Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Istilah Baru, Masalah Lama: Mengurai Kebijakan Pendidikan yang Terkesan Kosmetik

4 Mei 2025   12:13 Diperbarui: 6 Mei 2025   13:58 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Guru SD yang mengajar di kelas. Siti Saudah, Guru SDN Lawinu Tanarara, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur(DOK. Kemendikbudristek via kompas.com)

Sejak pelantikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti pada 2024, berbagai kebijakan pendidikan baru diperkenalkan dengan istilah-istilah yang terdengar inovatif. 

Namun, di balik terminologi tersebut, muncul pertanyaan mendasar: apakah perubahan ini benar-benar membawa transformasi sistemik dalam pendidikan, atau sekadar rebranding dari kebijakan sebelumnya?

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan-kebijakan tersebut lebih bersifat kosmetik daripada substantif. Dengan mengganti istilah tanpa perubahan mendalam dalam implementasi dan dukungan sistemik, risiko kebingungan di kalangan guru, siswa, dan orang tua semakin meningkat. 

Artikel ini akan mengulas beberapa kebijakan terbaru, seperti penggantian Ujian Nasional dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) dan penerapan pendekatan Deep Learning, serta dampaknya terhadap pelaku pendidikan di lapangan.

Rebranding Kebijakan: Antara Inovasi dan Kebingungan

Perubahan nomenklatur dalam kebijakan pendidikan sering kali bertujuan untuk mencerminkan semangat baru atau pendekatan yang lebih relevan. 

Namun, tanpa disertai penjelasan yang memadai, perubahan ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan pemangku kepentingan pendidikan. 

Sebagai contoh, penggantian Ujian Nasional (UN) dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada tahun 2025 menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi dan tujuan dari TKA tersebut. 

Meskipun TKA dirancang sebagai asesmen individual untuk memvalidasi nilai rapor siswa, kebijakan ini belum sepenuhnya dipahami oleh siswa dan orang tua (Kompas.com, 2025).

Kebingungan semakin meningkat ketika TKA tidak menjadi penilaian standar kelulusan jenjang SMA, namun tetap menjadi pertimbangan dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2026. Hal ini menimbulkan ketidakpastian mengenai pentingnya mengikuti TKA bagi siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyatakan bahwa siswa yang tidak mengikuti TKA tidak akan mendapatkan konsekuensi apapun, namun hasil TKA akan menjadi pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa baru (Kompas.com, 2025).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun