Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Membawa "Paris Agreement" ke Dapur Rumah Tangga Indonesia

23 Oktober 2021   05:07 Diperbarui: 5 April 2022   16:17 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembakaran sampah rumah tangga adalah salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (Shutterstock/Smerbystudio)

Salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca adalah pembakaran sampah rumah tangga---sampah yang keluar dari dapur rumah tangga Indonesia, baik sampah jenis organik dan bukan organik/anorganik. Hal inilah yang membuat Paris Agreement menjadi relevan untuk dibawa ke dapur rumah tangga di Indonesia. 

Persetujuan Paris atau Paris Agreement merupakan perjanjian dalam Konvensi Perubahan Iklim di bawah PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) mengenai mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi, serta aspek pendanaannya. Persetujuan Paris dinegosiasikan oleh 195 negara dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-21 di Paris, Prancis. Hal yang ingin dicapai adalah menjaga agar kenaikan suhu bumi yang kita tinggali ini bisa di bawah 2 derajat celsius. Para ahli memprediksi bahwa akan banyak masalah bagi kita dan lingkungan jika suhu bumi naik 2 derajat celcius.

Salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca adalah pembakaran sampah rumah tangga---sampah yang keluar dari dapur rumah tangga Indonesia, baik sampah jenis organik dan bukan organik/anorganik. Hal inilah yang membuat Paris Agrement menjadi relevan untuk dibawa ke dapur rumah tangga di Indonesia. 

Jenis sampah rumah tangga yang menjadi perhatian dunia belakangan adalah sampah plastik, mengingat konsumsinya yang terus meningkat sementara penanganan plastik pasca konsumen (plastik setelah dipakai) belum begitu baik di Indonesia.

Baru-baru ini peneliti berhasil menghitung emisi sampah plastik selam sepanjang siklusnya yakni menyumbang 3,8 persen emisi gas rumah kaca secara global dan itu hampir dua kali lipat dari emisi sektor penerbangan. Hal ini terungkap dalam penelitian belum lama ini oleh Jiajia Zheng dan Sangwon Suh (2019) yang dimuat dalam Nature Climate Change.

Sebagai negara berkembang dengan populasi penduduk terbesar ke-4 di dunia, Indonesia banyak menggunakan produk berbahan plastik dan konsumsi kertas/kardus.

Perabotan rumah tangga berbahan plastik harganya murah sehingga cukup luas digunakan oleh rumah tangga di Indonesia.

Bahan plastik juga menjadi pilihan bagi industri untuk mengemas produk makanan, minuman, kosmetik, oli, pelumas kendaraan, komponen otomotif, dan tas belanja plastik yang luas pemakaiannya di Indonesia.

Hal tersebut di atas membuat aliran limbah plastik di Indonesia sangat besar serta menimbulkan masalah lingkungan. Sampah plastik menjadi masalah lingkungan di Indonesia karena plastik pasca konsumen belum tertangani dengan baik.

Sistem penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga---terminologi umum yang dipakai di Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah, secara umum belum banyak berubah selama beberapa dekade terakhir. Instansi pemerintah terkait mengambil pendekatan mengangkut sampah ke tempat pembuangan akhir, untuk ditumpuk lalu dikubur dengan alat berat.

Cara tersebut dapat menjadi solusi jangka pendek. Namun, bukan cara terbaik serta berkelanjutan karena sampah terus meningkat jumlahnya dan akan menuntut anggaran yang lebih besar untuk biaya pembelian armada sampah, biaya pemeliharaannya, gaji tenaga kerja, serta biaya penggunaan alat berat yang dioperasikan di TPA (tempat pembuangan akhir) sampah.

Sedikit tinjauan tentang sistem ini. Dalam kondisi pelayanan sampah yang prima, pengangkutan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga hanya dapat menjangkau 70 persen dari timbulan sampah harian di perkotaan. Sekitar 30 persen sampah yang tidak terjangkau oleh sistem pengangkutan sampah, dilenyapkan oleh penduduk dengan cara dibakar atau terbuang ke sungai yang kemudian berakumulasi di lautan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun