Mohon tunggu...
Rahman Hidayat
Rahman Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyakit "Post Truth" di Sekitar Kita

28 Juli 2020   00:28 Diperbarui: 28 Juli 2020   00:42 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apakah terasa asing di telinga kalian ketika mendengar kata "Post truth" ?.  Post truth dalam kamus Oxford termasuk Word of the year pada tahun 2016. Kata ini banyak dipakai orang-orang hingga meningkat 2000 persen. kata favorit yang diinisiasi pada tahun 1995 dan viralnya pada tahun 2016  karena Donald Trump jadi presiden dan Brexit (Britain Exit).

Dalam kamus oxford, post truth describing situations in which objective facts are less influential in shoping public opinions than appeals to emotion and personal belief (adj) atau menjelaskan suatu situasi/kondisi ketika fakta objektif kurang berpengaruh dalam opini publik lalu menarik keterikatan emosi dan kepercayaan pribadi.

Jika masyarakat diberikan fakta tidak terlalu percaya, mereka lebih percaya hal yang menyangkut emosi atau kepercayaan.

Post truth atau kebohongan. Saya contohkan ketika faktanya sebuah rumah memiliki warna hijau, lalu seseorang yang sangat fanatik dengan gurunya selalu mempercayai apa kata gurunya. Guru itu mengatakan rumah tersebut berwarna hitam. Spontan murid tersebut percaya dan menganggap rumah tersebut berwarna hitam.

Sepasang suami istri yang baru saja berbelanja pakaian, ketika sang suami menanyakan bagaimana penampilannya ketika dia memakai baju berwarna merah muda. Faktanya banyak orang tertawa ketika melihat suami tersebut memakai baju merah mudanya.

Tetapi karena istrinya menjaga perasaan suaminya, ia pun mengatakan baju yang dikenakan suaminya sangat bagus. Artinya dalam fenomena post truth ini fakta selalu terkubur oleh emosi dan kepercayaan seseorang.

Fenomena paling nyata pada post truth ketika perang dunia ke 2. Dimana Hitler yang terkenal dengan propagandanya melapor kepada parlemen bahwa tentara Polandia menembaki tentara Jerman dan Hitler mengatakan harus balas dendam.

Padahal faktanya Jerman dan Polandia saling tembak menembak dan bahkan yang banyak tewas malah tentara Jerman. Namun fakta dipotong lalu Hitler membangkitkan semangat nasionalisme hingga pecahlah perang.

Saya mempunyai pandangan bahwasanya "teman tidak selalu benar , suatu saat pasti ada salahnya. Begitu juga dengan musuh yang tidak selalu salah, suatu saat pasti ada benarnya." Artinya saya mencoba untuk melihat sebuah objektivitas kebenaran itu bukan karena sebuah keterikatan emosi dengan seseorang. Tetapi berdasarkan fakta yang saya lihat dan dengar.  

Hoax termasuk bagian dari post truth. Di Indonesia khususnya penyakit ini menjalar ketika tahun kontestasi politik pemilu 2014 dan 2019. Para elit politik selalu memainkan perasaan masyarakat untuk menarik perhatian dan mendapatkan kekuasaan. Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum bisa memilah sebuah kebenaran. Apalagi di era digital sekarang.

Menurut Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk periode April 2019 dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet. Jumlah ini sangat memungkinkan tersebarnya hoax dengan angka yang besar pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun