Mohon tunggu...
Mappa Sikra
Mappa Sikra Mohon Tunggu... Jurnalis - One Life, live it

pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka Juga Ingin Sekolah

8 Maret 2020   08:38 Diperbarui: 8 Maret 2020   09:00 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim Deperteman Sosial,Jakarta, berencana membuat film dokumenter di komunitas Punan Basap, Teluk Sumbang.  Kampung di ujung selatan pesisir Berau, Kalimantan Timur. Tim ini ingin merekam bagaimana kehidupan mereka dulu. Komunitas Adat Terpencil, bagian dari tugas Departemen tersebut.

Saya ikut menemani. Transportasi darat belum ada waktu itu. Dimulailah pekerjaan yang menghabiskan waktu seminggu.  Seminggu itu pula saya berada di lokasi. Selama pembuatan film itu, keluarga Punan Basap berpakaian seperti dulu yang apa adanya.  Tinggal di dalam goa batu. Bagaimana berburu untuk kebutuhan makanannya.  bagaimana harus mengisolir sesamanya, bila terserang flu. Sayapun jadi paham. Dan banyak mengenal mereka.

Teluk Sumbang, berada di sekitar pantai. Komunitas Punan Basap menempati daerah perbukitan, sementara penduduk asli (kebanyakan warga Bugis) berada di dekat pantai. Mereka hidup berbaur. Saking akrabnya, warga Punan Basap, juga akhirnya pandai berbahasa Bugis.  Sebaliknya yang Bugispun mahir berkomunikasi dengan bahasa Punan Basap.

Sering dibuat bingung. Ketika bertemu warga yang berbahasa Punan Basap, saya pikir mereka memang warga Punan Basap. Ternyata mereka asal Sulawesi Selatan. Juga jumpa dan berbincang dengan bahasa Bugis yang saya kuasai, ujung-ujungnya lawan bicara saya adalah warga Punan Basap. Hebat, itu peristiwa luar biasa.

Saya tidak tahu, bagaimana hasil editing film dokumenter itu.  Saya tak pernah melihat lagi hasilnya. 

Setelah cukup lama, saya berkunjung lagi ke Teluk Sumbang. Sudah banyak perubahan. Sudah ada listrik solar cell komunal. Rumah warga sudah dilengkapi Parabola. Ada bangunan rumah ibadah. Dan, yang dulu masih dalam gendongan, sudah besar. Saya sudah tidak mengenali anak-anaknya. Merekapun  demikian.

Saya ditemani Pak Ronal Lolang.  Warga Samarinda, yang betah tinggal di Teluk Sumbang.  Dia punya resor namanya 'Lamin Guntur'. Pak Ronal ini dulu terlibat dalam pembuatan film 'Jeram Jeram Cinta'. Pak Ronal, banyak membantu warga punan Basap.  Pak Ronal banyak mempekerjakan warga Punan Pasap di resornya.Sebagai seorang 'guide'. Dan, Pak Ronal lah yang memberi semangat agar anak-anak mereka terus melanjutkan sekolah.

'Mereka juga ingin sekolah' Kata Pak Ronal mewakili perasaan putera-puteri Punan Basap. Persoalannya, di kampung mereka tak ada setingkat SMP.  Harus tinggalkan kampung. Dan, bersekolah di ibukota kecamatan Biduk-Biduk. Berat sekali rasanya, sang orang tua melepas anaknya menjalani hidup mandiri. Bila tidak begitu, anak-anak mereka akan selalu tertinggal.  Tertinggal pendidikannya.

Saya menyaksikan kesedihan itu. Saya merasakan suasana itu. Bagaimana tiga orang anak  perempuan pamit untuk sekolah di Bidukbiduk. Meskipun jaraknya hanya 1,5 jam perjalanan darat, bagi warga Punan Basap, itu jarak yang teramat jauh. Mereka tak bisa melihat wajah anaknya setiap hari.

Si Ibupun menangis. Sang anak berusaha tegar. Mereka tidak diberi uang jajan. Hanya dibekali pisang dan Singkong, hasil panen kebunnya. Pak Ronal berjanji akan membantu mereka. Sehingga tak lagi berada dalam jeram jeram pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun