Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tanda Tanya Mengapa Terkesan Pemerintah Bersikap Mendua terhadap UU MD3?

22 Februari 2018   09:21 Diperbarui: 22 Februari 2018   13:50 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang paripurna DPR (KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Pebruari 2018 telah mengesahkan Undang Undang Tentang MPR,DPR ,DPD,DPRD yang dikenal sebagai UU MD3. Sejatinya UU yang baru disahkan ini merupakan revisi UU MD3 yaitu UU Nomor 17 Tahun 2014, Seperti diketahui sejalan dengan konstitusi kita ,pembahasan dan pengesahan Undang Undang selalu menyangkut dua pihak yaitu Pemerintah ( Ekseskutif) dan DPR RI ( Legislatif).

Sejak pembahasannya sampai kepada pengesahannya ,UU MD3 sangat banyak mendapat reaksi dari masyarakat. Kalau ditelisik semua komentar itu bermuatan kepada satu hal: beberapa pasal pada undang undang itu dirasakan kurang pantas dan kurang layak karena tidak sesuai dengan semangat demokrasi.

Pasal pasal yang dikritik itu antara lain:

1).Pasal 122 huruf k yang berbunyi Majelis Kehormatan Dewan ( MKD) bertugas mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap orang perseorangan ,kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Terhadap pasal ini muncul reaksi publik karena dengan dalih " merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR"maka setiap kritikan kepada Senayan dan anggotanya akan selalu dibayang bayangi tuduhan merendahkan dewan dan anggotanya.

Keadaan ini akan memunculkan suasana " tumpul kritik" terhadap lembaga dan anggota yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Sangat tipis beda antara kritik dan anggapan bahwa kritik itu merendahkan kehormatan dewan. Dengan dicantumkannya pasal ini akan mempertegas sikap Senayan yang tidak akan mau dikritik oleh masyarakat.

2).Pasal 73
Dalam klausul pasal ini ,ditambahkan frase " wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.
Frase" wajib" ini ditambahkan pada pasal 73 yang sudah tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2014.
Berkaitan dengan hal ini kita masih ingat ketika Pimpinan KPK tidak berkenan datang memenuhi panggilan Pansus Hak Angket KPK.Untuk kedepan hal seperti ini tidak akan terjadi lagi karena polisi sudah " wajib" untuk memanggil paksa.

3).Pasal 245
Pasal ini berisi ketentuan bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian ijin bagi aparat penegak hukum. (Disarikan dari Kompas.com ,13/2/2018)

Seperti diketahui pada Rapat Paripurna DPR RI tentang pengesahan UU MD 3 itu ,8 fraksi menyatakan setuju sedangkan 2 fraksi walk out atau meninggalkan sidang.

8 fraksi yang setuju itu ialah : 1).PDI Perjuangan,2).Partai Golkar,3).Partai Demokrat,4).Partai Hanura,5).Partai Gerindra,6).Partai Keadilan Sejahtera,7).Partai Amanat Nasional dan 8).Partai Kebangkitan Bangsa. Sedangkan fraksi yang walk out adalah,1).Partai Nasdem dan 2).Partai Persatuan Pembangunan.

Dari sisi konfigurasi kekuatan politik di DPR terlihat bahwa Gerindra,PKS dan PAN yang kerap dianggap berseberangan dengan kebijakan partai pendukung pemerintah juga menyatakan persetujuannya terhadap undang undang ini.Malahan justru Nasdem dan PPP yang dianggap partai pendukung pemerintah lah yang meninggalkan sidang ( walk out).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun