Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

TVRI: Televisi Nasional antara Netralitas dan Kepentingan

20 September 2013   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:37 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Jagat informasi saat ini tengah diramaikan dengan opini dan informasi bahwa TVRI ikut menyiarkan konvensi Partai Demokrat. Meski dibilang sudah biasa ketika televisi nasional menyiarkan partai penguasa namun menjadi sorotan tatkala jaman reformasi saat ini menghendaki aset negara tetap memegang prinsip netralitas dalam menyiarkan berita tentang aktivitas politik.

Sebagaimana di masa-masa pemerintahan Orde Baru kecenderungan pemerintah yang dimotori partai berkuasa (golkar) cenderung menjadikan televisi nasional sebagai wadah yang cukup mudah menyampaikan aktifitas partai sekaligus sebagai media transformasi ideologi dari partai. Pada saat itu tidak ada respon negatif tatkala televisi menyiarkan berita tetang partai politik, meskipun ada respon negatif dari masyarakat, tidak ada satupun yang mengemuka lantaran takut dianggap sebagai melawan pemerintah. Sehingga tidak ada satupun pertentangan masyarakat yang diekspos ke media. Jadi ada kesan masyarakat adem ayem meski media broadcasting ini menjadi alat politik tertentu.

Bagaimanapun juga posisi TVRI sebagai media pengekspos informasi yang sejatinya tetap berpegang pada prinsip netralitas sehingga tidak ada partai manapun yang dianggap paling berhak menggunakan media ini.

Sebagai media yang terikat dengan aturan kepemerintahan di mana sebagai media informasi publik yang telah dibiayai dengan APBN semestinya menempatkan konsep kepentingan negara harus didahulukan dibandingkan mengekspos aktifitas partai tertentu, dan ini dianggap sebagai bentuk sikap berlebih-lebihan yang ditunjukkan oleh partai Demokrat sebagai partai berkuasa saat ini.

Keadaan ini berbanding terbalik dengan kondisi masa lalu tatkala Golkar masih berkuasa sepertinya tidak ada satupun kendala manakala akan memanfaatkan media informasi ini. Begitu juga ketika negara ini didominasi oleh PDI Perjuangan ketika terpilihnya Megawati sebagai Presiden RI.

Lalu bagaimana seharusnya TVRI menempatkan dirinya ketika bersebrangan dengan kepentingan netralitas tersebut? Jika saat ini TVRI pun tengah berjuang untuk mendapatkan anggaran operasional yang notabene dirumuskan dan disetujui oleh partai berkuasa. Ada sisi ambiguitas yang kini tengah dialami oleh TVRI.

Satu sisi TVRI berharap menempatkan informasi yang disampaikan diberikan secara adil, di sisi lain ada kepentingan besar yang melingkupi eksistensi televisi nasional ini ketiga harus bergelut dengan anggaran operasional. Sehingga akan sulit memilah antara kepentingan politik di mana di dalamnya akan bersinggungan dengan konteks kekinian di mana partai demokrat merupakan partai berkuasa. Sehingga secara otomatis akan ada kecemburuan dari partai lain tatkala TVRI digunakan sebagai media sosialisasi partai tertentu.

Namun demikian, semestinya eksistensi TVRI lebih diperjelas lagi tatkala berhadapan dengan kepentingan politik tertentu yang notabene juga berhak mendapatkan kesempatan untuk diekspos seperti halnya konvensi partai demokrat yang saat ini menjadi polemik dan perbincangan masyarakat banyak.

Akan tetapi, sebenarnya persoalan ini tidak akan menjadi rumit manakala akses informasi tidak dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu, akan tetapi semata-mata pemberitaan yang memang netral menyampaikan informasi seputar kegiatan partai seperti halnya apa yang dilakukan oleh partai demokrat. Karena bisa jadi lain waktu ada kegiatan partai lain yang juga memanfaatkan TVRI sebagai media transformasi yang tentu saja akan sangat efektif.

Di sisi lain karena saat ini memang partai Demokrat yang memiliki suara terbanyak di dalam parlemen tentu saja akan sangat menentukan kebijakan atau paling tidak memberikan sumbangsih suara terbesar terkait status TVRI maupun informasi apa yang semestinya disiarkan oleh media penyiaran nasional ini. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Penyiaran.

Ketidak mandirian TVRI dari anggaran pemerintah menjadikan media ini sebagai salah satu ikon penting pergerakan dan transformasi partai yang kini tengah berkuasa, yakni partai demokrat. Sehingga ada anggapan bahwa keberadaan partai Demokrat terlalu memegang kendali penyiaran dalam tubuh TVRI sendiri padahal anggapan ini bisa saja keliru lantaran siapa saja bisa memperoleh akses terhadap penggunaan media ini.

Lalu bagaimana posisi TVRI sebagai partai nasional agar tidak terkesan menjadi bulan-bulanan partai berkuasa lantaran saat ini masih membutuhkan suntikan dari uang negara yang berbeda jauh posisinya dari televisi swasta yang begitu mudahnya mengekspos partai atau calon presiden tertentu yang tentu saja mempunyai andil besar terhadap didirikannya media penyiaran tersebut terkait arus pro dan kontra atas aktivitas TVRI yang menyiarkan konvensi partai Demokrat?

Sebagai televisi nasional semestinya TVRI tetap memegang prinsip sebagai televisi bersama di mana kondisinya saat ini tidak diperbolehkan memasang iklan tentu saja menjadi persoalan yang rumit ketika berbicara tentang keuangan, akan tetapi persoalan ini dapat diakhiri dengan menjadikan TVRI sebagai lembaga berbayar dan tidak lagi menggunakan uang negara dalam membiayai operasionalnya akan tetapi murni memanfaatkan jasa iklan sehingga setiap partai yang hendak menggunakan jasa penyiarannya tetap harus membayar royalti atau ongkos sewa penyiaran sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh kebijakan internal TVRI.

Ketika TVRI sudah independen maka tidak akan ada persoalan ketika saat dimanfaatkan partai tertentu untuk menaikkan popularitas partai tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun