bisa bertransformasi menjadi fantasi - tidak realistis, "seks akan memuaskan jika dilakukan dengan perempuan yang selalu muda, menggairahkan, cantik, menuruti perintah, selalu siap memuaskan, harus mau bereksperimen dan sebagainya".

Pasangan yang menua atau tidak seperti gambaran kecantikan di pornografi, menjadi tidak menarik. Ilusinya adalah untuk berhubungan seks dengan perempuan yang selalu muda. Jika kriteria-kriteria fantasi tersebut tidak ditemukan di pasangannya saat ini, maka pecandu pornografi lebih mungkin mencari fantasinya di tempat lain.

Berbagai cara bisa dilakukan, perselingkuhan dengan perempuan yang mendekati fantasinya, atau mau mewujudkan fantasi seksualnya, atau mengakses prostitusi, atau menggunakan sex doll. 

Sayangnya, hal-hal ini mengikis kemampuan seseorang untuk membentuk relasi antar manusia yang bermakna dalam jangka panjang (kesulitan membangun komitmen), dan pada kelanjutannya akan mempengaruhi keberlanjutan komunitas kita.

Pornografi dan eksploitasi manusia
Salah satu dokumenter di Netflix "Hot girls wanted" (2015) menunjukkan sisi lain dari gemerlap industri pornografi dan fantasi gairah yang mereka jual. Image yang ingin dijual: pornografi dilakukan secara profesional. Kenyataannya, banyak video porno dibuat dengan mengeksploitasi manusia. 

Dokumenter menunjukkan bahwa gadis remaja bisa digiring dan akhirnya terjerumus ke industri pornografi amatir di Miami, Amerika Serikat. Remaja dibujuk masuk dan dieksploitasi dalam industri pornografi, dengan menggunakan rasa ingin tahu dan ingin bersenang-senang, rasa bersalah dan keterlanjuran, dan juga ketertarikan pada uang.

Dengan teknologi media sosial, hal ini bisa dilakukan dengan lebih mudah. Dari posting foto seksi di media sosial, hingga terlibat dalam pembuatan video porno hardcore (Bershire, 2015). Remaja lebih mudah dimanipulasi dan dieksploitasi untuk memproduksi video porno karena kurang pengalaman serta kurang mampu bersikap asertif. Ini terjadi di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun