Mohon tunggu...
manmodel rumi
manmodel rumi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Haruskah dengan Emosi untuk Hal Sepele?

22 September 2022   21:08 Diperbarui: 22 September 2022   21:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum Warohmatullohi wabarokatuh

         Saya seorang guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya mengajar di Madrasah Aliyah Negeri Palangka Raya. Saya mulai mengajar sebagai guru di tahun 1995. Selama hampir lima tahun mengajar di Madrasah Tsanawiyah2 Palangka Raya dan pada saat itu saya masih sebagai guru honorer. Tepat di tahun 2000 saya menjadi guru CPNS dan akhirnya menjadi guru PNS sampai sekarang.

        Jika di hitung mulai mengajar dari tahun 1995 sampai sekarang yaitu tahun 2022 maka saya sudah mnjadi guru selama hampir 27 tahun. Perjalanan dan pengalaman mengajar pun sudah saya jalani seperti air mengalir. Berbagai masalah dan peristiwa unik selalu terjadi pada setiap rombongan belajar yang saya ajar dan saya bimbing karena saya menjadi wali kelas. Peristiwa dan kejadian yang mereka alami saya anggap persoalan biasa yang memang dialami oleh semua anak seusia mereka. dari usia anak-kanak menuju remaja dan ketika sudah duduk di bangku sekolah menengah atas mereka sudah di tahap usia remaja yang sedang menuju proses dewasa. 

        Kadang kala pada proses ini di antara mereka terdapat sosok anak yang cenderung berbeda sifat dan sikapnya dengan teman sebayanya. Kemungkinan menjadi anak yang pendiam, menutup diri, pemalu bahkan minder. Namun terdapat siswa yang aktif dalam dunia belajarnya karena memang sudah memiliki logika bahwa masa depanya harus tertata. Kemudian bagaimana dengan anak yang selalu ingin tampil dengan sikap keegoisannya? Dia ingin menang sendiri, ingin benar sendiri, selalu membuat ulah, perkelaihan yang diingini. bahkan cenderung ingin menentang aturan sekolah yang ada. Sehingga dia harus selalu di bawa ke Bimbingan Konseling alias BK untuk mendapat wejangan dan anjuran agar mulai menjadi anak atau siswa baik dan rajin dalam nenuntut ilmunya. 

       Jujur sekarang ini, ketika kegiatan belajar mengajar (KBM) sudah normal seperti sedia kala saya merasa ...terjadi perbedaan sikap yang ada pada para siswa. Apakah karena selama ini mereka terkungkung di rumah, belajar di rumah, bermain di rumah, semua dilakukan di rumah dan hanya dengan keluarga saja mereka bertemu dan bergaul, karena memang selama dua tahun lebih masa pandemi Covid 19 proses KBM melalui daring. Hal tersebut selama ini belum pernah terjadi. 

        Sekarang mereka belajar harus hadir di sekolah, bertemu dengan orang lain, teman sebaya dan harus bersama menghabiskan waktu belajar bersama. Ternyata menurut pandangan saya, mereka kurang siap untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Karena sebulan terakhir ini hampir setiap minggu ada perkelahian. masalah hanya sepele. Karena ke senggol teman waktu bermain futsal mini di lapangan. Kalau tidak itu karena dicengangi oleh orang lain atau teman jadi tersinggung dan pasti berkelahi dan  uniknya ada yang berkelahi karena solidaritas dengan kawan....lengkap pokoknya.

       Fenomena apa ini? Krisis moral? Krisis sosial? atau hilang empati terhadap lingkungan? 

Mengapa saya menanyakan itu?...itulah yang saya rasakan. Bagaimana sikap anak sekarang yang sikapnya cuek terhadap orang lain walaupun orang  itu adalah gurunya..nah apalagi dengan temannya? Beberapa anak yang bermasalah  kemudian dibawa ke BK, bahkan orang tua langsung dipanggil karena tim tatib ingin selesai permasalahan dan tidak berlaurut-larut. Apa yang kami dapatkan setelah orang tua mereka datang? menurut salah satu orang tua dari anak-anak spesia dalam penangannya ini menyampiakan kalau memang anaknya keras kepala, anaknya bahkan berani membuang makanan yang tidak dia suka. 

       Informasi dari salah orang tua siswa sudah menggambarkan kalau putra kita egois, belum bisa menerima kekurangan yang dia terima, sikap positif belum terbentuk sehingga mereka yang memiliki sifat seperti ini memang harus ditangani dengan sungguh-sungguh jika ingin anak tersebut berubah. Mereka harus benar-benar diajari sikap toleransi, menghargai, yang jelas sifat dan sikap yang kaitannya dengan akhlak mulia. Agar mereka dapat bergaul di masyarakat nantinya dan tidak terjurumus ke tindakan  kriminal yang merugikan masa depannya. Semua usaha itu bersumber di lingkungan rumah, keluarga dan didikan orang tua. Guru sebagai orang tua kedua pada saat jam sekolah turut andil dalam preses tersebut namun sebatas waktu atau jam kerja, selebihnya orang tua dan lingkungan dimana dia berada. 

       Semoga kerja sama yang  sinergi membuat antara guru, orang tua, lingkungan yang baik  putra-putri kita tumbuh dengan akhlak yang sempurna di mata Alloh SWT dan di masyarakat di mana dia tinggal.

Alahamdulillah 

Palangka Raya,     September 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun