Saya sudah lulus SMA dan diwisuda beberapa Minggu yang lalu. Itu artinya saya telah menanggalkan seragam putih abu-abu. Banyak kenangan yang saya dapat dari situ. Saya merasa bahwa lingkungan pesantren yang ditembus oleh arus globalisasi yang setidaknya memiliki beberapa benturan utamanya pada kegiatan sosial. Ada dampak yang signifikan.
Rasanya berubah ketika dibandingkan dengan anak-anak SMA jadul (jaman dulu). SMA adalah sebuah masa yang ditengarai oleh kematangan berpikir pra-dewasa. Namun kalau ditinjau kembali, pola pemikiran masa dulu dengan masa kini sudah berbeda dan dapat memiliki pemikiran dewasa dan berbeda dari orientasi waktu dan tempat. Pengaruhnya yang jelas dapat kita lihat dari jiwa sosial.
Model sosial yang merealita sekarang bisa dibilang masuk pada ranah sosial 'praktis'. Seluruh komunikasi manual dan intelegensi emosional dikemas dalam sebuah perangkat pintar seperti gadget. Orang-orang khususnya anak muda lebih memilih berinteraksi dengan pelaku sosial lainnya melalui media sosial. Padahal, kita dihadapkan oleh problem yang nyata. Maka boleh jadi media sosial itu cuma sekedar wacana dan bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah publik yang kian hari makin kompleks dan rumit.
Saya mencatat bahwa kecenderungan anak muda kepada media sosial memunculkan sebuah pernyataan baru yang saya kira kurang lugas. Memasuki masa muda adalah masa untuk memperbanyak pengalaman. Sepintas terlihat baik dan benar. Sifatnya relatif dan melihat latar belakang dan niatan seseorang saja. Namun yang harus ada perbaikan di situ adalah bagaimana implementasi pernyataan tersebut kepada seseorang anak muda.
Untuk lebih mudahnya, saya katakan kalau usia muda seperti saya ini seharusnya memiliki sesuatu yang memacu untuk lebih berpikir idealis dan realistis. Memiliki rencana dan motif realisasinya. Kalau masalah pengalaman, itu luas cakupannya. Tapi yang terarah itu yang sebenarnya lebih penting. Cara optimis menghadapi sebuah masalah adalah pengalaman yang sebenarnya.
Sosial yang kini kita hadapi lebih berat dan pelik. Pada saat yang saat sama, ideologi dari berbagai alur pemikiran mempunya definisi untuk memandang pengertian sosial.