Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seleksi Masa

16 Oktober 2020   13:07 Diperbarui: 16 Oktober 2020   13:27 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Merebus mantra seketika
Apapun itu namanya
Mengenalnya atau tidak, tak apa
Memahaminya maupun tak bisa
Tetap saja takan pernah sama
Masing-masing mengemban beban pundak nan berbeda
Berpijak di bumi antara

Lantas di bagian kurun waktu mana aku harus mengiba?
Di langkah kaki mana aku harus berputusasa?
Pada bagian kerling keberapa aku harus memutuskan berhenti memahaminya?
Dalam jengkal keyakinan setebal apa aku harus bersua?

Akhirnya aku leluasa,
Sesekali menebar prasangka tak mengapa
Tak lagi harus berlaga pilon berpura-pura
Menimbang-nimbang kemerdekaan tiada tara
Menghitung-hitung kebaikan kehendak tak terhingga
Bahkan engkau mengkalkulasikan semuanya
Entah itu segunung pun atau seujung kuku miliknya

Kenyataannya?
Diam-diam engkau menabuh genderang curiga
Menuding-nuding setiap kepingan dosa kesalahan pena
Pada malaikat pencatat amal itu dirimu telah durhaka
Dan engkau sibuk mengekalkannya
Mengutuk-ngutuk dengan curah caci tak terduga

Senyum sinismu kini tak lebih hanyalah tanda
Sumpah serapah tak ayal mengumpat jejak janjimu yang lama
Setiap kalimatmu kini tak lagi bernyawa
Marwah tutur katamu habis terlumat keraguan masa

Lalu mana mungkin engkau akan mengembara
Menunggang kuda Sembrani nian perkasa
Mengapung jauh karena titel perjaka
Mengibas-ngibas ekor pesona yang menjerat siapa saja

Dan aku sedang sibuk memahat citra
Mencacah takdir dengan muara luka
Menerka-nerka kebenaran dalam bahasa hasut dan adu domba
Menjadikan surga sebagai patokan kebaikan atas sesama
Menggolongkan siapa-siapa sesuka hati sebagai penghuni neraka

Tapi sejak kapan aku menenun peduli dan meratap demi menyesalinya?
Bukankah sejak perputaran detik yang kesekian perhatianku telah tergadaikan tanpa sisa?
Bukankah harga diriku telah luntur tanpa menyisakan secuil rasa?
Bukankah setiap manusia candu melatah demi yang ia puja?

Sengsara karena dahaga
Berduka lama karena citanya
Tak sungkan nista karena perjuangannya
Tak butuh waktu lama untuk manusia menjadi papa

Namanya bisa saja terabadikan nisan sekarang juga
Tak perlu menunggu engkau menyadarinya
Pun Tuhan telah menjadikan Kun Fayakun sebagai takdirnya
Sementara engkau terperangkap dalam siksa
Merahimkan tiap-tiap jengkalan masa
Menjadi sirna

Tulungagung, 16 Oktober 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun