Mohon tunggu...
Imanuel H. Mimin
Imanuel H. Mimin Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bakar Batu dan Nilai-Nilainya Dalam Kehidupan Masyarakat Papua

12 Desember 2019   18:00 Diperbarui: 28 Mei 2020   16:02 2483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi bakar batu saat Festival Budaya Lembah Baliem di Wamena. -Jubi/Dok 

Oleh : Imanuel H. Mimin

Tanah Papua memiliki beragam suku bangsa dan budaya yang tersebar di seluruh dataran tinggi pegunungan dan lembah, rendah, maupun pesisir pantai pulau Papua.  Pulau yang sering dijuluki sebagai "surga kecil yang jatuh ke bumi" julukan tersebut menggambarkan bahwa pulau Papua adalah pulau yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya saja, tetapi kaya juga dengan keragaman budayanya yang terdapat di kurang lebih "466 suku bangsa[1]" di seluruh Tanah Papua. Beragam suku bangsa, tentu memiliki beragam budaya pula walaupun berbeda secara geografis antara suku satu dengan suku yang lainnya, tetapi kesamaan atau kemiripan pasti ada sebab leluhur bangsa Papua diciptakan sama oleh Sang Maha Pencipta di atas Tanah Papua lalu menyebar luas ke berbagai penjuru pulau Papua. Kemiripan-kemiripan atau kesamaan yang dimaksud antara lain seperti persamaan dalam budaya ritual upacara pernikahan, perkawinan, pemakaman, budaya perang, budaya perdamaian, budaya masakan tradisional, dan masih banyak lagi kemiripan-kemiripan yang lain yang dimiliki oleh kerabat suku di Papua. Contoh dari kemiripan budaya di atas salah satunya adalah budaya bakar batu. Budaya bakar batu adalah upacara memasak tradisional yang dimiliki oleh beberapa suku di wilayah pegunungan tengah Papua. Seperti suku Dani, Ngalum, Ketengban, Damal, Mee, Amungme, yali, dan beberapa suku lainnya, mereka memiliki tradisi yang sama (budaya bakar batu). Metode atau tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya juga sama. Upacara bakar batu sudah diakui sebagai suatu identitas dan jati diri suku bangsa di pegunungan tengah Papua, sebagaimana manusia yang beradab, berbudaya memiliki (budi atau akal) dan solidaritas serta jiwa sosial yang tinggi. Bakar batu sudah menjadi kebudayaan turun-temurun karena dimana setiap kali ada pelaksanaan acara, seperti syukuran atau upacara adat maka masyarakat setempat akan mengadakan bakar batu sebagai rutinitas adat untuk mengucap syukur.

Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang juga bisa dijadikan bukti bahwa bangsa tersebut memiliki sejarah yang panjang. Selain itu, kebudayaan suatu bangsa juga bisa dijadikan ukuran apakah bangsa tersebut maju atau masih tertinggal. Intinya, kebudayaan adalah simbol kebanggaan suatu bangsa[2]. Dengan demikian budaya bakar batu sudah menjadi sebuah identitas bagi suku bangsa yang mempunyai tradisi tersebut. Menurut Robert H. Lowie, bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu (Culture is everything that an individual obtained) dari masyarakat, mencakup kepercayaan (beliefs), adat istiadat (costums), kebiasaan makan (eating habits), norma-norma artistik (artistic norms), keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan (skills obtained instead of creativity itself but is a legacy) masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal[3]. Pandangan yang lain menurut V.H Deryvendak,  kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu[3]. Pada hakikatnya kebudayaan adalah hasil karya manusia yang dipelajari dan diwariskan turun-temurun dari generasi  ke generasi. Hasil karya yang dipelajari dan diwariskan yang dimaksudkan tersebut sama halnya dengan tradisi budaya bakar batu yang juga sudah diturunkan dari generasi ke generasi atau turun temurun hingga pada saat ini.

Budaya bakar batu sangat penting untuk tetap dilestarikan dalam kehidupan berbangsa yang berbudaya pada era revolusi industri 4.0 atau (era informasi) yang dimana kita ketahui bahwa arus globalisasi sangat deras, cepat dan  banyak terjadi asimilasi budaya lokal dimana percampuran budaya begitu banyak dan mengakibatkan beberapa nilai keaslihan budaya loka menjadi hilang. Maka dengan artikel ini harapannya bisa dapat  membantu membangkitkan kesadaran akan pentingnya suatu karya budaya dan tetap melestarikan keaslihan dan keutuhan kekayaan budaya tersebut dimanapun, kapan pun kita berada. Lebih khsus buat masyarakat Papua yang mempunyai Budaya Bakar Batu.

1. Definisi Kebudayaan Secara Umum

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura[4]. Berbicara mengenai kebubudaya adalah hal yang luas karena mencangkup seluruh aspek dalam kehidupan antara lain mengenai cara/pola konsep atau perilaku, kebiasaan, karakter, aturan-aturan (norma) dan nilai-nilai (moral dan etika) dalam kehidupan manusia secara universal. Pengertian atau definisi dari "kebudayaan" telah didefinisikan oleh begitu banyak para ahli dengan pandangan mereka dalam bidang masing-masing seperti di bidang sosiologi, antropologi budaya, filsafat kebudayaan, dan atau ahli pada bidang murni kebudayaan sendiri. Semua ahli mendefinisikan kebudayaan sesuai dengan pemikiran dan pandangan mereka masing-masing. Dari berbagai pandangan para ahli mengenai kebudayaan, mengutip beberapa dari (seputarpengetahuan.co.id & zonareferensi.com 2019) salah satunya adalah pendapat Melville Jean Herskovits seorang ahli antropolog dari Amerika yang mengatakan bahwa, kebudayaan adalah sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik. Superorganik yang dimaksudkan oleh Herskovits yaitu dimana kebudayaan mengalami pewarisan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan meskipun orang-orangnya terus bergantian "budaya tetap ada" dan tidak hilang ditelan waktu. Sedangkan pengertian budaya menurut M. Haris Kebudayaan adalah sebuah cara hidup[3]. Definisi lain datang dari Roucek dan Warren, bahawa kebudayaan itu terwujud bukan hanya seni tetapi juga terwujud dalam benda-benda yang terdapat disekeliling maupun yang dibuat oleh manusia, jadi menurut Roucek dan Warren Kebudayaan adalah "cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunannya dan mengatur pengalaman sosialnya"[3]. 

2. Pengertian Budaya Bakar Batu Secara Umum

Secara garis besar, bakar batu adalah sebuah tradisi memasak makanan dengan menggunakan batu panas. Batu yang dipanaskan di atas bara api digunakan   sebagai media untuk memanaskan daging, sayur dan umbi-umbian.

A. Budaya Bakar Batu                                                                                

Upacara adat bakar batu adalah warisan budaya yang diwarikan oleh nenek moyang dari jaman dahulu hinga pada saat ini  dan masi tetap eksis  dilestarikan oleh masyarakat Papua, khususnya di dataran tinggi pegunungan tengah. Budaya bakar batu adalah suatu tradisi memasak daging, sayur-sayuran dan umbi-umbian dengan menggunakan batu panas yang telah dipanaskan dengan bara api. Tradisi ini (pesta bakar batu) hanya dimiliki oleh masyarakat Papua khususnya suku-suku di daerah wilayah adat Lapago dan Meepago Pegunungan tengah Papua, seperti Wamena, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Yahukimo, Yalimo, deiyai, Mimika (Amungme, Dani dan Damal) serta Paniai dan juga beberapa wilayah lainnya. Budaya ini sudah di wariskan dari generasi ke generasi sampai pada saat ini. Bakar batu sering dilakukan dalam berbagai macam kegiatan untuk memperingati hari besar atau seremonial seperti upacara adat, syukuran atas kesuburan, keberhasilan, persiapan perang, perdamaian setelah berselisih antara dua kubuh, sambut kelahiran anak, pesta natal, menyambut tahun baru, pesta demokrasi (politik), acara pernikahan, simbol perdamaian dan pesta-pesta lainnya. Bakar batu tidak  hanya sebatas acara upacara biasa atau sebatas masak-masak saja tetapi bakar batu memiliki makna atau nilai yang juga berdimensi filosifs atara lain, mengandung nilai sosial, nilai religi, nilai ekonomis, dan nilai politik. Dari pandangan filosofis secara keseluruhan dengan bakar batu memaknai lambang yang bisa membawa kesehatan jiwa manusia, kesuburan dan persatuan.

B. Proses (Kesiapan dan Persiapan) Bakar Batu

Dalam proses melakukan bakar batu, bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu terdiri dari batu, kayu, rumput dan dedaunan. Selain itu bahan makanan yang siap di masak yang paling utama adalah daging babi dan kemudian disertakan dengan sayur-sayuran beserta umbi-umbian dengan jenisnya. Dalam bakar batu tidak diwajibkan hanya menggunakan daging babi atau jenis umbi-umbian tertentu saja, tetapi bebas mau menggunakan daging ayam atau yang lainnya juga bisa. Tetapi khusus untuk upacara adat tetap menggunakan daging babi. Setelah semua itu siap, tidak lupa untuk menyiapkan sebuah kolam (digali) atau lebih tergantung berapa babi yang mau di masak. Kolam  yang di buat atau digali bebentuk seperti wajan dan kedalamannya kurang lebih sekitar 50-60 cm.                                                                                                                                                                                                                       Berikut ini, adalah tahapan dalam proses bakar batu, mulai dari menggali lubang/kolam, menaruh alang-alang, mengatur batu-batu, daun, sayur, dan umbi-umbian di dalam kolam yang sudah disediakan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun