Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pornografi Mengancam Pribadi, Relasi, dan Komunitas (Bagian I)

24 Januari 2021   00:07 Diperbarui: 5 Oktober 2021   07:38 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kasus pornografi. (Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO/APP)

Di negara-negara dimana situs pornografi bisa diakses secara gratis ditemukan peningkatan penggunaan yang signifikan berkisar 4-24% di tahun 2020 (Mestre-Bach dkk., 2020).

Akses pornografi biasanya dilakukan sebagai bagian dari masturbasi (Solano, Eaton, & O'Leary, 2020). 

Faktor kepribadian juga bisa mempengaruhi penggunaan pornografi intensif, misalkan, tingkat konsumsi pornografi yang tinggi lebih dilakukan orang yang tergolong pencari sensasi, memiliki ketertarikan terhadap pengalaman emosi seksual (ada yang sangat menyukai - erotophilia, ada juga yang takut menghindari - erotophobia), dan memiliki ciri narsisisme (Grubbs dkk., 2019; Zattoni dkk., 2020).

Selain itu, konsumsi pornografi juga dilakukan untuk memunculkan hasrat seksual dan dalam rangka memperkuat aktivitas seksual, atau juga karena bosan sehingga mencari hal baru di pornografi (Zattoni dkk., 2020). 

Orang-orang yang mengalami stress juga bisa memilih mengkonsumsi pornografi secara berlebih, dimana pornografi digunakan sebagai cara cepat untuk mengalihkan perasaan tidak nyaman yang tengah dirasakannya (Paul & Shim, 2008).

Dari berbagai data di atas, dapat kita lihat bahwa berbagai tantangan dan tekanan hidup yang meningkat di masa pandemi ini membuat sebagian orang memilih untuk mengkonsumsi pornografi, bahkan bisa jadi secara berlebihan. Konsumsi pornografi secara berlebihan dapat merusak diri, relasi intim yang kita bangun, bahkan juga berdampak pada kehidupan bermasyarakat.

Pornografi merusak pribadi
Di kehidupan modern ini 82% orang dewasa berusia 18-49 tahun telah menggunakan pornografi dalam bentuk majalah, film dan akses internet. Mayoritas pengguna pornografi adalah laki-laki, namun perempuan pengguna pornografi juga semakin bertambah (di tahun 2016 tercatat 68% laki-laki dan 13,6% perempuan). 

Pornografi juga diakses oleh anak, dimana 93% anak laki-laki dan 62% anak perempuan melaporkan pertama kali melihat pornografi di masa remaja awalnya (sekitar 11-15 tahun). Di masa kini, dimana pornografi semakin mudah diakses lewat handphone dan tablet, bahkan gratis, usia pertama kali anak melihat pornografi menjadi lebih muda, sekitar 11 tahun (Fight The New Drug, 2020). Sebagai akibatnya, 5-8% populasi dewasa akan menjadi ketergantungan pada pornografi dan harus mengkonsumsi secara rutin; dan bisa berkembang menjadi pecandu pornografi (penggunaan pornografi bisa melebihi 11-12 jam per minggu).

Melihat stimulus supernormal akan berpotensi mengalami ketergantungan atau kecanduan. Jika usia pertama kali melihat pornografi sangat muda, maka kemampuan kendalinya masih lemah; sebagai akibatnya, pengguna muda akan menjadi lebih beresiko berkembang menjadi orang yang ketergantungan/kecanduan pornografi atau memiliki kebiasaan merusak yang bertahan sepanjang hidup (life-long toxic habit).

Penelitian neurosains menemukan bahwa bagian otak yang aktif ketika orang menyaksikan pornografi mirip dengan aktivitas otak orang yang sedang kecanduan alkohol, kokain dan nikotin (Love dkk., 2015; Your brain on porn, 2020). Inilah yang membuat menonton pornografi beresiko memunculkan gangguan ketergantungan pornografi (porn addict) dan kecanduan seks (sex addict).

Kecanduan pornografi akan muncul dalam beberapa bentuk:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun