Mohon tunggu...
Malinda Sari Sembiring
Malinda Sari Sembiring Mohon Tunggu... Dosen - Nothing is impossible because anything is possible if you believe

Sociopreneur for @sangerlearning| Fulltime Learner- Accounting Lecturer| Ig/twitter @mssembiring_

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menapaki Jejak Para Pejuang di Monumen Tugu Pahlawan

13 April 2013   09:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:16 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sini kau tidur dalam keabadian tanpa batas sebagai pahlawan tak dikenal karena gugur saat berjuang tanpa pamrih. Membela bangsa dan negara menjadi satu dalam pusara tanpa nama. (Piagam di atas Makam Pahlawan Tak Dikenal, Monumen Tugu Pahlawan, Surabaya)

Makan Pahlawan Tak Dikenal ini merupakan salah satu isi dari Kompleks Monumen Tugu Pahlawan yang terletak di tengah kota Surabaya. Konon, dalam kompleks ini terdapat makam pejuang yang gugur saat petempuran namun tak diketahui dengan pasti siapa sehingga dibuatlah pusara untuk mengenang pejuang ini. Ketika memasuki kompleks Monumen Tugu Pahlawan lewat pintu utama, makam ini dapat ditemukan dibalik Tugu Pahlawan.

[caption id="attachment_254359" align="aligncenter" width="150" caption="Makam Pahlawan tanpa Nama| Malinda Sembiring"][/caption]

Sekilas pandang, pengendara yang melewati Jalan Pahlawan hanya bisa melihat sebuah tugu berbentuk paku terbalik setinggi 45 yard yang menancap di tengah lapangan yang berdekatan dengan Bank Indonesia dan Kantor Gubernur Jawa Timur. Apalagi sekeliling kompleks yang dibatasi pagar setinggi hampir 2 meter yang menutupi isi dari kompleks pahlawan ini sehingga Tugu Pahlawan yang digadang sebagai salah satu objek wisata oleh Dinas Pariwisata setempat sepi pengunjung.

Ketika memasuki kompleks lewat pintu utama, pengunjung disambut patung Soekarno Hatta berdiri gagah yang tengah membacakan teks proklamasi. Sisi kiri maupun kanan monumen Soekarno Hatta ini bisa dilewati untuk selanjutnya melihat patung-patung di tiap sisi dalam dari pagar yang membatasi kompleks dengan jalan di luar. Patung-patung ini merupakan beberapa pejuang pada masa pertempuran 10 November 1945.

Selain patung, di beberapa sisi kompleks terdapat koleksi-koleksi senjata seperti Mortir 22 mm yang merupakan rampasan dari Tentara Sekutu pada masa pertempuran 10 November 1945, ada pula Meriam PSU 40 mm buatan Swedia yang juga merupakan rampasan dari Tentara Sekutu. Masih pada sisi yang sama, yaitu sisi kiri dari pintu masuk, pengunjung juga dapat melihat mobil bernomor polisi N 1708.A milik Bung Tomo dengan merek Opel Kapitan buatan Jerman yang sengaja diparkirkan di dalam kompleks ini.

Melalui sisi kiri kompleks, kita dapat menemukan sebuah bangunan mirip rumah dengan denah yang amat kecil. Bagi pengunjung yang hanya melihat sekilas, bangunan ini lebih mirip rumah ukuran sederhana. Namun, siapa sangka plang di atas bangunan itu bertuliskan museum yang juga menjadi bagian dari kompleks berisi barang-barang peninggalan seputar perang 10 November.

[caption id="attachment_254360" align="aligncenter" width="300" caption="Monumen Tugu Pahlawan| Malinda Sembiring"]

13658190302027853266
13658190302027853266
[/caption] Bangunan utama yang dapat membantu pengunjung menapaki jejak pejuang masa lalu tak lain terletak di tengah kompleks. Monumen ini menjulang tinggi 41,13 meter. Awalnya, tinggi tugu direncanakan 45 meter agar menggambarkan tahun 1945 di mana pada tahun tersebut terjadi pertempuran Arek-arek Surabaya melawan Pasukan Sekutu. Namun karena terdapat masalah kekuatan bangunan yang ditakutkan tak mampu menopang hingga 45 meter, menggagalkan rencana ini. Menurut Suparto Brata, seorang Sastrawan asal Jawa Timur yang tulisannya tentang Kisah Berdirinya Tugu Pahlawan sempat dimuat di Surabaya Post Tahun 1976, kegagalan pembangunan tugu 45 meter karena pada masa 1950-an terdapat aturan penerbangan yang tidak memungkinkan terdapat bangunan yang terlalu tinggi, terutama pada penerbangan malam hari. Ditambah lagi dengan durasi penyelesaian yang terbilang cepat, yakni di bawah satu tahun, maka jadilah tugu dengan tinggi 45 yard.

Bentuk tugu ini juga memiliki filosofi khusus, menurut Suparto, tugu yang memiliki 10 lengkungan atau canalurus pada badannya menggambarkan tanggal 10 serta 11 bagian gelendingen yang terdapat diatasnya memiliki arti bulan ke-11 atau November. Pemilihan lokasi pun memiliki arti penting, di mana tugu ini dibangun di atas bekas reruntuhan Gedung Kenpeitai zaman Jepang yang sebelumnya berdiri Gedung Raad van Justitie (Gedung Peradilan) pada zaman Nederlands Indie. Dahulu, Gedung Kenpeitai yang merupakan markas polisi Jepang dijadikan tempat penahanan pejuang. Gedung ini pun juga menjadi saksi penderitaan tak terperikan para pejuang yang juga disiksa oleh Jepang seperti Ir. Darmawan, seorang tokoh ludruk Durasim.

Kini, 60 tahun telah berlalu. Puing-puing bekas reruntuhan Gedung Kenpeitai telah hilang digantikan monumen yang menjulang tinggi sebagai pengingat jasa pejuang. Begitu pun, proses pembangunan monumen ini sempat menyulut konflik bahkan di kalangan masyarakat Surabaya.

Usai menjadi puing-puing, lokasi ini sempat diharapkan menjadi perumahan untuk masyarakat Surabaya. Beberapa kalangan berpendapat, usaha pertama yang harus diwujudkan adalah perumahan bagi penduduk bukan tugu. Namun, hal ini tak berlangsung lama sehingga Dul Arnowo, Walikota Surabaya masa 1950-1952 berkesempatan membawa rencana pembangunan tugu ke hadapan Presiden Soekarno. Awalnya, Soekarno sempat menolak bentuk tugu yang disodorkan Dul dan menyarankan bentuk paku terbalik sebagai wujud dari tugu pahlawan. Pembangunan dilaksanakan usai peletakan batu pertama oleh Ir. Soekarno pada 10 November 1951. Proyek ini dikerjakan dalam kurun waktu 10 bulan sehingga dapat diresmikan pada 10 November 1952 oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno usai peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal yang sama.

Menapaki setapak demi setapak kompleks Monumen Tugu Pahlawan bukan hanya memberikan wisata sejarah bagi pengunjung, namun pembuktian bahwa pertempuran 10 November benar-benar terjadi di bumi Surabaya dilihat dari beragam peninggalan yang terdapat di pinggiran dalam pagar maupun museum yang berada di bawah tanah, tepatnya di bawah Monumen Tugu Pahlawan. Salah seorang pengunjung, Wais Alqurni (18) pun menuturkan Monumen Tugu Pahlawan merupakan simbol dan saksi sejarah perjuangan Arek-arek Surabaya, “Tempat yang wajib dikunjungi bagi orang-orang yang datang ke Surabaya,” tutur Wais yang juga Mahasiswa di Politeknik Kesehatan Malang, Jawa Timur itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun