Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku dan Waktu

21 Februari 2021   17:30 Diperbarui: 21 Februari 2021   17:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang waktu terus bergulir. Kadang kusadari, namun sering tak kusadari. Aku tak peduli. Banyak yang berubah tatkala ia datang. Aneka rasa ikut menyertai. Semua peristiwa yang ditandainya.

Sang waktu terus memeluk. Ada kalanya ku hanya tepekur sia-sia. Merenung demi masa. Tujuan hidup tanpa makna. Kubertanya padanya, "Aku harus apa?"

Sang waktu terus berlalu. Aku pun bisu. Terkadang aku merasa tak adil. Ada yang hilang karena waktu. Ada yang datang karena waktu. Rindu. Menunggu. Biru.

Sang waktu terus melaju. Kuikuti semampuku. Ada masanya aku merasa sang waktu berhenti berputar. Kala cobaan datang dan peristiwa besar merajam. Ada masanya juga, aku ingin sang waktu justru berhenti berputar. Ketika hidup terasa indah dan manis.

Sang Waktu terus berseru. Katanya, "Jangan sia-siakan hidupmu! Setiap waktu adalah kesempatan, " Aku diam tanpa tahu hingga hari itu. Kala banjir menerjang secara tak biasa di seberang sana.

Sang Waktu terus mengetukku. Tiap menit ia memberi kabar tak baik. Hingga malam itu, aku pergi bersama waktu. Kutuju rumah saudara jauh itu. Air sudah surut. Gelap malam. Listrik padam. Beras terendam.

Sang Waktu terus bergulir. Senyum kepasrahan menghias wajah perempuan itu. Orang baik yang kukenal. Orang yang tegar menghadapi hidup. Aku pamit pergi untuk membeli berbagai macam yang diperlu. Luruh sudah hatiku.

Sang Waktu terus menyentuhku. Aku kembali dengan tiga kardus biru. Tak ada lilin yang dia perlu. Perempuan itu masih tersenyum. "Kami ditengoki saja sudah senang, " katanya. Ah, waktu terasa manis dalam keremangan malam.

Sang Waktu terus mencubitiku. Tanah lembab. Dingin. Listrik padam. Kendaraan hanya diam. Hilir mudik kunjungan saudara tetangga. Dia bilang bahagia. Katanya, malam ini aku yang menjadi saudaranya.

Sang Waktu terus menggelitik. Aku bergidik. Kuanggukan kepalaku. Iya, aku tahu sekarang. Waktu itu berharga. Perbuatan kecil yang bersanding dengan waktu yang tepat itu menjadi sangat berarti.

Sang Waktu terus bernyanyi. Aku ucapkan padanya berulang kali, "Terimakasih untuk pelajaran hidup malam ini." Akan kuselami makna waktu yang ada hingga batasnya nanti. 

Cikarang, 21 Februari 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun