Mohon tunggu...
Suharyanto Mallawa
Suharyanto Mallawa Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Perpusnas

Belajar Menulis Kepustakawanan dan Perpustakaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kang Maman: Literasi, Peradaban, Buku, dan Perpustakaan

16 Agustus 2022   07:22 Diperbarui: 16 Agustus 2022   07:23 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber foto : Kanal Youtube Perpustakaan Nasional

Peradaban dibentuk karena manusia menemukan cara untuk saling menularkan pengalaman, saling menularkan penemuan, saling menularkan ikhtiar dan berbagai ilmu dan  imajinasi, dan salah satunya adalah dalam bentuk buku, dalam bentuk perpustakaan, demikian ungkap Kang Maman yang disampaikan pada acara seminar peningkatan indeks literasi masyarakat untuk kesejahteraan provinsi DKI dengan tema  "Transformasi layanan perpustakaan Jakarta menuju masyarakat berbudaya literasi." Yang diadakan di Perpustakaan Nasional  pada hari senin, 15 Agustus 2022.  

Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, dan sambutan disampaikan oleh  Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Reza Patria.  Selain Kang Maman,  juga menghadirkan narasumber Anggota Komisi X DPR HJ. Himatul Aliyah, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Deni Kurniadi. Moderator acara ini oleh Farli Elnumeri. Acara ini merupakan bagian dari kegiatan.

Kang Maman dengan lugasnya menyampaikan Indonesia terkenal dengan negara yang jumlah perpustakaannya nomor 2 dimuka bumi setelah India. Persoalannya satu angka OECD kita ga pernah berubah, padahal perpustakaannya sudah banyak, Perda DKI jelas sebaik mungkin perpustakaan sampai ke tingkat kecamatan, bahkan perpustakaan harus sampai ke tingkat kelurahan, kalau itu terwujud kita bisa jadi nomor satu di muka bumi. 

Tapi ada jaminan kemudian angka OECD kita, gemar membaca kita menjadi tinggi? tadi bu Himatul menjelaskan dengan baik bukannya menjadi tinggi ini malah kita makin turun, kurvanya menjadi sangat turun. Apa kira-kira permasalahannya?

  • Perpustakaan sebagai benda mati. Temuan-temuan di lapangan,  jelas masih banyak perpustakaan menyediakan benda mati bernama buku, tidak ada interaksi di sana.
  • Kurangnya tenaga perpustakaan dan kompetensi pustakawan. Kang Maman mengatakan  saya cuma membayangkan kalau semua perpustakaan, semua kelurahan di DKI ada perpustakaannya lalu tidak ada tenaga teknis perpustakaan,  diberikan lagi ke pegawai kelurahan yang sudah sibuk ngurusin berbagai hal, apakah akan ada yang datang ke perpustakaan kelurahan? Yang kalau datang cuma ditanya, "saya mau cari buku ini, oh cari sendiri, oh tidak ada, saya bisa dapat di mana? Ga tau silakan cari ditempat lain, kalau tidak ada di sini. Maka.yang kita hadapi adalah benda mati bukan benda hidup, maka harapan saya, kalaupun nanti kita punya perpustakaan sebanyak apapun perpustakaan tolong perpustakaan dilengkapi dengan tenaga teknis perpustakaan dan yang penting pustakawan
  • Literasi sekedar baca dan  tulis

Coba banyangkan hari ini perpustakaan kita 164.610,  pustakawanya cuma 3.596 orang artinya  1 pustakawan berbanding 46 perpustakaan. 

Bagaimana perpustakaan bisa hidup, bagaiamana perpustakaan dapat mencapai tingkatan literasi seperti yang disampaikan pak Syarif Bando, bahwa perpustakaan bukan sekedar baca tulis tapi juga kemampuan mengakses buku-buku yang ada diberbagai tempat dimanapun di muka bumi. 

Hari ini kita butuh pustakawan yang bisa menjadi teman kita untuk mengatakan bahwa kalau tidak ada di sini akses di sana deh, itu satu, yang kedua bagaimana kita bisa berpikir kritis kalau perpustakaan cuma jadi tempat untuk mencari buku tidak kegiatan-kegiatan Interaktif, seperti berdiskusi membuka kemampuan kita untuk berpikir kritis dan sekaligus syuku-syukur  kalau  menghasilkan barang dan jasa, mempraktikan apa yang ada di buku dan di perpustakaan.

Membaca membuat imajinasi melayang tanpa batas

Nail Gaiman mengatakan bahwa begini kalau hanya sekedar memproduksi kita kalah sama Cina. Kasih saja cara membuat apapun pasti orang Cina di negara Indonesia bisa. Persoalannya cuma satu. Mampukah menjadi inovator, lalu kemudian pemerintah Cina menyadari itu, lalu kemudian mengirim tenaga-tenaga nya ke berbagai negara dan menanyakan termasuk ke google, termasuk ke perusahaan-perusahaan IT  yang tinggi, kok kalian bisa ya bekerja di google, kok kalian bisan ya bekerja di perusahaan- perusahaan IT yang sedemikian rumitnya. Jawaban mereka apa? Karena sedari kecil kami membaca fiksi, kami membaca buku-buku fiksi yang membuat imajinasi kami melayang tanpa batas

Sebagai kata penutup Kang Maman melontarkan narasi, Terakhir ada ga perpustakaan sekolah, perpustakaan umum, perpustakaan yang dikelola oleh negara yang hari ini ketika kami belajar bolehlah sekolahanya tutup tetapi  perpustakaannya buka di sekolah deh, jangan-jangan orang jarang datang ke perpustakaan karena perpustakaannya buka ketika anak belajar,  ketika waktunya istirahat perpustakaannya ikut istirahat, begitukah di sekolah lalu kapan anak bisa masuk belajar datang ke perpustakaan,   ketika istirahat lalu perpustakaannya ditutup, ketika hari sabtu perpustakaannya ikut libur, ketika hari minggu perpustakaannya ga bisa diakses. adakah yang membuka perpustakaan di sekolahnya  yang katanya inklusif membebaskan warga di sekitarnya sekolahannya untuk masuk walaupun bukan warga sekolah itu, ada di Jakarta? Kalau itu tidak ada maka kita berhadapan dengan benda mati bukan benda hidup.

Narasi Inklusi

Kita butuh pustakawan-pustakawan  yang hadir di sekitar kita untuk menjadi teman bicara kita, untuk menjadi teman membedah buku

Kita menginginkan pustakawan yang menemani kita bagaimana cara mengakses buku-buku diperpustakaan

Kita mau adanya perpustakaan yang benar-benar inklusi, perpustakaan yang terbuka dan dapat dikunjungi oleh berbagai kalangan terutama masyarakat sekitar tanpa batasan keanggotaan

Kang Maman dalam karya

Maman Suherman atau dikenal dengan nama pena Kang Maman telah mengisi peradaban bangsa, hadir di tengah-tengah penggiat literasi, menebarkan narasi dalam goresan pena, mengisi ruang-ruang perpustakaan dengan bukunya, menjelajah dunia virtual dengan buku digital, menghiasi dengan pencerahan di media massa dan media sosial. 

Kang Maman jejak pena dalam kurun waktu 10 tahun telah menghasilkan 31 judul buku sebagai bagian dari  literasi, peradaban, buku dan perpustakaan

1. Cinta Itu Alasan Sekaligus Tujuan, 2022
2. Humor at Work, 2022 (Sebuah Antologi, menulis bersama penulis lainnya IHIK3)
3. Aku Lelakimu, Setia Menantimu, 2022
4. Nusantara Pelabuhan Hati, 2022
5. 99 Mutiara Hijabers, 2022
6. Bahagia Bersama, 2021
7. Re dan peRempuan, 2021
8. Ibu Sebuah Obituari Cinta, 2020
9. Aku Menulis Maka Aku Ada, 2020
10. Milenial & Turnover, 2020
11. Ada Nama Yang Abadi di Hati Tapi Tak Bisa Dinikahi, 2020
12. Cinta Itu Alasan Sekaligus Tujuan, 2020
13. Bukan Buku Agama Bukan Resep Masakan, 2020
14. Reinkarnasi, 2020
15. Hidup Kadang Begitu, 2020
16. Hijaber Jika Itulah Jalanmu, 2019
16. Perempuan Jika Itulah Namamu, 2018
17. Bapakku Indonesia, 2018
18. Bhinneka Tunggal Cinta, 2018
19. Sundulman, 2017
20. Aku Takut KehilanganMu, 2017
21. NoTulen Tidak Asli Tapi Hamba Allah, 2017
22. Mutiara Kehidupan,  2017
23. peREmpuan, 2016
24. 99 Mutiara Hijabers,  2015
25. Notulen Cakeppp 2, 2015
26. Virus Akal Bulus, 2014
27. Notulen Cakeppp, 2014
28. RE:, 2014
29. Bokis2, 2013
30. Bokis, 2012
31. Matahati, 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun