Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Memasak Rembulan untuk Kekasih

4 Oktober 2018   15:36 Diperbarui: 4 Oktober 2018   17:13 3312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: pixabay.com)

Ketika malam menjelang, aku pun menyiapkan segala sesuatunya. Di serambi apartemenku di Kalibata City lantai 9 kumenyiapkan galah, bambu panjang.

Kulihat bulan malam itu bersinar sangat indah. Cahayanya berpendar ke segala arah. Warnanya terang kebiru-biruan berpadu dengan langit. Sementara bintang berkedip-kedip  seperti memberi kode untuk ketemuan. Dengan perlahan kuangkat galah itu dan mengarahkan ke sekumpulan bintang-bintang dan menjoloknya seperti saya mengambil mangga.

Beberapa masuk ke galah yang sudah kusiapkan ada tempat penampungnya, ia tidak terjatuh. Dengan perlahan aku tarik galah itu dan kupungut bintang-bintang itu dari jaring dan kumasukan ke baskom yang sudah kusiapkan. Ketika aku akan mengangkat galah lagi untuk mengambil bintang yang lain, sepasang  kekasih yang sedang berduan di serambi apartemen sebelahku protes.

"Mas, tolong bintang-bintang jangan diambilin semua" katanya dengan pasang muka ketidaksukaannya.
"Kami kan sedang menikmati."
Aku pun mengurungkan mengambilnya lagi.

Aku lihat mereka sedang asyik mengadu asmara. Seorang laki-laki duduk di kursi memandang bulan dan bintang-bintang. Sementara si perempuan duduk di pangkuannya. Tangannya menunjuk ke bulan. Sepertinya dia minta kepada kekasihnya untuk memetik rembulan itu. Aku pun dibuat kaget. Karena aku juga akan mengambil rembulan untuk menjamu kekasihku.

Melihat gelagat itu, aku langung berteriak. "Mas tolong rembulan itu jangan diambil. Aku sedari tadi sudah mengincarnya. Aku terlanjur janji kepada pacarku." Kataku kepada pemuda yang ada di sebelah apartemenku itu.

"Ma'af Bang, gak bisa. Soalnya pacarku juga minta. Aku gak mau gara-gara ini kami berantem." Jawabnya.
"Tidak bisa begitu mas. Saya sudah dari tadi mengincarnya."
"Lho, bukankah rembulan ini milik umum. Siapa pun boleh menikmatinya."

"Iya mas. Tapi untuk kali ini, tolong!. Aku sudah berjanji pada pacarku yang jauh-jauh dari Inggris datang dan aku ingin menyambutnya dengan memasaknya seenak mungkin."
"Tidak bisa mas. Kami dari tadi sore, siang bahkan pagi sudah menunggu dan menyiapkan momen ini."
"Oh gitu mas. Gimana kalau aku ambil bulan itu kemudian kita bagi dua: sebagian untukku dan sebagian lagi untuk kalian?" aku mengajukan usul. Mereka pun menyetujuinya.

Aku mengangkat galah lagi. Mengarahkannya ke rembulan di atas sana. Ternyata galahku kurang panjang. Aku naik kursi agar nyampe. Masih juga kurang panjang sedikit lagi. Aku turun lagi mencari galah lain untuk menyambung. Setelah kusambung, aku angkat lagi dan menjoloknya. Itu pun kakiku harus jinjit.

Aku seperti menjolok sarang tawon. "Kena!" Teriakku kegirangan ketika rembulan itu jatuh ke keranjang yang ada di galah itu. Galah itu melengkung  ke bawah menandakan beban yang ada di keranjang itu cukup berat.

Aku menahannya sekuat tenaga. Tubuhku sampai bungkuk mengenai tembok pembatas apartemen. Dengan perlahan aku menariknya ke serambi. Setelah berhasil mendarat di lantai, kuperhatikan rembulan itu begitu indahnya. Kuambil pisau tajam di dapur, aku potong rembulan itu menjadi dua: sepotong untukku, sepotong lainnya kuberikan ke sepasang kekasih yang ada di sebelah apartemenku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun