Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Buzzer Goib Pilkades Penentu Kemenangan

8 November 2019   18:55 Diperbarui: 13 November 2019   13:50 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dikutip dari Gagasanriau.com

Buzzer dan Influencer dalam Pemilu menjadi sangat berperan untuk mengangkat citra seorang kandidat. Diyakini mampu mempengaruhi masyarakat dengan mendorong isu yang dikemas dengan cerita yang menari, hingga bisa menyerang dan mematikan lawan. 

Seketika saja konten informasi yang disebarkan melalui media sosial menjadi topik yang ramai dibincangkan. Jadilah isu yang digiring itu mampu mempengaruhi banyak orang.

Namun dalam Pemilihan Kepala Desa yang serentak dilaksanakan di Kabupaten Serang, Banten, Buzzer dan Influencer punya caranya tersendiri. Di desa itu, selebgram, artis, dan youtuber tak ada guna. 

Tidak perlu gawai dan juga sambungan internet. Karena para calon Kades menjadikan dukun sebagai Buzzer terbaiknya.

Tidak perlu rasanya menyebar berita hoaks. Karena Buzzer disini lebih pada ilmu magis yang dapat memengaruhi semua warga untuk memilihnya nanti. Melalui kesaktian dukun akan mampu membuka hati dan pikiran warga agar saat di tempat pemungutan suara bisa diarahkan menyoblos nama calon Kades.

Begitu juga Influencer, jangan harap selebgram dengan jutaan pengikut akan kecipratan endorsmen. Sudah menjadi tradisi, Influencer yang digunakan adalah makam para wali atau orang yang masa hidupnya dulu memiliki kesaktian. 

Mendatangi kuburan pada malam hari, berdoa semalam suntuk, sudah jadi kebiasaan yang dilakukan.

Harapannya, tentu saja melalui ritual seperti ini mendapatkan karomah untuk melancarkan jalannya hajat.

Sejak dulu, ilmu magis lebih utama dari sekedar ilmu yang dihasilkan dari bangku kuliah. Politiknya tidak perlu teori para akhli. Nyatanya, calon Kades yang berpendidikan saja masih percaya dengan dukun. Gelar keesduaan masi percaya dengan ilmu gaib.

Meskipun menggunakan dukun sebagai buzzer, bukan berarti para calon Kades dapat menghemat anggaran. Hampir menyamahi Pemilihian Legislatif dana yang disiapkan. 

Meskipun wilayah pemilihan hanya sebatas desa yang berisi sejumlah kampung saja, namun para calon Kades tetap harus menyediakan logistik yang mumpuni.

"Bisa sampai milyaran dana yang dikeluarkan, kang," kata seorang tim sukses. Mendengar nominal rupiah yang tidak sedikit tentu saja kaget. Pilkades saja sudah bermodal sama dengan caleg di daerah.

Muncul pertanyaan, Kepala Desa mendapatkan gaji berapa tiap bulannya? Ini jadi pemikiran yang sulit dicernah dalam logika. Rasanya hanya sekedar pengabdian pada masyarakat tidak usah dengan berlomba-lomba mendapatkan simpatik dari warga. Modal yang besar, tentu berharap kembali seperti semula.

Modal yang besar itu, jika dirinci dengan sederhana saja, masa kampanye setidaknya para calon Kades merogo saku dalam-dalam untuk menemui warga. Kebiasaan silaturahmi rasanya tidak lengkap tanpa adanya gorengan, kopi, dan rokok.

Ini hanya standar makanan ringan saja, belum ada pertemuan yang lebih besar antar relawan, sampai potong kambing untuk acara bancakan (makan) bersama. Warga lebih suka dengan sosok yang royal dan tidak pelit.

Pada saat pemilihan, biasanya situasi menjadi sensitif. Para pendukung dari masing-masing calon akan saling mengamati. Saling menaruh kecurigaan. Serangan fajar pun tidak kira-kira demi mendapatkan satu suara.

Di saat para dukun harus kerja lebih ekstra untuk mempengaruhi warga dengan cara magis, para calon Kades pun masi merasa belum cukup untuk modal mendapatkan suara.

Serangan fajar masi tetap berlaku di kalangan warga desa. Sudah menjadi kebiasaan juga. Prinsip ada uang ada suara pun bisa berpengaruh. Tidak ada ceritanya warga yang punya hak milih tidak kecipratan amplop.

"Kemarin di lokasi pemungutan suara, serangan fajar lebih gila lagi. Tiap orang yang mau masuk bilik suara langsung dipepet. Diselipkan uang lima ratus ribu," cerita seorang kawan lagi.

Ini lebih gila lagi, serangan fahar dari Caleg saja paling banter Rp 100.000. Jika ingin unggul mendapatkan suara, sebut saja 500 suara, sudah jelas Rp 250.000.000.

Ini belum pengeluaran menjaga konsistensi pemilih agar tidak lari ke lain hati. Siapapun yang memiliki keinginan akan menjadi dermawan, jika ada warga yang sakit pasti dijenguk dan diobati, jika ada yang pesta nikahan minimal nyumbang satu ekor kambing, jadi apapun kebutuhan warga pasti dipenuhi. 

Pencitraan itu penting.

Hingga akhirnya, para pendukung yang bergerilia "serangan kesiangan" itu, mendapatkan suara lebih banyak. Entah calon Kades ini dukunnya lebih sakti menentukan kemenangan, atau emang politik uang yang sangat berperan? 

Tapi ini wajah kehidupan warga desa yang sudah menjadi bagian dari kebiasaan sejak dulu.

Cuma mau mengingatkan, Pak Kades. Meski pun sudah dilantik, bukan berarti bebas dari serangan dukun di kemudian hari!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun