Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Benteng A Famosa Jejak Keperkasaan Portugal di Malaka

10 Agustus 2017   00:48 Diperbarui: 10 Agustus 2017   01:33 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di pintu benteng A Famosa,Dok Pribadi

Malaka nama yang cukup familiar kita dengar. Mungkin untuk sebahagian dari kita nama Malaka lebih awal akrab di telinga ketimbang Kuala Lumpur. Sewaktu anak-anak kita sudah mendengar adanya Selat Malaka. Malahan dulu ada lagu Malaysia yang populer dan salah satu baitnya menyatakan "dari Melaka ke Negeri i Pahang".

Pelajaran sejarah di sekolah dulu juga selalu menyebut Malaka yang selalu diperebutkan oleh berbagai kekuatan para penjajah. Mungkin banyak Kompasianer yang sudah sering ke Malaka tetapi saya baru dua kali berkunjung ke negeri yang memendam sejarah masa lalu yang kaya itu. Kunjungan pertama saya ke Malaka tahun 2015 dan kunjungan kedua pada 5 Agustus 2017 yang lalu.

Dengan menumpang mobil teman, kami berangkat dari Kuala Lumpur melalui jalan tol yang di Malaysia disebut Lebuh  Raya. Jalan tol yang begitu mulus kami lewati dan sekitar 3 jam perjalanan, tibalah kami di Malaka.

Begitu memasuki Malaka, ada semacam perasaan ganjil mulai menghinggapi batin saya. Mulai terbayang bandar Malaka yang pastinya sejak dari dulu sudah merupakan pelabuhan laut internasional. Para "orang putih" sejak dulu sudah silih berganti datang ke bandar ini. Ada yang berniat tinggal disana  untuk beberapa lama tetapi ada juga yang sekedar singgah kemudian melanjutkan perjalanannya ke tempat lain.

Tentulah bandar Melaka merupakan bandar yang ramai dipenuhi oleh kapal-kapal layar. Memasuki kota Melaka, mulai terasa kemacetan karena seperti yang dikatakan teman-teman di Kuala Lumpur pada hari Sabtu dan Minggu para pelancong dari Semenanjung Malaya dan juga dari Singapura banyak yang berkunjung ke kota ini.

Dari berbagai sumber  yang saya peroleh, Pemerintah Malaysia dan juga Pemerintahan di Malaka telah berjaya menata sebuah lokasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan bersejarah. Malahan penataan dan pemugaran pada lokasi tersebut mendapat pengakuan dari UNESCO, sebuah badan PBB yang bergerak dibidang kebudayaan dan pendidikan.

Sebelum memasuki kawasan bersejarah, kami singgah sebentar untuk makan siang yang menyajikan masakan kampung ala Melayu. Makanan di restoran tersebut tidak terlalu mahal. Pada papan menu yang dilengketkan di dinding ada catatan bahwa semua harga makanan di restoran tersebut dipantau oleh sebuah badan yang mungkin kalau di Indonesia sejenis Lembaga Perlindungan Konsumen. Menurut saya hal ini penting karena di beberapa lokasi wisata di negeri kita adakalanya terasa harga yang ditawarkan mencekik leher, kemahalan. Kalau hal seperti ini terjadi tentu untuk berikutnya para wisatawan akan malas berkunjung lagi.

Dengan pengalaman kecil di Warung nasi tersebut saya sudah mendapat gambaran awal bagaimana Malaysia mengemas tempat tempat pelancongannya. Mobil kami parkir agak jauh dan mulailah kami jalan kaki dan memperhatikan satu persatu bangunan bangunan tua yang ada di lokasi tersebut.

Terlihatlah bangunan-bangunan tua yang ada tertata dan terpelihara dengan rapih. Bangunan-bangunan ini memberi tanda betapa pentingnya Malaka di masa lalu. Jujur diakui, karena usia sudah kepala enam dan waktu itu sinar matahari mulai terasa menyengat saya, berjalan agak perlahan dan kemudian tibalah kami di pintu gerbang sebuah benteng yang disebut A Famosa yang dalam bahasa Portugal berarti "terkenal".

Menurut beberapa buku sejarah, benteng ini merupakan salah satu sisa Arsitektur Eropa paling tua di Asia. Gerbang kecil, pintu masuk ke benteng yang disebut Porta De Santiago merupakan satu satunya bagian benteng yang masih utuh. Dari prasasti yang ada di pintu gerbang benteng, diketahui lah benteng ini dibangun tahun 1511 oleh Alfonso D' Alboquerque. Admiral Portugal ini menaklukkan Malaka pada 10 Agustus 1511 sehingga Sultan Malaka melarikan diri ke Riau.

Malaka kemudian dijadikan Portugal sebagai basis pangkalannya dan dari Malaka, Portugal memperluas rentang kekuasaannya ke arah timur ke daerah-daerah penghasil rempah-rempah seperti Maluku. Pada Desember 1511, Admiral Alfonso mengirim tiga kapal dibawah pimpinan Antonio de Abreu menuju Madura, Bali, Lombok, dan Aru.

Kehadiran Portugal di Malaka mengakibatkan terjadinya berbagai perlawanan antara lain pada 1513 pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Malaka tapi dapat dipukul mundur Portugal. Salah satu perang besar yang terjadi di benteng ini ialah ketika Dipati Yunus menyerang yang konon kabarnya membawa ratusan buah kapal yang dipenuhi laskar. Tapi benteng A Famosa tidak dapat ditaklukkan. Dipati Yunus sendiri gugur dalam perang tersebut.

Di halaman benteng ini masih dipajangkan meriam-meriam kuno dan dari meriam inilah dulu peluru dimuntahkan untuk menghancurkan siapa saja pun yang ingin merebut Malaka. Didalam benteng terlihat beberapa kuburan orang Belanda yang tentunya menandakan Belanda pernah juga menguasai benteng ini.

Tidak terlalu jauh dari pintu gerbang benteng, jalan yang dilalui dengan berjalan kaki mulai mendaki dan sampailah ke puncak bukit. Berdiri di puncak bukit  terlihat Malaka berada dibawah kita, karenanya sungguh strategis lokasi ini yang juga mampu mengontrol kapal-kapal yang berlayar di laut.
Benteng ini sesungguhnya sangat luas karena didalam benteng dulunya ada rumah sakit, gereja, dan gudang amunisi. Benteng ini juga dilengkapi dengan menara-menara pengintai.

Lebih dari tiga abad A Famosa berdiri sebagai benteng yang tangguh dan angkuh tetapi kemudian pada ke XIX benteng ini dihancurkan oleh Inggris melalui Gubernur Jenderal yang berkedudukan di Pahang. Untunglah sebelum semuanya menjadi runtuh, rata dengan tanah, Sir Stamford Raffles penguasa Inggris yang mencintai sejarah menghentikan penghancuran itu. Andainya Raffles tidak menghentikannya maka kita akan kehilangan jejak tentang benteng besar milik Portugal tersebut.

Didalam lokasi benteng ada juga bangunan Gereja St Paull yang juga sudah terlihat sangat tua. Banyak sekali wisatawan yang berkunjung dan berfoto di bangunan gereja tersebut. Pada dinding gereja disandarkan batu-batu nisan besar. Didalam gereja ini juga ada beberapa buah kuburan antara lain kuburan Jan Van Riebeeck, Gubernur Belanda. Gereja St Paull diubah oleh Belanda menjadi makam tempat penguburan orang Belanda sesudah sebuah gereja baru dibangun di dekat Stadthuys .

Dari papan penerangan yang ada di depan gereja St Paull diperoleh informasi bahwa misionaris terkenal St Francis Xavier menjadi pengkhotbah rutin pada gereja ini. Selain benteng A Famosa didekatinya juga ada bangunan yang disebut Stadhuys. Kemungkinan besar bangunan ini di masa pemerintahan Belanda dulu digunakan sebagai pusat pemerintahan.

Hal yang menarik lainnya dekat Stadthuys ada lapangan sejenis alun-alun dan bangunan di sekitarnya dicat berwarna merah. Di alun alun yang juga sering disebut sebagai The Red Dutch Square para pelancong tumpah ruah menikmati kawasan tua tersebut. Otoritas Malaka kelihatannya sangat sungguh-sungguh membenahi kawasan bangunan tua ini malahan sekarang ini dekat dengan kawasan tersebut sudah ada Malaka Cruise River. Kita naik boat sekitar 40 menit mengitari sungai dan orang Malaysia menyebutnya seperti kita berada di Venesia Itali. Sungai yang kita layani cukup bersih dan di kiri kanan sungai terlihat tidak hanya  bangunan-bangunan modern tetapi juga bangunan tradisional, rumah-rumah kampung yang tertata dengan rapi.

Untuk penggemar jogging di seputaran sungai ada juga track sepanjang 6,2 km. Uniknya disana  terpampang keterangan, kalau kita berjalan sejauh 6,2 km berapa kalori yang terbakar dan digambarkan kalori tersebut setara dengan berapa butir telur misalnya. Melihat banyaknya pelancong asing yang datang di Malaka menunjukkan kawasan atau bangunan tua semakin menarik perhatian wisatawan. Karenanya sudah sangat tepatlah Jakarta terus menata Oud Batavia sehingga para wisatawan akan semakin nyaman.

Dan di Malaka ketika matahari mulai bersembunyi dibalik ufuk kami pun meninggalkan kota tua itu dengan sejumlah kenangan manis.

Selamat Melancong!
Malaka,5/8/17

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun