Terutama, harus saya akui, bahwa pada sesi ini Prof. Na'im lebih banyak menguasai jalan percakapan. Tentu semangat beliau dalam bercerita dilatarbelakangi oleh segudang pengalaman hidup yang luar biasa dan menginspirasi. Ma'af-ma'af saja, urusan umur di sini juga sangat mempengaruhi. Sesuatu hal yang tak dapat disembunyikan dan ditutupi.
Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya mbak Anis Zuma datang didampingi oleh sang adik, Choirudin. Setahu saya, mereka berdua sama-sama jebolan Bidikmisi IAIN Tulungagung, dan memiliki prestasi yang luar biasa dalam hal akademik di kampus. Karena itulah mereka dapat beasiswa. Eh, ma'af keceplosan.
Kini, teman ngobrol pun bertambah dua orang. Namun, di tengah-tengah keasyikan berbagi cerita pengalaman itu muncullah mas Fami Muhammad. Salah seorang senior tatkala di pondok Panggung dan di kampus. Hampir-hampir kedatangan mas Fami memecah kegelisahan kami yang telah beberapa saat menunggu. Setidaknya ini semacam aufklarung yang menjanjikan, agenda rapat akan segara dimulai.
Ah, namun sayang seribu sayang, dua orang pengurus tidak dapat hadir di agenda rapat perdana ini. Kabarnya Ning Jazil sedang berhalang untuk hadir dan mas Thoriq sedang diliput rasa kebahagiaan sejati menyambut kedatangan sang buah hati.
Baiklah, akhirnya kami pun memutuskan untuk memulai rapat meskipun tanpa personil yang lengkap.
Akhir kata, untuk Ning Jazil, saya do'akan semoga waktunya di lapangkan. Sementara untuk om Thoriq, semoga buah hatinya sehat selalu dan dijadikan anak yang soleh/sholehah, berbakti kepada orangtuanya, agama, nusa dan bangsa. Pesan saya, didiklah ia untuk menjadi seorang penulis.
Tulungagung, 13 Agustus 2020