Mohon tunggu...
Malinda Sari Sembiring
Malinda Sari Sembiring Mohon Tunggu... Dosen - Nothing is impossible because anything is possible if you believe

Sociopreneur for @sangerlearning| Fulltime Learner- Accounting Lecturer| Ig/twitter @mssembiring_

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Apa Itu Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan?

7 Juli 2018   17:51 Diperbarui: 31 Oktober 2018   17:39 4020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
maurolibicrestani.wordpress.com

Aktivitas sosial dan lingkungan perusahaan kini telah menjadi kegiatan yang dipertimbangkan, bahkan pemerintah semakin gencar mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai akibat yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan. Isu ini juga turut berkembang seiring dengan semakin meningkatnya masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen.

Corporate Social and Environmental (CSE) di Indonesia menjadi isu penting terutama sejak dikeluarkannya UU No. 40 Tahun 2007 dan PP No. 47 Tahun 2012. Sebaliknya, di sejumlah negara Asia seperti Bangladesh dan India, banyak perusahaan yang telah menjadikan CSE bukan hanya sebagai komitmen manajemen dan strategi perusahaan, melainkan juga budaya perusahaan.

Dalam bahasa Indonesia, CSE berarti tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 Ayat 4 tentang Perseroan Terbatas, definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah kewajiban perseroan, yang usahanya bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam, yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Pelaksanaan CSE ini dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Menurut Barus dan Maksum (2011) pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dikenal pula  sebagai social disclosure, corporate social reporting, social atau corporate social disclosure pada masa lalu. Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan persahaan atau CSED merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi suatu perusahaan, khususnya perseroan, terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan pun diharapkan berlaku secara terus-menerus, tidak hanya sekadar kegiatan bersifat sementara. Global Reporting Initiatives (GRI) merupakan organisasi yang memfasilitasi perusahaan tentang bagaimana memberikan laporan dengan memasukkan item sosial dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. 

Dalam Standar GRI yang berlaku per 19 Oktober 2016, istilah 'kesinambungan' dan 'pembangunan berkelanjutan' digunakan secara bergantian yang berarti pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga dimensi: ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pembangunan berkelanjutan ini juga mengacu pada kepentingan lingkungan dan sosial yang lebih luas, bukannya pada kepentingan perusahaan secara khusus.

Sejumlah teori mengenai pengungkapan CSE muncul pada 1970-an termasuk teori legitimasi, teori pemangku kepentingan, dan teori akuntabilitas (Joshi dan Gao, 2009). Legitimasi dapat diartikan sebagai persepsi umum atau asumsi bahwa suatu tindakan yang dilakukan organisasi adalah hal yang diinginkan, tepat, atau sesuai dalam beberapa sistem norma, nilai, kepercayaan, dan definisi yang dipahami secara sosial. Menurut Suchman (1995) ada berbagai motif perusahaan mencari legitimasi. 

Dua dimensi penting dalam legitimasi yaitu: (a) perbedaan antara mengejar kesinambungan dan kredibilitas, dan (b) perbedaan antara mencari dukungan aktif maupun pasif. Legitimasi juga mampu meningkatkan baik stabilitas maupun kelengkapan aktivitas organisasi. Dalam kaitannya dengan CSED, perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan untuk mempertahankan legitimasi, mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan, serta mengurangi asimetri informasi.

Pemangku kepentingan merupakan semua kelompok atau pihak yang dipengaruhi oleh dan/atau siapa yang mempengaruhi organisasi maupun entitas akuntansi seperti konsumen, investor, masyarakat, karyawan, pasar modal, pemerintah, distributor, debitur, pemerintah asing dan lainnya. Menurut Gray et al (1997) teori pemangku kepentingan sangat terkait dengan bagaimana organisasi mengelola pemangku kepentingannya. Hal ini berarti pengungkapan informasi dari manajemen kepada pemangku kepentingan dapat dianggap hal yang memang seharusnya dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari proses legitimasi.

Teori pemangku kepentingan berkaitan dengan cara organisasi mengelola para pemangku kepentingannya dan erat kaitannya dengan teori legitimasi. Kedua teori ini sering digunakan bersamaan untuk saling melengkapi rujukan terkait CSED, seperti yang dipaparkan Joshi dan Gao (2009).

Di bawah teori akuntabilitas, organisasi bertanggung jawab kepada masyarakat untuk mempertahankan hasil, metode, dan tujuan sosial yang dapat diterima (termasuk lingkungan), dan organisasi menggunakan CSED untuk melepaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan mereka. Teori akuntabilitas sendiri didasarkan atas teori agensi ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun