Mohon tunggu...
Imma Wicaksono
Imma Wicaksono Mohon Tunggu... wiraswasta -

wanita biasa,pendiri Makassar Cooking Club, berkarir di @mamlala_kitchen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehangatan Keluarga Dimulai Dari Rumah

4 Maret 2018   19:51 Diperbarui: 4 Maret 2018   19:59 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehangatan Keluarga Dimulai Dari Rumah

Kehangatan keluarga, menurut saya, bermula dari dalam rumah. Mau tinggalnya di rumah mertua, rumah orangtua, rumah kontrakan, rumah susun, rumah pribadi (alhamdulillah ya jika sudah memiliki rumah idaman). Dimanapun bentuk naungan kita tinggal bersama, maka disitu kehangatan keluarga seharusnya dirasakan.

Buat saya pribadi, dan keluarga kecil saya, rumah adalah segalanya, di sana kami berkumpul dan bebas melakukan apa saja. Rumah kami temanya, minimalis, bukan dalam defenisi desain yang minimalis, tapi dalam makna yang betul betul minimalis. Mulai dari ukuran lahan, bangunan, hingga perabotan. Luas tanah nya 8 x 15m dan bangunan type 56, dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, ruang nonton dan meja makan yang bercampur dalam satu  ruangan, serta satu dapur berkonsep outdoor dan apa adanya,  heheh, maksudnya ga neko neko desainnya, yang penting bisa mengakomodir kegiatan masak memasak untuk keluarga dan membuat kue orderan customer, yang merupakan salah satu sumber pendapatan rumah tangga kami (saya berjualan kue online, cek instagram sayaa yaa @Mamlalakitchen)

Sejak kami tinggal dirumah ini, saya dan suami, berkomitmen, kami hanya akan mengisi rumah kami dengan perabotan yang memiliki fungsi yang tepat, kami tidak akan menghabiskan uang, untuk membeli perabotan perabotan yang sebenarnya fungsinya hanya sebagai suatu keindahan. Jadi furniture macam, sofa dan meja, selain kami pilih yang sesuai dengan style kami, tentunya model nya memang benar benar berfungsi untuk memenuhi kenyamanan kami dalam menerima tamu, sekaligus berkumpul untuk ngobrol santai dan nonton film film favorit kami.Selain satu sofa set, furniture lain, yang ada dalam rumah kami adalah satu set meja makan, nah meja makan bagi kami sekeluarga, adalah tempat terbaik pertama favorit kami dalam rumah. 

Sejak anak anak kami lahir, salah satu bentuk didikan kami kepada mereka adalah makan bersama di meja makan, tidak ada tuh namanya, makan sambil nonton duduk di sofa atau karpet depan tivi. Itu hal yang pamali dalam keluarga kami. Makan bersama di meja makan adalah ritual khusus yang terjadi maksimal 2x dalam sehari. Nah di meja makan nih, kami paling sering ngobrol (sambil makan tentunya), segala macam tema obrolan biasanya akan mengalir seru dari kedua anak anak kami yang usianya sedang beranjak remaja. 

Selain celotehan alias curhatan tentang kejadian kejadian yang mereka alami hari itu, saya atau suami saya, juga sering menceritakan pengalaman kehebatan dan keseruan kami di jaman sekolah dulu kepada mereka,  tidak lain tentunya supaya menjadi sumber motivasi buat mereka, sekalian buat kami untuk bernostagia, hihihi. Karena bernostagia akan hal hal yang indah di masa lalu akan memicu hormon endorphin, yang seterus nya tentunya akan membuat hati dan pikiran kami sebagai orangtua yang sehari harinya telah di sibukkan dengan urusan pemenuhan sandang dan pangan bagi keluarga kami, terbebas yang dari namanya stres alias tekanan tekanan negatif.

Saya dan suami saya meyakini, kehangatan keluarga adalah sumber dari kebahagian keluarga kami. Bagi anak anak kami, itu adalah cikal bakal dari terbentuknya individu/ personality yang memiliki nilai nilai agama dan sosial ketika mereka tumbuh dan mengenal lingkungan lingkungan lain, diluar lingkungan rumah/keluarga.Kami juga tidak memiliki asisten rumah tangga, sejak mereka lahir, saya dan suami bahu membahu menyelesaikan tugas tugas rumah tangga, dulu ketika anak anak kami masih usia balita, memang terasa sangat berat, tapi perlahan lahan, ketika usia mereka kini beranjak remaja (Lala si sulung usia hampir 13thn, dan Aryo si bungsu yang baru saja berusia 11thn), saya dan suami mulai merasakan kehilangan beban beban rumah tangga yang dulunya hanya kami berdua yang mengerjakan. Tugas tugas dalam rumah, sedikit demi sedikit mulai diambil alih oleh anak anak kami, hal hal yang ringan sebenarnya, tapi merupakan kebiasaan yang tidak mereka sadari telah menjadi kewajiban mereka di dalam rumah.Seperti misalnya, tugas lala : memasak nasi (menggunakan rice cooker), mencuci piring, membantu menyiapkan meja makan, menyapu, dll. Tugas Aryo : mengepel lantai, membuang sampah dalam rumah ke penampungan sampah terakhir di halaman rumah, membantu pekerjaan atau hal hal kecil yang bersifat kelaki laki an, dll. Membersihkan dan merawat barang barang pribadi mereka masing masing tentunya harga mati, kami orangtua, hanya membantu jika mereka memang betul betul membutuhkan bantuan kami. 

Filosofinya yah menanamkan kemandirian dan tanggung jawab sejak dini kepada mereka. Karena menurut pengalaman kami yang dulu, tidak sedikit mengalami salah pola asuh dari orangtua kami (tanpa menghilangkan rasa hormat dan sayang kami yang seumur hidup terhadap 2 pasang orangtua kami), keberhasilan anak anak di masa depan mereka, di picu oleh kemandirian dan tanggung jawab akan diri mereka sendiri. Pola pola pengasuhan yang intinya, menyiapkan materi/kebutuhan dan keinginan keinginan mereka tanpa mereka mengalami proses perjuangan mendapatkan hal hal yang mereka inginkan tersebut, akan membuat anak anak tumbuh dengan karakter manja dan lemah.

Saya dan suami saya, bukan type orangtua yang ideal mungkin (bagi anak anak kami), seringkali dalam obrolan random yang sering kami lakukan, mereka menyebut tentang teman teman mereka yang menurut ukuran pikiran mereka, adalah anak orang kaya, pakai sepatu merek itu, pakai handpone keluaran terbaru merek itu, punya game player serial paling tinggi, atau fasilitas belajar mereka dirumah yang super komplit, tapi alhamdulillah, thanks God, saya maupun suami saya, tidak pernah sekalipun mendapati nada nada iri, setiap kali mereka menyebutkan kelebihan kelebihan teman teman mereka tersebut. Mereka tidak membandingkan diri mereka, mereka tidak secara tersirat pun ingin seperti mereka. Mereka hanya menceritakan pengalaman dan kesan yang mereka dapat di dalam lingkungan lingkungan mereka diluar sana, setelah kembali berkumpul dirumah.Itu salah satu hal yang paling saya syukuri terhadap anak anak saya. Kemampuan mereka berpikir objectif terhadap apapun yang ada disekitar mereka.

Dan saya yakin, itu terbentuk bukan seketika, tapi melalui proses kebiasaan kebiasaan baik yang kami tanamkan sejak mereka kecil dulu. Dan pastinya, kehangatan dalam keluarga yang mendukung hal hal positif seperti itu terjadi.Kebiasaan kebiasaan baik bernilai agama dan sosial yang di tanaman dalam rumah, akan membawa hikmah yang luar biasa terhadap pembentukan karakter dan personality anak anak kami. Eh ini bukan bermaksud membanggakan anak anak kami yang lucu lucu itu yah, hihihi.

Saya hanya ingin menggaris bawahi dalam tulisan ini, jika kesederhanaan tidak menjadi penghalang menciptakan kehangatan dalam keluarga. Anak anak sesungguhnya tidak perlu kelebihan kelebihan materi, mereka perlu kehangatan dari kedua orangtua mereka.

Jadi sekalian nih, saya berbagi tips untuk menciptakan kehangatan keluarga :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun