Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hipotesa Gerbang dan Perjalanan Menjadi Pecandu

4 Mei 2020   20:46 Diperbarui: 6 Mei 2020   15:14 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hipotesa gerbang (Gateway Hypothesis) menjelaskan bahwa kecanduan zat psikoaktif berawal dari penggunaan zat yang lebih sederhana, atau disebut sebagai “zat gerbang”, seperti: rokok, ganja, dan alkohol (Kandel, 2002 dalam Kandel, 2006). Dari zat gerbang, lalu berkembang menjadi penggunaan kombinasi beberapa zat sederhana, hingga pada akhirnya menjadi ketergantungan zat yang kompleks dan jamak (multiple). Zat gerbang adalah awal penyalahgunaan zat di masa depan.

Beberapa penelitian menemukan pola hipotesa gerbang. Dari survei di beberapa lokasi di Amerika Serikat, ditemukan sekitar 44,7% dari 6.624 orang mengakui bahwa pernah mengakui mengkonsumsi ganja sebelum menggunakan zat adiktif kompleks, seperti: heroin, kokain (Secades dkk., 2015). Weinberger, Platt, dan Goodwin (2016) menemukan bahwa 27.461 orang melaporkan bahwa mereka mengkonsumsi ganja sebelum alkohol. Hal senada juga ditemukan oleh Kirby dan Barry (2012), dimana dari 14.577 anak usia sekolah melaporkan bahwa konsumsi alkohol dilakukan sebelum menggunakan rokok tembakau, ganja dan zat adiktif illegal lainnya. Hipotesa gerbang ini telah digunakan untuk menjelaskan perjalanan perkembangan perilaku penyalahgunaan zat; dimulai dari zat adiktif yang lebih sederhana lalu berkembang menjadi kecanduan zat yang lebih kompleks (Kandel, 2006).

Selain zat gerbang, juga perlu diperhatian onset atau waktu pertama kali penggunaan dan penyalahgunaannya (Iacono dkk., 2008). Semakin dini usia pertama kali individu menggunakan dan menyalahgunakan zat gerbang, maka semakin tinggi kemungkinannya akan mengalami gangguan penyalahgunaan zat yang lebih berat. 

Berbagai penelitian menyimpulkan onset beresiko adalah di bawah usia 15 tahun; artinya akan lebih tinggi resiko penyalahgunaan zat jika anak pertama kali menggunakan/menyalahgunakan zat gerbang di usia dini. Hal ini terjadi karena pada usia dini, kemampuan pengelolaan diri dan kontrol diri individu belumlah kuat. Sehingga ekspos dan penggunaan berulang lebih tinggi resikonya untuk menjadi perilaku kecanduan. 

Namun, Degenhardt dan kolega (2010) menemukan bahwa hipotesa gerbang hanya tepat digunakan untuk menjelaskan penyalahgunaan zat di tempat dimana akses terhadap zat gerbang cukup mudah, misalkan di Indonesia dimana rokok sangat mudah didapat. Tapi hipotesa gerbang tidak tepat digunakan di tempat dimana akses terhadap zat gerbang tidak mudah. 

Jepang dan Nigeria, diketahui sebagai perkecualian; dimana ditemukan perilaku penyalahgunaan zat dimulai dengan konsumsi obat-obatan adiktif terlarang, bukan dimulai dengan rokok atau alkohol (Degenhardt dkk., 2010). Hal ini terjadi karena rendahnya penggunaan rokok tembakau dan alkohol di Jepang dan Nigeria. 

Belanda juga ditemukan menunjukkan pola yang berbeda, dimana penggunaan ganja tidak signifikan memprediksi penggunaan zat adiktif berat lainnya. Hal ini terjadi karena di konteks Belanda, ganja bukanlah produk illegal dan penggunaannya diatur oleh Undang-undang. Hingga saat ini, belum banyak diketahui mengenai bagaimana pola perkembangan perilaku kecanduan di Indonesia.

Lebih lanjut, stress, faktor personal dan faktor lingkungan sosial juga ditemukan memiliki pengaruh atas kemunculan perilaku penyalahgunaan (Vanyukov dkk, 2003). Penelitian oleh Toumborou (2007 dalam Degenhardt dkk., 2010) menjelaskan bahwa anak-anak dengan problem perilaku eksternalisasi (misalkan: ADHD, agresi, gangguan tingkah laku) dan problem perilaku internalisasi (misalkan: depresi, gangguan makan) menunjukkan resiko yang lebih tinggi mengalami gangguan penyalahgunaan zat. 

Dan penyalahgunaan zat pada anak-anak ini akan semakin memperburuk kondisi kesehatan mental mereka. Stress dan ketidakmampuan pengelolaan masalah yang dipengaruhi faktor psikososial dapat membuat orang lebih mungkin terlibat dalam penyalahgunaan zat. 

Pemahaman ini menunjukkan betapa pentingnya pencegahan penyalahgunaan zat dengan mencegah atau menunda penggunaan zat gerbang. Jika anak sudah mulai mengkonsumsi zat gerbang sejak usia di bawah 15 tahun, resikonya untuk menjadi penyalahguna zat-zat lain yang lebih kompleks menjadi lebih tinggi. Jika masyarakat dapat mengkondisikan agar anak menunda usia mulai menggunakan zat gerbang di atas usia 15 atau 18 tahun, maka kita bisa menurunkan intensitas persoalan kecanduan di masyarakat kita. Asumsinya kemampuan kelola diri usia di atas 15-18 tahun sudah lebih kuat daripada di bawah usia 15 tahun, sehingga mereka lebih bisa diharapkan mengelola perilakunya.

Zat gerbang bisa digunakan target intervensi penyalahgunaan zat. Paling tidak bisa dilakukan dua model pencegahan: 1) Pencegahan primer: segala upaya untuk mencegah atau menunda konsumsi zat gerbang pada orang/anak yang belum pernah mengkonsumsi zat gerbang; 2) Pencegahan sekunder: upaya yang dilakukan pada individu yang telah mengkonsumsi zat gerbang atau “orang-orang beresiko” untuk mendapatkan intervensi rehabilitatif untuk mencegah berlanjutnya perilaku penyalahgunaan menjadi lebih parah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun