Mohon tunggu...
Rejoel Mangasa
Rejoel Mangasa Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Seorang pencari

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Kedokteran: BPJS Kesehatan

19 Agustus 2019   21:10 Diperbarui: 19 Agustus 2019   21:22 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh Rejoel Mangasa Siagian


Siapa yang tidak mengenal asuransi dari pemerintah Indonesia yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah ada dalam 5 tahun belakangan ini sejak beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 lampau. Jaminan pemeliharaan kesehatan atau asuransi kesehatan mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak zaman kolonial Belanda yang mana menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya bagi para pegawai negeri sipil dan keluarga. Warisan gagasan ini pun dilanjutkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada orde baru. Gagasan akan adanya program asuransi kesehatan semesta diajukan oleh Prof. Dr. G. A. Siwabessy selaku Menteri Kesehatan yang menjabat saaat itu. Gagasan ini pun ditransformasikan dalam payung hukum yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang mengatur pelayanan kesehatan dan penerimaan pensiun beserta keluarganya.


Penerbitan PP Nomor 22 dan 23 Tahun 1984 pun BPDK resmi menjadi badan di lingkungan Departemen Kesehatan menjadi BUMN yang bernama Perum Husada Bhakti (PHB) dalam beberapa tahun kemudian. PHB pun berganti nama seiring dengan terbitnya PP Nomor 6 Tahun 1992 menjadi PT Askes (Persero) yang masih melayani pegawai negeri sipil, karyawan BUMN, serta sebagian masyarakat kurang mampu.1 Untuk menjangkau kesehatan semesta bagi seluruh masyarakat Indonesia diresmikanlah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mana mengamanatkan PT Askes dalam bidang kesehatan sehingga berubah nama menjadi BPJS Kesehatan. Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) adalah produk jasa BPJS Kesehatan dalam menjamin kesehatan masyarakat yang adil dan merata. Melalui amanat dan tanggung jawab yang lebih besar BPJS Kesehatan pun tidak luput dari berbagai isu kesehatan yang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat khususnya pada keadaan finansial BPJS Kesehatan.


Fakta bahwa minusnya anggaran keuangan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kian menghangatkan isu bangkrutnya BPJS Kehatan di tengah masyarakat. Bukan main, masyarakat seolah kehilangan rasa percaya terhadap pelayanan kesehatan yang disediakan negara ini. Kerugian yang dialami oleh BPJS Kesehatan pun mengimbas kepada telatnya pembayaran fasilitas kesehatan kepada rumah sakit mitra. Hal ini dibenarkan oleh pernyataan pejabat Hubungan Masyarakat BPJS, M Iqbal Anas Ma'ruf, BPJS Kesehatan memang terkendala dalam pembayaran oleh adanya defisit anggaran. "Kami memang mengalami keterlambatan dalam pembayaran faskes (fasilitas kesehatan)," ujar Iqbal dalam halaman artikel berita Viva. Keterlambatan pembayaran terjadi karena beberapa hal. Namun, Iqbal menegaskan penyebab defisit anggaran tersebut bukan karena kesengajaan.2


Arus kas anggaran BPJS Kesehatan mulai mengalami kerugian sejak resminya BPJS Kesehatan yaitu pada tahun 2014 saja BPJS harus menelan pahitnya kerugian sebesar Rp3,8 triliun dan terus membengkak menjadi Rp9,5 triliun dalam publikasi laporan keuangan BPJS Kesehatan dan diperkirakan masih membengkak sampai Rp 10,9 triliun pada tahun 2018.3 Beban pembiayaan banyak ditumpukkan pada biaya atas penyakit katastropik sebagai contohnya biaya dialisis. BPJS Kesehatan pada 2 tahun terakhir menanggung biaya pada pelayanan cuci darah atau dialisis pasien di tahun 2016 dan 2017 berturut-turut adalah sebesar Rp 3,9 Triliun dan melonjak ke angka Rp 4,6 Triliun. Biaya tersebut menempati posisi kedua tertinggi dari biaya penyakit yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.3 Biaya penyakit katastropik harus diakui cukup besar dalam ambil bagian pada pengeluaran BPJS Kesehatan, tidak dapat dipungkiri bahwa pembiayaan dialisis dan penyakit katastropik lainnya mau tidak mau tidak dapat diabaikan layaknya pil pahit yang harus ditelan.


PermasalahanPermasalahan anggaran di BPJS Kesehatan sendiri bukan hanya datang melalui pengeluaran yang membengkak tetapi juga minimnya arus kas penerimaan. BPJS Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga turut melibatkan masyarakat umum dalam memberi aliran kas masuk, berupa iuran bulanan. Iuran yang dikenakan pun masih dianggap terlalu kecil bila dipandang dari segi biaya pengeluaran BPJS Kesehatan. Direktur pelayanan BPJS, Maya A. Rusady seolah membenarkan minimnya iuran yang dikenakan, "Sejak awal tahun sudah diperhitungkan bahwa JKN akan ada ketidakcukupan biaya," ujar dalam artikel berita Viva.2 Iuran yang dapat dikatakan minim ini berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia sehingga iuran yang dikenakan bagi golongan pendapatan besar sama dengan masyarakat umumnya. Perlu ada kajian untuk mengenakan tarif iuran yang sesuai dengan kemampuan bayar dengan juga menjaga kualitas pelayanan kesehatan. Bukan hanya dari besarnya tarif yang dikenakan, BPJS juga mengalami kendala dari kurangnya kepatuhan bayar masyarakat Indonesia. Standard berjalannya arus kas yang optimal adalah tingkat kepatuhan yang minimal mencapai 80 persen, sayangnya tingkat kepatuhan masyarakat masih berada di 5 persen.2


Besarnya perbedaan penerimaan dan pengeluaran mengimbas kepada kerugian atau defisit yang kerap dialami oleh BPJS Kesehatan. Ketimpangan biaya sejauh ini diatasi oleh peraturan presiden yang mana solusinya ada tiga antara lain menaikan iuran, mengurangi manfaat, dan suntikan dana. Saat ini, pemerintah masih mengatasi defisit kas dengan suntikan dana melalui Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN).


Dilansir dari halaman surat kabar Detik Finance, Kementerian Keuangan berencana menetapkan porsi anggaran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp48,8 triliun di tahun 2020. Padahal PBI di 2019 sebesar Rp26,7 triliun. "Untuk JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ditingkatkan secara drastis dari Rp26,7 triliun jadi Rp48,8 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.4 Pemerintah juga berencana akan menaikkan iuran untuk segmen non-PBI. Kenaikan dilakukan dengan berlandaskan pertimbangan tingkat kolektabilitas demi menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan. Kebijakan ini masih perlu dikaji lebih lanjut untuk segera diimplementasikan. Oleh karena itu, kebijakan baru berupa tarif iuran yang baru diharapkan mampu membantu menyelesaikan defisit dan di saat yang sama meningkatkan kolektabilitas dari masyarakat.
Sebagai bentuk pelayanan jaminan kesehatan bagi masyarakat seluruh Indonesia, terdapat peran tenaga medis maupun gagasan mengenai metode atau tahapan yang bisa diefesienkan sehingga dapat menekan pengeluaran biaya. Salah satu hal yang bisa dilakukan para praktisi adalah dengan mengeluarkan gagasan mengoptimalkan fungsi belanja strategis. Fungsi belanja strategis bertujuan menmaksimalkan potensi kerja sistem kesehatan melalui alokasi sumber dana efektif ke penyedia jasa layanan. Tujuan dapat terpenuhi bila terpenuhinya tiga jenis keputusan: (i) intervensi atau layanan apa yang harus dibeli dan disediakan untuk merespon kebutuhan dan keinginan penduduk dengan mempertimbangkan prioritas kesehatan nasional dan bukti efektifitas biaya; (ii) bagaimana layanan itu harus dibeli, termasuk mekanisme kontrak dan sistem pembayaran, serta; (iii) dari siapa layanan itu dibeli dengan memperhatikan kualitas dan efisiensi sisi penyedia jasa layanan.5 Pemenuhan fungsi belanja strategis perlu memperhatikan pada usaha pengoptimalan keuntungan agregat dari sumber daya (efisiensi alokatif). Hal ini yang mana bila tidak berjalan dengan baik akan membawa imbas pada masalah klasik yang dihadapi perencana kesehatan untuk menjembatani kesenjangan rencana dan alokasi sumber daya contohnya yang sedang menerpa BPJS Kesehatan.5
Hal penangangan medis yang lebih bersifat teknikal juga dapat dilakukan sebagai upaya menekan biaya pengeluaran yang cukup besar khususnya pada pembiayaan atas penyakit katastropik seperti yang disebutkan oleh Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, dr. Aida Lydia, PhD., Sp. PD-KGH dalam laman berita Viva. Kemudahan bagi pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan alternatif pada penyakit yang memakan banyak biaya. Pelayanan dialisis yang berkualitas baik dapat melalui hemodialisis maupun CAPD sebagai salah satu alternatif terapi pengganti ginjal yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis dan sekaligus menjadi solusi pengendalian biaya kesehatan negara.2
Walaupun diterpa oleh defisit yang kian meningkat, nyatanya sasaran utama penerima layanan jasa jaminan kesehatan dalam hal ini yang adalah orang kurang mampu di daerah terpencil masih belum mampu tercapai. Program JKN masih dirasakan kurang efektif dalam penerapannya bagi rakyat kurang mampu yang tersebar di daerah terpencil. Tingkat efektivitas JKN melalui BPJS dapat diukur melaui beberapa indikator yaitu kualitas, penilaian oleh pihak luar, kesiagaan, motivasi, keluwesan adaptasi, penerimaan tujuan organisasi.6 Selain dari sisi kesiapan finansial BPJS Kesehatan, kemampuan menjangkau rakyat umum masih perlu ditingkatkan melalui sosialisasi di daerah terpencil di Indonesia sehingga terwujud jaminan kesehatan rakyat semesta.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sejarah perjalanan jaminan sosial di Indonesia [Internet]. Jakarta: Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan; 2018 Sep 20 [cited 2019 Aug 18]. Available from: https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2013/4
2. Widiarini A, S V, Bahputri DL. 4 isu panas BPJS kesehatan sepanjang tahun 2018. Jakarta: VIVA; 2018 Des 26 [cited 2019 Aug 18]. Available from: https://www.google.com/amp/s/m.viva.co.id/amp/gaya-hidup/kesehatan-intim/1106499-4-isu-panas-bpjs-kesehatan-sepanjang-tahun-2018
3. Fitra S. Pembenahan Layanan BPJS Kesehatan yang Membuat Resah. Jakarta: Katadata; 2019 Jan 11 [cited 2019 Aug 18]. Available form: https://katadata.co.id/telaah/2019/01/11/pembenahan-layanan-bpjs-kesehatan-yang-membuat-resah
4 Aditiasari D. Anggaran Bantuan Iuran BPJS Kesehatan 2020 Naik Jadi Rp48,8T. Jakarta: DetikFinance; 2019 Aug 16 [cited 2019 Aug 19]. Available form: https://finance.detik.com/moneter/d-4669146/anggaran-bantuan-iuran-bpjs-kesehatan-2020-naik-jadi-rp-488-t
5 Hidayat B, Nurwahyuni A. Optimalisasi strategic purchasing BPJS Kesehatan. Ringkasan Riset JKN-KIS [Internet]. [cited 2019 Aug 19]; 1-7. Available form: https://bpjs-kesehatan.go.id/PDF/Ringkasan-Riset-JKN-KIS-BPJS-Kesehatan
6 Putri NE. Efektivitas penerapan jaminan kesehatan nasional melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Padang. Tingkap [Internet]. [cited 2019 Aug 18]; 10(2): 180-5. Available form: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/tingkap/article/view/4421

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun