Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Mungkinkah Kekalahan Ahok-Djarot Karena Rivalitas Internal Timses?

21 April 2017   06:40 Diperbarui: 21 April 2017   16:00 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Menjelang pilgub dki putaran kedua,19 April 2017 beberapa lembaga survey telah mengemukakan Anies-Sandiaga akan memenangkan pertarungan tetapi masih dengan selisih angka yang tipis dengan perolehan suara Ahok-Djarot.Tipisnya beda angka itu sekitar 2 persen artinya masih dalam lingkup margin error sehingga ketika itu para pendukung Ahok masih punya optimisme yang besar bahwa jagoannya yang akan menang.Karenanya banyak pihak sangat terkejut ketika pada 19 April sore hasil hitung cepat beberapa lembaga survey menyatakan pasangan Anies-Sandiaga memperoleh suara 58 persen menang dengan selisih suara sekitar 16 persen dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Ahok-Djarot pada kisaran 42 persen.
Dengan perbedaan perolehan suara yang sedemikian itu maka wajar muncul berbagai perkiraan kenapa Ahok-Djarot kalah menurut versi hitung cepat.
Merupakan kelajiman pada setiap pilkada termasuk pilgub akan ada dukungan oleh satu atau beberapa tim untuk memenangkan nya.Secara formal ada satu tim yang tercatat atau yang didaptarkan pada Komisi Pemilihan Umum yang disebut dengan Tim Pemenangan.
Tim Pemenangan yang didaftarkan di KPU inilah yang berhak membuat laporan resmi misalnya kalau terjadi penyimpangan atau pun kecurangan dalam pelaksanaan pilkada.Begitu juga yang melaporkan laporan keuangan yang digunakan selama masa kampanye merupakan tanggung jawab Tim Pemenangan dan seandainya ada pemeriksaan penggunaan dana kampanye maka dana Tim Pemenangan inilah yang di audit.
Selain Tim Pemenangan yang terdaftar secara resmi di KPU banyak lagi tim atau kelompok lain ataupun relawan yang ikut berjuang untuk kemenangan calonnya.
Pasangan Calon Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat secara resmi diusung oleh PDI P,Golkar,Nasdem dan Hanura.Secara resmi Tim Pemenangan terdiri dari unsur ke 4 parpol ini ditambah figur lain yang dibutuhkan.
Sangat terbuka kemungkinan masing masing parpol pengusung membentuk lagi kelompok kelompok untuk mengorganisir massa atau juga ikut berkampanye untuk pasangan ini.
Sebelum Ahok diusung oleh parpol telah terbentuk juga Teman Ahok yang mengklaim telah dapat mengumpulkan satu juta ktp penduduk Jakarta yang mendukung Ahok.
Selain itu banyak lagi kelompok kelompok yang dinamakan dengan relawan.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis dikaitkan dengan pilgub DKI ada beberapa hal yang perlu dicermati berkaitan dengan hal ini.
1).Bagaimana kordinasi antar sesama  parpol pendukung
2).Seperti apa kerjasama dan kordinasi antara Tim Pemenangan yang terdaptar di KPU dengan semua kelompok atau relawan.
Koordinasi ini penting agar masing masing kelompok tidak jalan sendiri sendiri karena bukan tidak mungkin di lapangan terjadi ketidak harmonisan karena terlalu bersemangat untuk menjadi " pahlawan" untuk memenangkan pasangan calon.
3). Dalam prakteknya di lapangan sering juga muncul rivalitas diantara sesama relawan
malahan juga muncul tudingan bahwa kelompok relawan yang lain kurang aktip .
4).Adakalanya ada relawan yang kurang memahami peraturan kampanye sehingga disadari atau tidak disadarinya telah melakukan tindakan kampanye yang justru bertentangan dengan peraturan yang berlaku.Beredarnya issu ( atau fakta?) adanya pembagian sembako atau sapi atau mi instan kemungkinan besar dilakukan oleh tim relawan ini.
Kemudian walaupun pasangan calon Ahok-Djarot diusung oleh 4 parpol tetapi nyatanya kesan masyarakat bahwa paslon tersebut lebih banyak dipersepsikan sebagai calonnya PDI P .Lalu muncul pertanyaan apakah militansi kader  ke 3 parpol pengusung lainnya sama dengan militansi kader PDI P untuk memenangkan pasangan ini?.Andainya pasangan tersebut memenangkan kontestasi pilgub maka gambaran masyarakat hal tersebut merupakan kemenangan PDI P sama halnya sekarang kalahnya pasangan tersebut menurut versi hitung cepat juga dimaknai sebagai kekalahan partai berlambang moncong putih tersebut dan tidak terlalu banyak orang yang menyebut bahwa kekalahan itu juga kekalahan Golkar,Nasdem dan Hanura.
Selanjutnya menjelang putaran kedua Pilgub DKI,PDI P mengerahkan kader kadernya terutama anggota DPRD Kabupaten/Kota untuk datang di Jakarta ,berkampanye untuk memenangkan Ahok-Djarot.Bagaimana pandangan para kader atau relawan Jakarta tentang hal tersebut.Apakah mereka menilainya positip atau justru sebaliknya mereka dianggap kurang mampu atau kurang gesit sehingga dibutuhkan bantuan dari daerah.
Munculnya pertanyaan di pikiran Penulis tentang kemungkinan terjadinya rivalitas ini karena menurut hasil real count KPU DKI putaran kedua yang diumumkan pada Kamis,20 April 2017 pukul 21.15 Wib,perolehan suara Basuki Tjahaja Purnama -Djarot 42,05 persen dan Anies-Sandiaga 57,95 persen.Perolehan suara pasangan Basuki-Djarot tidak banyak bergerak dari hasil yang pada pilgub putaran pertama 42,99 malahan ada sedikit penurunan.
Tentu banyak faktor penyebab tidak bergeraknya perolehan suara ini dan kemungkinan besar salah satunya karena ada rivalitas pada internal tim sukses.
Salam Persatuan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun