Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Umbar Keuanganmu

18 Januari 2021   15:18 Diperbarui: 18 Januari 2021   15:43 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salah satu hal yang banyak diincar oleh sebagian besar orang di dunia adalah uang. Alat transaksi yang digemari dan digilai khalayak ramai. Kemanfaatan yang melekat pada uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sering menjadi alasan kenapa orang-orang harus bekerja banting tulang siang-malam. 

Tidak hanya banting tulang siang-malam, sebagian besar orang bahkan rela berkorban waktu dan menerobos jarak nun jauh berlipat-lipat demi menggenggam uang. Demi uang adakalanya orang menghilangkan rasa kemanusiaan. Karena uang terlalu banyak orang mengutamakan egois dan keliaran akal bulusnya.

Kita mungkin pernah mendengar tentang bagaimana orang saling menjatuhkan diri karena urusan uang. Kita mungkin pernah mendengar tentang bagaimana manusia saling berlomba-lomba untuk memberanguskan nyawa karena hendak menguasai harta-uang, jabatan dan realitas kebahagiaan yang dimiliki oleh orang lain. 

Atas dalih uang pula bagaimana identitas, status dan stratifikasi sosial masyarakat tertentu kadang menjadi gejolak bias yang berkepanjangan. Kepemilikan atas uang meletakkan di mana posisi, cara pandang dan bagaimana kita menyikapi masing-masing orang. Termasuk di dalamnya turut mengkonstruksi bagaimana pola hidup seseorang. 

Mengenai hal ini dapat dilihat dari bagaimana cita-cita khalayak ramai yang mengidam-idamkan diri untuk merubah dan memperbaiki hidupnya supaya menjadi orang yang bergelimangan harta-uang, tahta dan kehormatan-pengakuan. Karena bagaimanapun ada pandangan yang terabadikan dalam kesadaran diri bahwa jumlah kekayaan itulah yang kemudian menjadi barometer bagaimana orang lain memandang dan memperlakukan.

Ironisnya, barometer itu kerap menjadi biang keladi banyak timbulnya ketimpangan, konflik dan kecemburuan sosial hingga memancing niat kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Entah itu modus yang hinggap karena keterpaksaan, himpitan ekonomi, mengendaki kaya dengan cara yang instan, ataupun memang karena ada kesempatan yang berawal dari mengumbar keuangan kita di media sosial.

Dengan demikian, mengumbar keuangan kita di media sosial itu berarti menghendaki diri untuk memancing timbulnya keirian, menimbulkan keresahan hidup, memberi kesempatan kepada orang lain untuk menanamkan motif kejahatan hingga mematikan kewarasan manusia untuk berbuat baik kepada sesama.

Ah, sampai di sini ada benarnya kata Herbert Mind (sosiolog), di mana manusia mulanya menciptakan uang sebagai salah satu sistem yang memudahkan manusia mengatur, menyukupi dan mengendalikan kebutuhan dirinya. Akan tetapi, lambat laun rapuhlah tujuan mulia itu dengan menempatkan masing-masing manusia sebagai subjek yang diobjektifkan oleh kegilaannya penguasaan atas uang.

Kegilaan penguasaan atas uang terus menggurita di dalam dada manusia. Melemahkan hati nurani masing-masing kita. Mematikan kinerja rasionalitas atas anugerah terbaik yang diberikan oleh Tuhannya. Satu keadaan di mana Sigmund Freud menegaskan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh manusia melulu sibuk memenuhi ego dan id yang ada dalam dirinya semata-mata. 

Sebaliknya, di satu pihak tak pelak kita jumpai pula selalu ada upaya daripada pihak ketiga yang berusaha membeberkan dan mengulik seberapa besar kekayaan seseorang yang dipandang sebagai tokoh dan penjabat di mata khalayak ramai. Pihak ketiga itu sebutkanlah media massa dan akun media sosial tertentu yang doyannya mencari sensasi demi mendapatkan rating tinggi.

Dari sini kita bisa menarik benang merah, bahwa bisa saja masing-masing pribadi manusia berusaha tidak mengumbar besaran keuangannya, akan tetapi pada kenyataannya selalu ada pihak ketiga (oknum) yang secara sengaja hendak menunggangi hal privasi seseorang untuk semata-mata kepentingannya. Ah, dasar manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun