Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Meronce Labelisasi Sosok Ibu

22 Februari 2021   23:15 Diperbarui: 22 Februari 2021   23:44 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Misalnya saja tatkala seorang perempuan mengajar di satuan lembaga pendidikan. Entah mereka yang telah menikah ataupun lajang yang pasti mereka akan dipanggil ibu. Ibu guru lebih tepatnya. 

Dalam konteks ini tentu sebutan ibu diaplikasikan karena tuntutan profesi. Selain itu bisa saja ada kemungkinan lain yang menjadikannya sebagai kebiasaan yang harus dipraktekkan oleh segenap siswa. 

Misalnya saja penyebutan ibu itu dalam upaya membangun kedekatan relasi psikologi di antara guru dengan masing-masing pribadi siswa. Atau dalam upaya membumikan perasaan guru dengan siswa yang rupa-rupa sebagaimana seorang ibu yang memahami anak-anaknya. Sehingga ada keterlibatan, ketaatan dan ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran sebagaimana mestinya.

Dalam konteks profesi guru, sebutan ibu secara implisit menghendaki setiap keterlibatan perempuan harus mampu mengendalikan diri dalam status dan peran sebagai ibu yang benar-benar lepas dari latar belakang kehidupan sehari-harinya. Entah ia telah memiliki anak ataupun tidak. Telah menikah ataupun itu masih hidup sendirian. Menyukai dunia anak-anak ataupun tidak. Semuanya harus mampu melebur karena tuntutan profesi. 

Begitu halnya tatkala seorang lelaki menjadi seorang guru. Mula-mula ia harus mampu mentransformasikan -bagaimana memposisikan dan memahami- diri sebagai lelaki yang berusaha menjiplak kasih sayang dan cinta sang ibu. Sehingga 

berstatus dan berperan sebagai bapak guru yang memiliki pengertian lugas namun memiliki keluasan hati seperti halnya perempuan. 

Mungkin, karena alasan relasi batin dan cara beradaptasi dalam mendidik itu pula mengapa mayoritas profesi guru lebih cenderung banyak sekali digemari oleh kaum hawa dan membuka penerimaan formasi guru dikhususkan untuk perempuan. Khususnya untuk taman pendidikan kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah tingkat pertama. Terkecuali dalam jenjang satuan pendidikan strata semuanya telah melebur dan ruang lingkup perebutan kesempatan yang sama besarnya.

Lain halnya dengan cerita tiga bersaudara yang sewaktu kecil telah ditinggal pergi ibu-bapak. Mungkin anak sulung akan mengambil peran ganda ibu dan bapak untuk adik-adiknya. Ia yang berusaha mencurahkan kasih sayang dan cinta sekaligus mencari nafkah untuk menghidupi mereka. 

Sungguh status dan peran berat itu terlalu belia dipikulnya. Tapi apakah sempat si sulung itu sesumbar dan mengeluhkan kondisi atas semua beban yang mengitari hidupnya? Mungkin tidak. Bahkan tidak sempat terlintas di benaknya. Seperti halnya naluri seorang saudara, di waktu kecil yang kita temui setiap detik, menit, jam hingga berlalu hari kita sebut sebagai saudara. Meski pada kenyataannya kita tidak pernah tahu siapa namanya, apa peran dan status kita. Yang kita tahu ia adalah bagian dari diri kita.

Mungkin atas alasan dalamnya ikatan psikologis, naluriah bawah sadar dan insting keibuan yang terbangun sejak usia ranum ini pula Alison Jaggar dan Ann Oakley saling berdebat panjang lebar terkait status, peran dan fungsi sosok perempuan tatkala bertransformasi menjadi Ibu. Terlebih lagi, keterkaitan persoalannya terus melebar hingga motherhood biologis.

Berhubungan banyak tentang hal itu, di negeri seberang sana yang mendeklarasikan diri sebagai wilayah orang-orang superior banyak kalangan feminisme yang berusaha mendefinisikan kembali labelisasi sosok ibu pada diri seorang perempuan. Bahkan hal ini menjadi satu kajian serius yang banyak mencuri perhatian aktivis feminis barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun