Selasa malam, sosial media menjadi ramai dengan pemberitaan Kota Cilegon  ditetapkan zona risiko tinggi  atau merah dalam penyebaran COVID-19.
Pernyataan Wali Kota Cilegon Edi Ariyadi di media pun membuat warga gagal paham, dikatakannya "Ini karena ketidakdisiplinan masyarakat semua."
Warga tidak disiplin menjadi yang disalahkan. Padahal setiap hari Polisi dan TNI rajin bertugas melakukan sosialisasi dan razia masker.
Apa iya Warga tidak patuh? Atau karena penerapan PSBB sejak 10 September lalu seperti formalitas di atas surat Peraturan Wali Kota Cilegon No.43 tahun 2020 tentang pembatas kegiatan.
Realisasinya, PSBB sepertinya tidak ada kesiapan yang matang dari Pemkot Cilegon. Terkesan setengah hati tanpa ada pengawasan yang ketat, dimana warga masih bebas beraktifitas tanpa ada pembatasan.
Pelanggaran aturan PSBB pun tidak ditindak tegas. Bahkan yang jadi sorotan mencolok adalah oprasional tempat hiburan malam tetap buka.
Patutlah warga mengemban dosa bersalah itu. Pelanggaran warga pun  sejalan dengan tidak tepatnya sosialisasi dan edukasi ke warga.
Pak Wali Kota bebas menyalahkan wargannya. Pak Wali Kota juga jangan lupa, Â mungkin ini disebabkan warga mencontoh prilaku Wakil Wali Kota Cilegon Ratu Ati Marliati yang enggan melaksanakan karantina mandiri setelah terkonfirmasi positif Covid-19.
Baca: Â Jangan Tiru Wakil Wali Kota Cilegon yang Tak Mau Karantina Mandiri
Sudah hampir dua pekan saya banyak menulis tentang Ratu Ati, tepatnya sejak beliau menolak hasil sweb tes positif dengan membawa rombongan ke RSUD Cilegon.