Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rumus Rezeki dalam Hidup

30 Maret 2021   05:17 Diperbarui: 30 Maret 2021   05:20 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dengan demikian maka rezeki memang adanya di mana-mana. Di manapun kita berpijak, di sanalah takdir rezeki akan menemukan tuannya. Percaya atau tidak, rezeki itu sudah ditetapkan dari mana datangnya. Sekalipun itu hadirnya dari kemustahilan di luar nalar logika manusia, dari arah yang tidak pernah disangka-sangka.

Hudan-Nya menegaskan; "Barang siapa Bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu", QS. At-Talaq; 2-3.

Manusia model pertama sudah barang tentu akan mudah mencerna makna yang terkadang dalam ayat tersebut. Sehingga ia tahu bahwa rumus rezeki dalam hidup adalah percaturan antara do'a, ikhtiar, do'a dan tawakal dalam hasil. Pola ini menunjukkan betapa harus tahu dirinya seorang manusia tatkala berbicara tentang rezeki. Jika ia mendahulukan usaha kemudian dilanjutkan dengan do'a, maka betapa sombongnya manusia dalam memamerkan kekuatannya yang tidak seberapa. Padahal kekuatan itu berasal dari Al Muqit (Sang Maha Pemberi Kekuatan).

Bukankah seorang hamba tatkala meminta harus banyak membujuk, memohon keridhoan dan penuh kesungguhan? Layaknya tamu yang sangat sungkan dan mendahulukan adab dalam mengemukakan satu kepentingan. Jikalau kita tanpa tahu diri sebutkan saja "main nyelonong" seenaknya dalam bertamu, bukankah hal itu akan membuat tuan rumah akan merasa ilfill? Sementara falsafah Jawa menyebutkan; "Urip nek dunya mung mampir ngombe", (hidup di dunia hanya mampir minum).

Apa maksudnya? Artinya rumus hidup dan rezeki itu sama saja. Sama halnya seperti kita hendak menangkap seekor ayam. Lah, emang bagaimana jika hendak menangkap seekor ayam? Kalau kita hendak menangkap seekor ayam jangan kebelet dikejar, nanti yang ada kita telanjur lelah, dan ayam pun semakin menjauh. Berikan saja ia beras dan makanan, dengan mudah nanti ia akan datang dengan rela diri. 

Begitupun dengan rezeki, tak usah ragu, melangkahlah dengan baik, jangan terlalu kencang dalam mengejar, ngotot sekonyong-konyong memburu. Nanti kita akan mudah lelah tanpa hasil. Pancinglah ia, keluarkanlah sedekah, nanti rezeki itu akan datang menghampiri dirj tepat pada waktunya. Sebagaimana kebutuhan yang harus disegara dicukupi.

Kita ambil satu contoh realnya. Pernah satu ketika, baru-baru ini seorang ustadz-yang merupakan teman akrab saya-mengidam-idamkan memiliki selembar sarung baru. Tapi, ia sadar, bahwa dirinya tidak sedang memiliki uang. Persis di sore itu selepas pulang mengajar TPQ, ia mengutarakan keinginannya itu dan kami berdua (ia dan saya) sempat menertawakan keironisan hidupnya. Entah apa yang ada dalam benaknya, ternyata dua jam kemudian keinginannya itu langsung dikabulkan oleh Allah SWT. Pada kenyataannya bingkisan hasil mengikuti rutinan yasinan di dusun Srigading itu adalah satu buah sarung baru. 

Sontak ia pun langsung chat via WhatsApp kepada saya. Ia mengirimkan gambar sebuah kotak sarung baru bermerk Wadimor sembari melayangkan satu kalimat;"Aku malu sama Allah SWT, Ron". Sependek itu penegasannya tapi mendalam dan penuh makna. Eh, maaf barusan keceplosan menyebutkan merek. Sungguh tidak ada maksud untuk promosi ataupun endrosmen ya. 

Contoh itu menunjukkan salah satu bentuk dari definisi rezeki yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Selain itu, di lain pihak kisah itu menunjukkan betapa kompleksitas-nya rezeki yang kerap dipersembahkan Allah SWT untuk manusia. Allah SWT memang selalu mengerti dan mencukupi setiap kebutuhan umatnya tepat waktu tanpa ada keraguan di dalamnya. Atas dasar itu pula, kenapa kita sebagai manusia diharuskan untuk banyak berdo'a dalam memulai segala bentuk gerak dan tidak perhitungan dalam berbuat kebaikan atas sesama.

Berkaitan dengan hal itu, Cak Nun pernah mengingatkan kita;"berbuat baiklah sebanyak-banyaknya. Allah tidak tega kalau tidak mengabulkan do'amu".

Sementara itu, tipikal manusia yang dikendalikan hasratnya yang gila harta bersikap kekeh dengan asumsi dan cara pandangnya, sibuk mengerdilkan hakikat rezeki dengan keangkuhannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun