Mohon tunggu...
Mangappu Pasaribu
Mangappu Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - Mengabadikan pengalaman kehidupan, menuangkan dalam tulisan. Semoga bisa menambah wawasan dan membawa perubahan

Seorang pekerja keras, independent, tidak pernah putus asa sampai semua harapan dan cita-cita menjadi kenyataan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Gerak Cepat Pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

27 November 2020   12:28 Diperbarui: 27 November 2020   12:34 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada awal merebaknya Virus Corona di Wuhan, Cina, tidak ada yang menyangka bahwa virus ini akan menjadi bencana yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sejak diumumkan oleh Presiden Joko Widodo bahwa terdapat dua warga Indonesia yang positif terkena covid-19, jumlah pasien di Indonesia terus meningkat secara signifikan.

Keterbatasan fasilitas medis yang tidak sebanding dengan jumlah pasien menjadi bukti ketidaksiapan Indonesia menghadapi pandemi ini. Sebagai upaya mengurangi penyebaran covid-19 telah dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menyebabkan terhambatnya aktivitas-aktivitas masyarakat yang tentu saja memukul perekomomian nasional. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pemutusan hubungan kerja, jumlah pengangguran bertambah, konsumsi menurun, investasi terhambat, kegiatan ekspor-impor terganggu, serta tingkat kemiskinan bertambah.

Sebelum pandemi, proyeksi pertumbuhan  ekonomi Indonesia menurut APBN 2020 adalah 5,3%. Setelah merebaknya covid-19, kondisi perekonomian Indonesia  dalam skenario berat diperkirakan 2,3%. Sementara proyeksi perekonomian dalam skenario sangat berat bisa mencapai -0,4%. Disrupsi ekonomi global telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama yang hanya mencapai 2,97%. Pertumbuhan ekonomi semakin anjlok pada kuartal kedua menjadi sebesar -5,32% (yoy).

Merosotnya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan angka kemiskinan semakin bertambah di Indonesia. Dalam skenario berat, diperkirakan akan bertambah sebanyak 1,89 juta orang masyarakat miskin dan 2,92 juta orang pengangguran. Sedangkan untuk skenario sangat berat, masyarakat miskin bisa menjadi 4,86 juta orang dan pengangguran sebanyak 5,23 juta orang. Krisis ekonomi  memaksa pemerintah bertindak cepat melalui intrumen kebijakan fiskal dengan menambah anggaran belanja pengeluaran pemerintah.

Untuk mengatasi efek domino yang ditimbulkan pandemi covid-19, Pemerintah mengeluarkan Perpu 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi (COVID-19)  serta UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Kebijakan fiskal tersebut mengatur perubahan defisit APBN 2020 yang dapat melebihi 3% dari PDB. Pada APBN 2020, pemerintah menaikkan anggaran belanja pengeluaran yang  berfokus pada Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Naiknya kebutuhan belanja negara secara signifikan tentu saja membutuhkan jumlah uang yang tidak sedikit.  Apalagi jumlah realisasi penerimaan negara yang menurun menyebabkan ruang fiskal semakin menipis. Untuk mengatasi tekanan ekonomi tersebut, pemerintah mengambil opsi kebijakan fiskal counter-cyclical, yaitu pada kebijakan di mana pada masa resesi ekonomi, pemerintah melakukan campur tangan dengan melalukan stimulus fiskal.

Beberapa stimulus ekonomi dimaksud difokuskan pada bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan pada dunia usaha. Kebijakan dimaksud bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dalam rangka membawa kondisi ekonomi di Indonesia ke arah yang lebih baik. Memilih opsi counter-cyclical berarti semakin sempitnya ruang fiskal dan melebarnya defisit APBN. Sebelum ada pandemi, defisit untuk tahun anggaran 2020 diperkirakan sekitar 1,76% produk domestik bruto (PDB). Setelah pandemi, dilakukan perubahan postur APBN 2020 dan kemudian ditetapkan adanya pelebaran defisit menjadi 5,07% PDB (Perpres No. 54 Tahun 2020) dan kemudian meningkat menjadi 6,34% PDB  berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2020.

Melebarnya tingkat defisit APBN berarti pemerintah harus mencari solusi dalam pembiayaan negara yang didominasi oleh utang. Tidak hanya utang, pembiayaan juga berasal dari non-utang, seperti pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), Pos Dana Abadi Pemerintah, dan dana yang bersumber dari badan layanan umum (BLU). Pembiayaan melalui utang sering diartikan negatif oleh banyak pihak, padahal utang sebenarnya merupakan alat bantu yang apabila dikendalikan dengan baik akan mengurangi tekanan krisis ekonomi sedang dihadapi oleh Indonesia. Dalam keadaan krisis seperti sekarang ini, pemerintah tentu saja tidak dapat mengandalkan  pendapatan  nasional untuk mencukupi kebutuhan belanja negara yang meningkat. Hal itu disebabkan kebutuhan fasilitas kesehatan serta pemberian dukungan kepada rumah tangga dan badan usaha yang sangat urgent melalui program PEN.

Program PEN merupakan merupakan gerak cepat pemerintah untuk mengurangi dampak covid-19 terhadap perekonomian nasional yang juga telah menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi masyarakat, khususnya sektor informal dan UMKM. Berbagai jenis dukungan disalurkan kepada masyarakat di berbagai kalangan. Untuk pelaku UMKM, dukungan diberikan berupa subsidi bunga sebesar Rp34,15 T, insentif pajak sebanyak Rp28,06 T, serta  dalam bentuk penjaminan untuk kredit modal kerja baru UMKM sebanyak Rp 6 T.

Untuk korporasi, dukungan diberikan dalam bentuk insentif pajak sebanyak Rp34,95 T, dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur UMKM sebanyak Rp35 T. Dukungan kepada BUMN juga diberikan dalam bentuk penyertaan modal negara, pembayaran kompensasi, talangan (investasi) modal kerja, serta dukungan lain seperti optimalisasi BMN, pelunasan tagihan, loss limit penjaminan, penundaan dividen, penjaminan pemerintah, dan pembayaran talangan tanak proyek strategis nasional (PSN).

Merosotnya tingkat pendapatan masyarakat akibat terganggunya mobilitas ekonomi masyarakat serta banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) telah berpengaruh terhadap penurunan konsumsi masyarakat. Adanya berbagai stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah kepada para pelaku usaha dan sektor-sektor ekonomi serta berbagai jenis bantuan langsung tunai kepada masyarakat diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat sebagai salah satu faktor dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi permintaan barang (demand), pemerintah berharap permintaan barang dan jasa tetap tinggi agar supply barang dan jasa dapat terserap sehingga siklus ekonomi dapat tetap berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun