Menjadi pejabat harus siap menerima kritikan, hinaan, bahkan fitnah. Bagi Jokowi, Ahok, dan Anies sepertinya sudah kebal menghadapi netizen (warga net) yang berisik di media sosial.
Beda hal dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang meradang ketika disebut "kodok betina" oleh pemilik akun facebook Zikria Dzatil.
Ibu Risma menjadi baper, hatinya terluka dan merasa terhina, hingga kemudian seorang Ibu Rumah Tangga asal Bogor itu pun dipolisikan.
Meskipun Risma sudah menerima maaf orang yang menghinanya, rasanya kasus ini menjadi cerminan Risma yang gampang baper jika dihina.
10 tahun Risma menjabat sebagi Walikota Surabaya, Risma harusnya sudah matang mengelola emosi. Di masa bebas berpendapat dan media sosial yang bising, sejatinya seorang pemimpin harus siap menghadapinya.
Apa jadinya ketika Risma gampang baper maju di Pilkada DKI Jakarta 2022 nanti? Situasi politik yang dampaknya bisa menjadi nasional. Tidak ada kata baper dalam pertarungan di sini.
Kampret, cebong, babi, hingga kodok gurun selalu menjadi bahan ejekan yang  muncul dalam situasi politik saat ini. Pada panggung Pilgub Jakarta, bisa jadi akan mengeluarkan isi Kebun Binatang Ragunan. Netizen lebih sadis menyerang siapa pun untuk memenangkan jagoannya.
Telinga seorang pemimpin sama memiliki dua. Bisa berfungsi untuk menerima kritikan yang dapat membangun kinerjanya, sisi lain bisa mendengarkan hinaan tanpa perlu direspon.
Tidak ada salahnya jika Risma curhat kepada Jokowi dan Ahok, atau belajar kepada Anies yang selalu dibully setiap hari oleh netizen.
Anies bisa menjadi guru yang baik dalam hal menghadapi netizen. Anies bahkan bisa membuka kebun binatang pribadi yang berasal dari sumbangan netizen yang tidak menyukainya menjadi gubenur.Â
Kota Surabaya akan berbeda dengan Jakarta. Risma harus siap mental dan lebih besar menghadapi kemungkinan lebih buruk saat maju ke Pilgub Jakarta nanti.Â