Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Benarkah Demokrasi Indonesia Kebablasan?

23 Februari 2017   06:19 Diperbarui: 25 Februari 2017   08:00 6025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintah memberikan pernyataan bahwa artikulasi politik yang ekstrim dikarenakan demokrasi kita yang kebablasan (Sumber: Reuters).

Pernyataan bahwa demokrasi Indonesia kebablasan ini disampaikan oleh Jokowi dalam kesempatan pelantikan pengurus Partai Hanura di Sentul Jawa Barat (21/02/2017). Dalam kesempatan itu, Jokowi (seperti dikutip berbagai media) menyebutkan bahwa praktik demokrasi kita sudah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila. Pemerintah juga menyorot tentang politisasi SARA dan maraknya berita bohong yang menjurus kepada perpecahan bangsa.

Sebelum menilai kebenaran dari pernyataan tersebut, ada baiknya jika kita mengkaji terlebih dahulu mengenai apa itu demokrasi dan bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Apa itu demokrasi?

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu demokratia (kekuasaan rakyat) yang dibentuk dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke 5 dan ke 4 SM di kota Yunani Kuno khususnya Athena. Dapat diartikan secara umum, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Itu konsep sederhananya.

Sistem pemerintahan “dari rakyat” (goverment of the people) adalah suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan berasal dari rakyat dan para pelaksana pemerintahan dipilih dari dan oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum. Dengan adanya pemerintahan yang dipilih oleh dari rakyat, terbentuk suatu legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan yang bersangkutan.

Sistem pemerintahan “oleh rakyat” (goverment by the people) adalah suatu pemerintahan yang dijalankan atas nama rakyat, bukan atas nama pribadi atau dorongan pribadi para elit pemegang kekuasaan. Selain itu, pemerintahan “oleh rakyat” juga mempunyai arti bahwa setiap pembuatan dan perubahan UUD dan undang-undang juga dilakukan oleh rakyat baik dilakukan secara langsung (misalnya melalui sistem referendum), ataupun melalui wakil-wakil rakyat yang ada di parlemen, yang sebelumnya telah dipilih oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum. Konotasi lain dari suatu pemerintahan “oleh rakyat” adalah bahwa rakyat mempunyai kewenangan untuk mengawasi pemerintah, baik dilakukan secara langsung melalui pendapat dalam ruang publik (public sphere), pers, ataupun diawasi secara tidak langsung yakni diawasi oleh para wakil-wakil rakyat di parlemen.

Sedangkan pemerintahan “untuk rakyat” (goverment for the people) adalah suatu pemerintahan dimana setiap kebijaksanaan dan tindakan yang dilakukannya, bermuara kepada kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu saja. Dengan kata lain, kesejahteraan rakyat, keadilan, dan ketertiban masyarakat haruslah selalu menjadi tujuan utama dari setiap tindakan atau kebijaksanaan pemerintah.

Bagaimanakah demokrasi di Indonesia?

Untuk menerapkan sistem pemerintahan “dari rakyat” (goverment of the people) maka Indonesia mengadopsi demokrasi langsung dimana pemilihan pejabat eksekutif (baik presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, dan walikota) dilakukan oleh rakyat secara langsung. Begitu juga pemilihan anggota parlemen atau legislatif (DPR, DPD, DPRD) dilakukan rakyat secara langsung.

Untuk menerapkan sistem pemerintahan “oleh rakyat” (goverment by the people) maka setiap pembuatan dan perubahan UUD dan UU dilakukan melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Rakyat juga mempunyai kewenangan untuk mengawasi jalannya pemerintahan, melalui pendapat dalam ruang publik (public sphere), pers, atau melalui wakil rakyat. Di negeri ini tidak dibenarkan adanya "penyetiran" pendapat rakyat oleh pemerintah. Rakyat memiliki hak untuk mengkritik pemerintah. Hak ini dilindungi oleh konstitusi. Atas dasar kebebasan mengemukakan pendapat ini, dikeluarkan pula UU Pers. Konstitusi kita tidak lagi mentolerir adanya "pembredelan pers" seperti yang terjadi di masa Orde Lama atau Orde Baru.

Untuk menerapkan pemerintahan “untuk rakyat” (goverment for the people), setiap kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan partai tertentu. Hal ini dimungkinkan dengan mekanisme check and balancesMekanisme ini memastikan bahwa tidak ada satu pun cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dominan, serta dapat dipengaruhi oleh cabang lainnya. Checks and balances adalah suatu sistem yang dimaksudkan untuk menjaga pemerintah untuk bisa mencapai satu pemerintahan yang efisien atau satu pemerintahan yang benar-benar melayani kesejahteraan umum, atau kedua-duanya. Kesejahteraan, keadilan, dan ketertiban rakyat haruslah selalu menjadi tujuan utama dari setiap tindakan atau kebijaksanaan pemerintah. Di Indonesia, tanggung jawab dan kekuasaan pemerintahan dialokasikan kepada tiga cabang pemerintah, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Antara lembaga-lembaga tersebut saling mengawasi satu sama lain. Konstitusi kita tidak memberikan celah kepada pemerintah untuk menjadi diktator lalu membubarkan DPR atau merubah konstitusi sesuka hati. Penindasan terhadap hak-hak rakyat, pengabaian terhadap nilai-nilai keadilan, pembuatan kebijakan yang meresahkan dan mengganggu ketertiban rakyat adalah pelanggaran terhadap konstitusi.

Dalam negara demokrasi, yang menjadi BOS itu adalah RAKYAT.

Demokrasi kita kebablasan?

Pernyataan ini sebenarnya adalah pernyataan yang aneh karena tidak ada yang salah dengan demokrasi kita. Namun terlepas dari keanehan pernyataan tersebut, mari kita lihat dulu gambaran utuhnya.

Pada pelantikan pengurus Partai Hanura, Jokowi memberikan pernyataan bahwa demokrasi kita kebablasan. Lalu pernyataan selanjutnya, praktik demokrasi kita membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, dan terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila. Politisasi SARA dan maraknya berita bohong kini menjurus kepada perpecahan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun