Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akankah Jokowi Langgar 2 Undang-Undang Demi Ahok?

11 Februari 2017   06:32 Diperbarui: 17 Februari 2017   18:56 4087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuti kampanye Ahok akan berakhir, akankah Jokowi langgar 2 Undang-Undang demi Ahok? (Sumber: ANU Edu).

Cuti kampanye akan berakhir, apakah Ahok akan menjabat kembali menjadi gubernur?

Cuti kampanye Ahok-Djarot akan berakhir hari ini (11/02/2017). Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa Undang-Undang hanya mengatakan izin cuti hanya sampai kampanye selesai. Untuk itu, jabatan Ahok dikembalikan lagi. Menurut Tjahjo, untuk memberhentikan sementara jabatan Ahok, harus ada tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum, yang menyatakan dihukum di atas 5 tahun penjara. Ahok saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Mendagri lalu mendapatkan respon dari Pakar Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita. 

Jika Ahok melanjutkan jabatan Gubernur maka Presiden melanggar dua Undang-Undang: UU Pemda dan UU Pilkada.  

Ahok memang saat ini dalam status berhenti sementara sebagai Gubernur karena alasan cuti diluar tanggungan sebagai akibat dari keikut sertaannya dalam kontestasi politik Pilkada DKI Jakarta. Ahok sebagai cagub petahana wajib berhenti sementara selama masa kampanye. Itu diatur oleh Undang-Undang dan Peraturan KPU. Namun cuti yang dijalani Ahok saat ini, adalah hal yang berbeda dengan pemberhentian sementara akibat statusnya akan menjadi terdakwa di pengadilan. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh berasumsi bahwa saat ini Ahok tidak perlu dikeluarkan Kepres pemberhentian sementara. Tidak boleh disamakan dengan cuti sementara karena mengikuti kampanye.

Sebagai terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Ahok disangkakan Pasal 156 atau 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 156 mengatur pidana penjara paling lama empat tahun, sedangkan masa pidana penjara dalam Pasal 156 a maksimal adalah lima tahun. Hal ini sudah memenuhi prasyarat pada UU 23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat (1).

Menurut Prof. Romli Atmasasmita, jika merujuk pada Undang-Undang Pemda dan UU Pilkada, status terdakwa seharusnya diberhentikan sementara. Hukumnya wajib dan tidak ada kecuali. Jadi seharusnya, pada hari ini cuti berakhir bagi Ahok dan pemberhentian sementara berlaku. 


(Sumber: Undang-Undang 23 Tahun 2014).
(Sumber: Undang-Undang 23 Tahun 2014).

Bagaimana dengan pejabat gubernur? 

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Romli Atmasasmita, apabila Ahok diberhentikan sementara, maka PLT Gubernur diperpanjang lagi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prof. Mahfud MD yang mengatakan bahwa pemberhentian sementara Ahok tidak bisa menunggu tuntutan. Hal itu menurutnya merupakan amanah dari Undang-Undang yang harus dilakukan. Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut (pasal) itu. Undang-Undang jelas menyebutnya bukan tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan menunggu tuntutan. Namun pada pasal 83 ayat (1) UU 23 tahun 2014, disebut terdakwa berarti dakwaan.

Pertanyaannya adalah:

  1. Akankah Jokowi memberhentikan sementara Ahok dari jabatan gubernur?
  2. Akankah Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk mencabut UU 23 tahun 2014 beserta alasan yang relevan untuk melakukan pencabutan?
  3. Akankah Jokowi membenarkan Ahok menjadi gubernur kembali dengan konsekuensi melanggar UU Pemda dan UU Pilkada?

Bagaimana jika kemudian Ahok tidak dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta?

Prof. Mahfud MD dalam akun Twitternya menyebut bahwa Jokowi harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jika tidak menonaktifkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. 

Presiden Jokowi harus mencabut terlebih dahulu pasal yang ada pada UU Pilkada agar tidak melanggar hukum. Pencabutan pasal tersebut bisa dengan Perppu, melalui hak subjektifnya. Namun, penggunaan hak subjektif tersebut harus dipertanggungjawabkan secara politik. 

Bagaimana jika ada anggapan bahwa Jokowi mengistimewakan Ahok? Apakah mungkin mencabut sebuah Undang-Undang tanpa alasan yang relevan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun