Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menafsirkan Makar

2 April 2017   15:51 Diperbarui: 5 April 2017   08:30 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekjen FUI, Muhammad Al Khaththath. (Sumber: Sabit, Tirto.id)

Hal ini yang mendorong Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) pada tanggal 16 Desember 2016, setelah aksi penangkapan aktivis dalam demo 212, kemudian melayangkan uji materi pasal makar ke Mahkamah Konstitusi (MK). ICJR meminta tafsir definisi “makar” dalam Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

ICJR beralasan, ada perbedaan definisi makar dalam KUHP terjemahan bahasa Indonesia dan KUHP (asli) versi Belanda yang mengakibatkan kekeliruan dalam penerapan pasal-pasal tindak pidana makar dalam praktik peradilan pidana. Sebab, merujuk Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI), istilah makar disebut aanslag  yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “serangan”.

Menurut Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, kata aanslag yang diterjemahkan sebagai makar tidaklah tepat. Makna keduanya dalam konteks bahasa Indonesia jelas sangat berbeda. Kata aanslag jika diterjemahkan lebih tepat diartikan sebagai “serangan”. Hal ini berakibat ketujuh pasal tersebut mengandung ketidakjelasan rumusan dan tujuan (asas legalitas) yang menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap delik makar.

Erasmus mengatakan, “Ketika aanslag diterjemahkan menjadi makar terjadi pergeseran makna. Ini dikarenakan karena istilah makar dalam KUHP adalah kata serapan dari bahasa Arab yang berarti "penghianatan". Akhirnya pasal makar dalam KUHP juga dimaknai secara sederhana berupa penghianatan."

Bagi ICJR, pengertian makar sendiri diartikan sebagai sifat dari suatu perbuatan. Seperti, makar menggulingkan pemerintahan yang sah, makar untuk memisahkan diri dari wilayah Indonesia, makar membunuh Presiden dan Wakil Presiden. Dengan begitu, apabila makar diartikan sebagai serangan mesti memenuhi unsur adanya serangan dalam konteks tindakan kekerasan.

Atas dasar itu, ICJR meminta agar kata “makar” dalam Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sama seperti aanslag atau serangan. Ini penting supaya aparat penegak hukum memiliki indikator yang jelas untuk membedakan mana yang benar-benar makar dan mana yang bukan.

Erasmus menambahkan bahwa selama ini, beberapa kasus delik makar memiliki karakteristik yang sama. Baik jaksa maupun hakim tidak menjelaskan unsur makar sebagai serangan. Seperti, kasus Sehu Blesman dalam putusan MA No. 574 K/Pid/2012, dan kasus Semuel Waileruny dalam putusan MA No. 1827 K/Pid/2007. Keduanya divonis 5 tahun dan 3 tahun penjara karena terbukti makar, memiliki niat memisahkan diri dari Indonesia hanya karena merayakan kemerdekaan Papua Barat dan hendak mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS).

Akan sangat berbahaya jika masyarakat atau mahasiswa demo yang meneriakkan orasi, "Turunkan presiden!" bisa disebut makar. Kualitas penyampaian harapan, permintaan dan tuntutan para demonstran tidak boleh sekadar dilihat dari ungkapan kata-kata. Tetapi juga apakah demonstrasi akan dilakukan secara terpimpin, terkontrol, tertib, aman, dan damai.

Demontrasi merupakan salah satu instrumen demokrasi dalam menyampaikan ekspresi hak kodrati manusia baik pikiran dan perkataan. Demonstrasi juga merupakan salah satu sarana memperjuangkan keadilan di tengah rendahnya kejujuran atau fair trial dalam sistem peradilan pidana atau criminal justice system. Tatanan demokrasi akan rusak jika pikiran kritis pada pemerintah dimaknai sebagai upaya makar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun