Pada akhirnya ketika mereka dewasa, sebagian besar menjadi laki-laki yang akan melakukan kekerasan jika menghadapi persoalan dalam hidupnya.
Dulu mereka membenci melihat ayahnya memukuli dan menghina ibunya karena adanya masalah; mereka mengutuk setiap kali ayahnya memukuli mereka tanpa ampun karena melakukan kesalahan. Tapi ketika dewasa mereka menyaksikan diri mereka sendiri melakukan hal yang sama. Memukul ketika istri tidak patuh, mendisiplinkan anak dengan memukul dan mencaci supaya hormat padanya sebagai kepala rumah tangga.
Kekerasan dipelajari menjadi cara yang bisa digunakan ketika berhadapan dengan masalah dan stress. Inilah aspek yang merusak, ketidakmampuan menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif, tapi menggunakan kekerasan sebagai cara membuat orang lain yang lebih lemah untuk bisa ditaklukkan dan dikontrol. Inilah penyebab KDRT.
Penelitian ini juga menemukan dampak negatif pada korban anak perempuan. Anak-anak perempuan yang mengalami kekerasan atau menyaksikan kekerasan, sebagian berkembang menjadi remaja yang memiliki harga diri (self-esteem) lebih rendah dari orang muda seusianya. Dan sebagian dari mereka yang mengaku telah memiliki relasi intim melaporkan, bahwa mereka pun berada dalam relasi intim yang dipenuhi kekerasan.
Korban anak perempuan bisa berkembang menjadi perempuan muda yang mengalami kekerasan, kontrol dan manipulasi, penolakan dan penelantaran dari pasangan intim (pacaran/tunangan) mereka. Dan bukan tidak mungkin, berlanjut hingga menjadi pasangannya kelak dalam pernikahan yang akan berisi kekerasan.
Mengapa? Dalam psikologi dijelaskan dengan pola relasi intim yang berkembang di masa dewasa sebenarnya dibentuk sejak masa kanak. Bagaimana cara individu merasa, menerima diri dan berelasi dengan orang lain, awal pembentukannya terjadi sejak masa kanak sebelum usia 2-5 tahun (baca attachment theory). Dan manusia adalah mahluk yang terikat dengan pola.
Pola yang telah terbentuk sejak kanak ini relatif menetap, secara sadar dan tidak sadar dipertahankan. Salah satu indikasinya, ketika dewasa, manusia mencari pasangan relasi intimnya yang bisa memberikan perasaan yang familiar dengan apa yang pernah dialaminya dulu.
Pada anak-anak yang besar di dalam kekerasan, walaupun secara rasional membenci kekerasan, tapi kekerasan memberikan perasaan yang lebih familiar daripada hal lainnya.
Sebagai akibatnya, mereka bisa kembali terlibat dan terikat dalam relasi yang dipenuhi oleh kekerasan.
Korban langsung dan korban tidak langsung
Anak-anak yang tinggal dalam lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi mengalami penelantaran atau menjadi korban langsung; namun juga bisa menyaksikan kekerasan atau korban tidak langsung. Baik korban langsung dan korban tidak langsung mengalami dampak negatif kekerasan yang merusak.
Kemampuan otak manusia memproses informasi dari apa yang dilihatnya (mirroring), membuat korban tidak langsung memproses pengalaman luka di otak, sama seakan-akan ia yang mengalaminya sendiri.