Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sound of Borobudur, Ketika Relief Bercerita tentang Musik, Spiritual, dan Kehidupan Abadi

16 Mei 2021   21:46 Diperbarui: 16 Mei 2021   21:47 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Borobudur (foto Instagram @magelang) 

Borobudur menjadi tempat suci bagi penganut Buddha. Kini keberadaannya lebih difungsikan sebagai tempat wisata populer dan menjadi bagian promosi wisata Wonderful Indonesia.

Borobudur menjadi Monumen model alam dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha. Pembangunan dimulai sekitar tahun 770 Masehi dan konstruksi selesai sekitar 852 Masehi. Sayangnya Borobudur kemudian ditinggalkan seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa pada abad ke-14.

Kebesaran Borobudur kembali dilihat dunia ketika Sir Thomas Stamford Raffles menemukannya pada tahun 1814. Pemugaran kemudian dilakukan secara besar-besaran pada kurun waktu 1975 hingga 1982.

Proses panjang pembangunan Borobudur menjadi lebih mega. Hingga kini menjadi tempat wisata dan masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan, terutama dalam memperingati Trisuci Waisak.

Borobudur tidak hanya konstruksi bangunan dari batu alam yang dipahat sedemikian rupa, lebih dari itu, Borobudur menjadi simbol kehidupan antara ritual keagamaan, estetik, dan media ekspresi.

Hal ini bisa dilihat dari keunikan dalam Borobudur yang menjadi monumen Buddha terbesar di dunia. Terdiri dari enam teras dan di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar. Uniknya, terdapat hiasan dinding berupa 2.672 panel relief dan 504 arca. Bangunan ini diperindah dengan sebuah stupa utama dan dikelilingi tiga barisan melingkar tujuh puluh dua stupa berlubang dengan arca Buddha di dalamnya.

Pada relief panel itu kita bisa melihat kehidupan masa lalu Jawa kuno. Relief Karmawibhangga tingkatan candi paling bawah, yaitu tingkatan Kamadhatu. 

Terciptanya Kidung Karmawibhangga yang terinspirasi dari deretan relief bercerita tentang keseimbangan kehidupan manusia, alam dan Tuhan.

Gambaran tentang alat musik menjadi bukti bahwa Jawa kuno merupakan pusat peradaban musik dunia atau Sound of Borobudur. Hal ini bisa dilihat dari jajaran Relief Karmawibhangga, Lalitavisitara, Wadariajtaka, dan Gandawhyu, terlihat pahatan gambar alat-alat musik.

Berdasarkan deretan relief terdapat berbagai jenis alat musik yang terdiri atas 4 jenis, di antaranya Idiophone (kentongan dan kerincingan), Membraphone (gendang, kentingan), Chardophone (gambus, rebab) dan Aerophone (seruling, trompet). Keberadaan alat musik ini pun tersebar di seluruh daerah di Indonesia, hingga negara-negara lintas benua. Sebuah keajaiban alat musik yang tergambar dalam dinding Borobudur tersebar hingga penjuru dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun